Kejagung Periksa Eks Dirut BPJS Ketenagakerjaan Terkait Dugaan Korupsi
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan berinisial AS sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan pada Kamis 25 Februari 2021. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan pemeriksaan mantan Dirut BPJS Ketenagakerjaan untuk mengetahui masalah […]

Reky Arfal
Author


Peserta BP Jamsostek berkomunikasi dengan petugas pelayanan saat melakukan klaim melalui Layanan Tanpa Kontak Fisik (Lapak Asik) di kantor Cabang Jakarta Menara Jamsostek, Jakarta, Jum’at, 10 Juli 2020. Seiring dengan meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja di tengah pandemi Covid-19, klaim BPJS Ketenagakerjaan turut melonjak. Pencairan tabungan di BP Jamsostek menjadi alternatif untuk mendukung daya beli pekerja yang tergerus. Sementara dalam rangka adaptasi kebiasaan baru dan untuk memutus penyebaran virus corona, BP Jamsostek telah menerapkan protokol pelayanan secara daring dan tanpa pertemuan secara fisik. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan berinisial AS sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan pada Kamis 25 Februari 2021.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan pemeriksaan mantan Dirut BPJS Ketenagakerjaan untuk mengetahui masalah investasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan tersebut.
“Kami hanya melihat mengenai investasinya. Kami memperdalam bagaimana unrealized loss itu yang bisa terjadi,” kata Febrie di Kejagung RI, Jakarta, Kamis 25 Februari 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Ia menyatakan penyidik tengah mendalami pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan termasuk ke dalam risiko bisnis atau karena adanya dugaan korupsi.
“Pengetahuan tentang keuangan itu kan ada di rekan-rekan BPK, transaksi itu ada di OJK. Bukan di keahlian penyidik jaksa, makanya kami masih menunggu itu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung RI memperkirakan kerugian negara dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp20 triliun. Nilai itu tercatat dalam kurun 3 tahun.
“Kalau kerugian bisnis, apakah analisisnya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian. Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi,” lanjutnya.
Kasus yang dialami BPJS Ketenagakerjaan hampir tidak mungkin dalam kondisi unrealized loss. Sebab, menurutnya, kerugian yang diterima perseroan mencapai Rp20 triliun terjadi dalam kurun 3 tahun.
“Nah sekarang saya tanya kembali di mana ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa unrealized loss dalam 3 tahun. Ada nggak seperti itu? saya ingin dengar dulu,” cetus dia.
Saat ini, ia melaporkan bahwa pihaknya masih menunggu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
