Nasional

Bahaya Hubungan Sedarah dan Faktor Penyebabnya

  • Baru-baru ini grup Facebook bernama Fantasi Sedarah menjadi sorotan publik dan menghebohkan di dunia maya setelah cuplikan percakapannya beredar luas di media sosial seperti platform X dan Instagram.
Potret sebuah keluarga.
Potret sebuah keluarga. (familyservicesnew.org)

JAKARTA – Baru-baru ini grup Facebook bernama Fantasi Sedarah menjadi sorotan publik dan menghebohkan di dunia maya setelah cuplikan percakapannya beredar luas di media sosial seperti platform X dan Instagram.

Grup tersebut dihuni oleh ribuan anggota. Banyak pihak mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut dan mengambil tindakan tegas terhadap individu-individu yang terlibat di balik keberadaan grup itu.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam penyebaran konten pornografi inses melalui grup Facebook bernama Fantasi Sedarah dan Suka Duka. Mereka ditangkap di berbagai wilayah yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Erdi A. Chaniago mengatakan kedua grup tersebut sudah sejak lama menjadi sorotan karena diduga menyebarkan konten pornografi yang melibatkan anak-anak dan perempuan.

“Kami menangkap enam pelaku yang kini dalam proses pendalaman. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah seiring pemeriksaan lebih lanjut,” katanya, seperti dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa, 20 Mei 2025.

Hubungan inses adalah bentuk kejahatan yang terjadi ketika ada hubungan seksual antara anggota keluarga yang memiliki hubungan darah dekat, seperti antara ayah dan anak, saudara kandung, atau paman dan keponakan. Di Indonesia, perilaku ini dipandang sebagai pelanggaran terhadap norma sosial, ajaran agama, dan ketentuan hukum.

Pasal 294 KUHP secara khusus mengatur tindak kejahatan seksual terhadap anggota keluarga yang berada di bawah pengasuhan atau perwalian pelaku. Sanksi bagi pelaku inses dapat berupa hukuman penjara dan/atau denda, tergantung pada tingkat keseriusan perbuatan serta hubungan antara pelaku dan korban.

Jika korban masih di bawah usia 18 tahun, pelaku juga dapat dijerat dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014.

Bahaya Hubungan Inses

Berikut beberapa bahaya hubungan sedarah:

1. Terkena Penyakit Menular Seksual  

Inses tidak selalu terjadi karena hubungan suka sama suka, tetapi juga bisa melibatkan unsur pemaksaan. Korban inses, khususnya yang menjadi sasaran pemerkosaan, memiliki risiko tinggi tertular infeksi menular seksual seperti herpes, sifilis, dan HIV.

Dampak infeksi menular seksual akibat inses tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga dapat memengaruhi bayi yang dikandung dari hubungan tersebut. Ibu hamil yang terinfeksi berisiko mengalami keguguran, persalinan prematur, serta melahirkan bayi dengan berat badan di bawah normal.

2. Bayi Lahir Cacat

Bayi yang dilahirkan dari hubungan inses memiliki risiko tinggi mengalami kelainan genetik. Hal ini disebabkan karena, dalam kondisi normal, seorang anak mewarisi kombinasi gen dari dua orang tua yang berbeda. Namun, dalam hubungan inses, keberagaman genetik yang diturunkan sangat terbatas.

Minimnya variasi genetik ini meningkatkan peluang terjadinya gangguan atau cacat sejak dalam kandungan. Bayi hasil hubungan inses lebih rentan mengalami kondisi seperti albinisme, hemofilia, bibir sumbing, fibrosis kistik, hingga gangguan perkembangan mental.

3. Konflik Keluarga

Hubungan inses bisa menimbulkan konflik berat dalam lingkungan keluarga. Dampaknya dapat berupa meningkatnya ketegangan antar anggota keluarga, perbedaan pandangan mengenai moral dan nilai-nilai keluarga, hingga rusaknya ikatan sosial dengan anggota keluarga lainnya.

4. Trauma dan Suka Sesama Jenis

Dilansir dari NU Online, korban inses yang mengalami trauma mendalam dapat mengalami perubahan dalam orientasi seksual, seperti ketertarikan pada sesama jenis. Kondisi ini bisa muncul sebagai dampak dari pengalaman traumatis yang melibatkan hubungan dengan lawan jenis yang masih memiliki hubungan darah.

5. Trauma dan Masalah Psikologis

Inses juga berdampak serius pada kesehatan mental. Dalam kasus inses yang disertai paksaan, korban kerap merasakan ketakutan yang mendalam hingga mengalami trauma. Ditambah lagi, adanya stigma sosial terhadap pelaku maupun anak hasil hubungan inses membuat korban enggan berbicara atau mencari pertolongan karena merasa malu.

Sebagian besar korban inses menyimpan traumanya sendiri tanpa mengungkapkannya, yang kemudian dapat berkembang menjadi gangguan psikologis seperti kecemasan berlebihan, serangan panik, depresi, perilaku menyakiti diri sendiri, bahkan munculnya dorongan untuk mengakhiri hidup.

Sementara, pada kasus emotional incest, korban cenderung kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan secara mandiri, menjadi sangat tergantung pada pelaku, dan kesulitan menjalin hubungan sosial yang sehat dengan orang lain.

Faktor Penyebab Inses

Berikut beberapa hal yang bisa mendasari inses:

1. Faktor Biologis

Hal ini disebabkan oleh tingginya dorongan seksual yang dimiliki pelaku, disertai dengan ketidakmampuannya dalam mengendalikan hasrat tersebut.

2. Faktor Psikologis

Faktor ini muncul karena kepribadian pelaku yang tidak normal. Kebanyakan pelaku cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah, kesulitan dalam bersosialisasi, serta merasa kurang percaya diri atau minder.

3. Faktor Ekonomi

Situasi keuangan juga berpengaruh. Misalnya, keterbatasan finansial yang menyebabkan keluarga harus tinggal di rumah yang kecil dan memaksa anggota keluarga berbagi kamar tidur. Dalam kondisi seperti ini, kontak yang tidak sengaja dengan organ seksual bisa terjadi, yang kemudian memicu rangsangan seksual.

4. Pengangguran

Ketika kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan namun kebutuhan sehari-hari tetap harus terpenuhi, hal ini dapat menyebabkan gangguan pikiran yang tidak rasional. Dalam beberapa kasus, jika ayah mengalami penyimpangan seksual, anak sering kali menjadi korban pelampiasan nafsu seksualnya.

5. Tingkat Pendidikan Rendah

Kemampuan berpikir yang rendah serta kurangnya pendidikan membuat pelaku cenderung berpikir secara tidak logis, kesulitan membedakan antara yang benar dan salah, serta tidak mampu mempertimbangkan dampak atau konsekuensi jangka panjang dari tindakannya.

6. Kurang Pemahaman Agama

Kurangnya pemahaman tentang ajaran agama yang menjelaskan batasan antara yang diperbolehkan dan yang dilarang dapat membuka peluang terjadinya penyimpangan.

Contohnya, ada keluarga yang beranggapan karena masih satu keluarga, maka perilaku seperti terbuka secara fisik bisa dilakukan tanpa batas, atau membiarkan anak laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa tinggal sekamar, dan lain sebagainya.