Korporasi

Alfamart Caplok Lawson, Simak Prospek Saham AMRT

  • Melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), AMRT menyatakan telah mengambil alih 1,48 miliar lembar saham PT Lancar Wiguna Sejahtera dengan nilai transaksi Rp200,45 miliar. Saham tersebut sebelumnya dimiliki oleh MIDI, yang juga masih berada dalam lingkup grup usaha yang sama.
<p>Ritel Alfamart milik PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) / Alfamart.co.id</p>

Ritel Alfamart milik PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) / Alfamart.co.id

(Istimewa)

JAKARTA - PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), perusahaan di balik jaringan minimarket Alfamart, resmi mengakuisisi PT Lancar Wiguna Sejahtera—pengelola jaringan gerai Lawson di Indonesia—dari PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI). Langkah ini merupakan bagian dari strategi restrukturisasi bisnis yang diyakini dapat membuka peluang pertumbuhan baru, meskipun menimbulkan risiko jangka pendek terhadap kinerja keuangan AMRT.

Melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), AMRT menyatakan telah mengambil alih 1,48 miliar lembar saham PT Lancar Wiguna Sejahtera dengan nilai transaksi Rp200,45 miliar. Saham tersebut sebelumnya dimiliki oleh MIDI, yang juga masih berada dalam lingkup grup usaha yang sama. Corporate Secretary AMRT, Tomin Widian, menjelaskan bahwa aksi korporasi ini tidak termasuk dalam transaksi benturan kepentingan atau transaksi material sebagaimana diatur dalam POJK 42/2020 dan POJK 17/2020.

“Transaksi ini bukan merupakan transaksi benturan kepentingan sehingga tidak memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Umum Pemegang Saham,” ujar Tomin dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Kamis, 15 Mei 2025.

Dengan transaksi ini, Lawson yang sebelumnya berstatus cucu perusahaan AMRT melalui MIDI, kini menjadi anak usaha langsung dari AMRT.

Strategi Penguatan Bisnis Ready to Eat

Lawson dikenal sebagai jaringan convenience store asal Jepang yang mengusung konsep gerai dengan makanan dan minuman siap saji. Di Indonesia, Lawson dikelola MIDI sejak menandatangani perjanjian waralaba eksklusif dengan Lawson Inc. Jepang pada 2018, yang berlaku hingga 2036.

Kini, dengan akuisisi tersebut, AMRT berencana memperkuat lini bisnis makanan siap saji yang juga dijalankan melalui brand Bean Spot milik perseroan.

“Kesamaan lini bisnis dengan Lawson menjadi alasan utama kami mereposisi kepemilikan. Ini untuk mendorong pertumbuhan pendapatan berkelanjutan dari kedua entitas,” demikian pernyataan manajemen AMRT dalam dokumen transaksi.

Nasib MIDI Usai Lepas Lawson

MIDI, yang sebelumnya memanfaatkan strategi menanamkan Lawson di dalam gerai Alfamidi, sempat mencatat lonjakan pertumbuhan jumlah gerai Lawson pada 2023, mencapai 674 unit atau tumbuh 251%. Namun, ketika strategi tersebut dikurangi drastis, jumlah gerai menurun ke angka 374 pada 2024.

Meski menjadi kontributor pendapatan terbesar kedua MIDI setelah Alfamidi (6,8% dari total pendapatan 2024), Lawson tercatat masih mengalami kerugian sebesar Rp236 miliar. Kerugian ini setara dengan 23% laba bersih MIDI apabila kinerja Lawson dikecualikan.

Dengan pelepasan Lawson, MIDI berharap kinerja keuangannya menjadi lebih efisien dan sehat. MIDI kini fokus pada ekspansi 200 gerai Alfamidi baru, dengan 70% diarahkan ke luar Pulau Jawa. Langkah ini diambil karena margin keuntungan di luar Jawa lebih tinggi, yaitu 7,02%, dibandingkan dengan di Jawa (3,64%) dan Jabodetabek (4,52%).

Selain itu, MIDI juga tengah mempersiapkan relokasi dua pusat distribusi pada kuartal II/2025 dengan nilai belanja modal Rp200 miliar untuk mengefisiensikan operasional.

Baca Juga: Masuk MSCI Small Cap, Saham MBMA Melejit: Sinyal Kembalinya Kepercayaan Pasar?

Tantangan dan Harapan AMRT Usai Akuisisi

Bagi AMRT, mengambil alih Lawson berarti juga menerima beban kerugian dari bisnis tersebut. Meski begitu, dalam jangka menengah hingga panjang, AMRT optimistis dapat menyinergikan operasional Lawson dengan lini ready to eat mereka, sehingga bisa mengubah kinerja Lawson menjadi menguntungkan.

Di sisi lain, AMRT juga menghadapi tantangan penurunan margin keuntungan secara menyeluruh di wilayah operasionalnya sepanjang 2024. Penurunan ini terlihat dari margin di Jabodetabek yang turun menjadi 2,58% (dari 3,02%), di Jawa menjadi 6,29% (dari 6,31%), dan di luar Jawa menjadi 5,46% (dari 5,76%).

Sepanjang 2024, AMRT mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 10,55%, sedikit meningkat dibandingkan 2023 (10,34%). Namun, laba bersih justru menurun 7,52%—penurunan pertama dalam lima tahun terakhir.

Untuk mengatasi tantangan ini, AMRT menargetkan penambahan 1.000 gerai baru sepanjang 2025 dan memperkuat layanan Alfagift sebagai strategi mendorong penjualan digital.

Proyeksi dan Rekomendasi Saham dari Analis

Menurut Rita Effendy, Investment Specialist, aksi akuisisi ini membuka peluang jangka panjang bagi AMRT, meskipun dalam jangka pendek menjadi beban karena harus menyerap kerugian dari Lawson.

“AMRT sedang menunjukkan sinyal kuat perubahan tren dari bearish ke bullish. Breakout di harga Rp2.400 disertai volume menunjukkan potensi kelanjutan kenaikan,” ujar Rita melalui pesan singkat di grup analis saham. 

Ia memberikan dua strategi pembelian saham AMRT:

  • Buy on Breakout: Jika harga menembus MA100 di atas Rp2.550 dengan volume besar.
  • Buy on Weakness: Untuk investor konservatif, bisa masuk di kisaran support Rp2.350–Rp2.400.

Target Price (TP) yang direkomendasikan adalah Rp2.600 dan Rp2.750, dengan batasan Stop Loss (SL) di Rp2.300 dan Rp2.200.

Konsensus Analis: AMRT Tetap Menarik

Dari konsensus analis pasar, sebelum mempertimbangkan kerugian dari Lawson, pendapatan AMRT diproyeksi tumbuh sebesar 9,96% menjadi Rp130 triliun pada 2025. Sedangkan laba bersih diperkirakan naik 19,31% menjadi Rp3,75 triliun.

Dalam skenario terburuk sekalipun, laba bersih AMRT diprediksi tetap tumbuh sebesar 8%—masih lebih baik dari kinerja 2024 yang mencatatkan penurunan laba bersih.