Kolom & Foto

Perdagangan Karbon dan Peran Institusi Independen

  • Pemanasan global bukan saja menyebabkan perubahan akibat intoleransi mahluk hidup, namun ekosistem nonmahluk hidup juga mengalami perubahan. Ancamannya bergeser dari pemanasan global ke bencana hidrometeorologi global.
trenasia

trenasia

Author

Apa-itu-emisi-karbon.jpg
Ilustrasi emisi karbon. (Istimewa)

Kolom oleh Ir. Arifin Lambaga, MSE. 

Praktisi dan Pemerhati Industri Testing, Inspection, Certification (TIC) 

Presiden Direktur Mutuagung Lestari

 

Dalam uraian tim Investopedia yang diulas oleh Samantha Silberstein, 2022, berjudul “Carbon Trade: What it is, How it Works, Current Events” disebutkan: perdagangan karbon merupakan tindak lanjut kesepakatan yang tertuang pada Protokol Tokyo dan disepakati pada Desember 1997, di Kyoto Jepang. 

Isi protokol itu berupa seruan bagi 38 negara industri, untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang dihamburkannya ke permukaan udara. Target seruan itu menurunkan emisi hingga 5,2% lebih rendah, dibanding kepekatannya di tahun 1990. Pencapaian itu ditempuh antara tahun 2008 hingga 2012. GRK --yang terutama didominasi kandungan Karbon-- teremisi ke permukaan udara lewat pembakaran bahan bakar yang berasal dari fosil. 

Ini termasuk batu bara dan minyak. Proses pembakaran itu terjadi pada aktivitas fabrikasi, maupun penggunaan kendaraan bermotor dengan bahan bakar minyak. Di negara-negara yang kendaraan bermotor maupun fabrikasinya menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil, juga mengalami kenaikan panasnya suhu udara. 

Panasnya suhu udara itu, lantaran emisi GRK menghalangi panas matahari yang semula terpapar ke permukaan bumi dan harusnya terpantul kembali keluar menjauhi atmosfir. Disebut sebagai gas rumah kaca, karena cara kerja gas-gas itu identik dengan peristiwa yang terjadi di rumah kaca. 

Di rumah kaca, panas matahari yang terpapar di suatu ruang – yang dibangun dengan dominasi kaca— dengan sengaja diperangkap, agar tak terpantul kembali menjauhi atmosfer. 

Panasnya tetap tersimpan di dalam ruangan, walaupun matahari sudah tenggelam. Panas yang diperangkap itu dimanfaatkan untuk mempengaruhi metabolisme tumbuh-tumbuhan. Sehingga berlangsung tak hanya siang hari, tapi juga malam hari saat matahari sudah tenggelam. 

Akibatnya, pertumbuhan di dalam rumah kaca menjadi lebih cepat dibanding di lingkungan alamiahnya Namun ketika bumi yang diselimuti GRK, seluruh isi yang ada permukaan bumi: manusia, tumbuhan dan binatang --termasuk gunung maupun hamparan yang diselimuti es—mengalami pemanasan. 

Dengan makin banyaknya GRK yang teremisi --panas sinar matahari yang terperangkap makin menumpuk-- makin panas permukaan bumi. Inilah yang disebut sebagai pemanasan global. 

Para pemimpin negara di negara di dunia dengan menggunakan hasil penelitian dan rekomendasi para ilmuwan, bersepakat untuk menurunkan emisi GRK. Tentunya agar bumi tak semakin panas. 

Karena pemanasan itu bukan saja menyebabkan perubahan akibat intoleransi mahluk hidup, namun ekosistem nonmahluk hidup juga mengalami perubahan. Ancamannya bergeser dari pemanasan global ke bencana hidrometeorologi global. 

Ide dasar terbentuknya program perdagangan karbon adalah pengalaman Amerika Serikat, saat menghadapi hujan asam yang intensitasnya makin mengancam kehidupan manusia. Hujan asam yang unsur pembentuk utamanya adalah Sulfur Dioksida --SO2-- dihasilkan dari pembakaran bahan bakar saat berlangsungnya proses fabrikasi. 

Kebijakan yang ditempuh negara itu untuk mereduksi hujan asam, di antaranya: mengurangi penggunaan bakar yang menghasilkan SO2, perancangan ulang proses produksi untuk mengurangi limbah SO2 yang dihasilkan, melakukan pengolahan limbah dan emisi. Juga menempuh terobosan baru, yang bersifat inkonvensional. Terobosan itu adalah penerapan model "cap-and-trade". 

Pada model yang cap and trade yang bertujuan membatasi emisi SO2 ini, tak hanya mengandalkan kesadaran dan niat baik pihak-pihak yang terlibat. Terdapat unsur yang mengandung reward and punishment. 

Reward diraih oleh pabrik yang telah memperoleh kredit Sulfur Dioksida, dengan memperdagangkan kreditnya kepada pabrik lain yang menghasilkan emisi lebih dari yang diizinkan. 

Pabrik ini memperoleh reward ekonomi berupa hasil penjualan kreditnya dari pabrik lain. Sedangkan yang memproduksi emisi melebihi batas, memperoleh punishment berupa pembayaran sejumlah nilai ekonomi tertentu. 

Seluruhnya merupakan cikal bakal model komoditisasi emisi Karbon, yang bertujuan mengendalikan pencemaran yang meracuni udara. Uraian terkait cikal bakal perdagangan Karbon di atas termuat pada artikel STLDigital, 2023, berjudul “A Brief History of Carbon Markets”. 

Komoditisasi emisi yang bertujuan mengurangi total emisi SO2 tahunan di AS sebesar sepuluh juta ton dibandingkan tahun 1980 --ketika total emisi AS sekitar 26 juta ton—menunjukkan hasilnya. 

Hal itu dinyatakan Robert Stavins, 2012, dalam tulisannya “The U.S. Sulphur Dioxide Cap and Trade Programme and Lessons for Climate Policy”. Namun berbeda dengan aturan lingkungan konvensional yang diterapkan sebelumnya, aturan Sulphur Dioxide Cap and Trade Programme itu tak memerinci cara tiap-tiap entitas penghasil emisi dalam mengurangi emisi SO2-nya. 

Penerapannya yang bertahap sejak tahun 1995 dan terus meninggkat hingga tahun 2000, berhasil membatasi total emisi SO2 di 3.200 pembangkit listrik tenaga batu bara.  Juga menciptakan pasar yang menginteraksikan pembelian dan penjualan kredit emisi SO2. Indikasi keberhasilannya, tampak di tahun 2007. 

Emisi tahunan telah turun jauh hingga di bawah target program sembilan juta ton. Besar pengurangannya sebesar 43%, dibanding tingkat emisi tahun 1990. Seluruhnya itu tercapai, meskipun pembangkit listrik dengan tenaga batu bara justru meningkat jumlahnya lebih dari 26% dari tahun 1990-2007. 

Data ini dikutip Stavins dari EPA, 2012 dan EIA, 2011. Sebagaimana keberhasilan program pengendalian hujan asam di Amerika Serikat itu, perdagangan Karbon juga hendak mengikuti keberhasilannya. 

Ini dilakukan yang melibatkan berbagai pihak. Carbon Knowledge Hub, 2024, dalam “Participants and Their Role in Carbon Trading” menyebut, perdagangan karbon diikuti berbagai perusahaan. Mulai dari penyedia utilitas seperti pembangkit tenaga listrik, penyedia air bersih; maskapai penerbangan hingga pedagang komoditas. 

Untuk memastikan bangkitnya kepatuhan, harus melibatkan berbagai pihak. Jika dirinci, pihak-pihak itu meliputi: pemerintah, perusahaan yang wajib turut serta – ini karena emisi yang dihasilkannya— komunitas keuangan dan perdagangan. 

Jika seluruhnya itu dikategorisasi, terdapat 3 kategori pihak yang terlibat dalam program Karbon wajib: pembuat kebijakan, entitas kepatuhan, dan entitas nonkepatuhan. Masing-masing perannya: Pertama, Pemerintah sebagai Regulator. Berfungsi merancang, menerapkan, mengawasi, dan menegakkan pasar karbon. 

Kedua, Entitas Kepatuhan. Dalam kategori ini termasuk perusahaan maupun organisasi yang wajib turut serta dalam pasar karbon. Dapat berbentuk organsiasi perusahaan maupun individu. Juga pabrik atau fasilitas individu. 

Entitas kepatuhan ini bersedia dipantauan kepatuhannya, melakukan pelaporan, mengikuti verifikasi emisi GRK-nya. Dan yang ketiga, Entitas Nonkepatuhan. Kategori ini terdiri dari komunitas keuangan dan perdagangan, yang berperan dalam perdagangan karbon. 

Peran itu misalnya membeli alokasi atas nama entitas kepatuhan atau memperdagangkan kredit karbon di pasar sekunder. Entitas yang juga diperankan broker ini, termasuk spekulan ritel, pedagang komoditas, dan perantara keuangan seperti bank komersial. 

Pada pasar semacam European Energy Exchange (EEX), tersedia platform bagi entitas penghasil emisi untuk mentransaksikan layanan kliring maupun lelang. Untuk memastikan transaksi di pasar karbon berjalan sesuai aturan terdapat pihak yang disebut sebagai Registry, entitas terdaftar. 

Stavins menguraikan registry merupakan elemen penting di dalam rantai nilai pasar karbon, yang mengatur pasar nonkepatuhan. Ini dapat dilakukan bersama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat. 

Fungsinya secara khusus –semacam peran pihak ketiga yang independen-- adalah melacak dan mengesahkan kualitas untuk menentukan kompensasi yang disepakati dalam interaksi perdagangan. 

Contoh 4 registri yang telah diakui menjalankan fungsi yang telah diuraikan di atas, termasuk: Verified Carbon Standard (VCS), Climate Action Reserve (CAR), Gold Standard (GS), dan American Carbon Registry (ACR). Sedangkan di Indonesia fungsi registry pasar karbon ini mengikut Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI) di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

SRN PPI dan SPEI berfungsi, pertama, mengatur pelaksanaan pengukuran dan pelaporan. Kedua, melakukan verifikasi. Untuk melangsungkan tahap verifikasi, dilibatkan Lembaga Verifikasi dan Validasi (LVV) yang independen. 

Tujuannya agar keabsahan dan pemeriksaan terhadap data emisi maupun aksi mitigasi perubahan iklim dalam skema perdagangan Karbon, dilakukan tanpa campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan demi keuntungannya sendiri. 

Contoh LLV di Indonesia adalah, PT TUV Rheinland, PT TUV Nord Indonesia, PT Sucofindo dan PT Mutuagung Lestari. Dengan adanya perdagangan Karbon dan diberlakukannya Sistem Registri Nasional ini, Indonesia tak ketinggalan dari kegiatan pengendalian emisi GRK yang menyebabkan pemanasan global. Seluruhnya ditempuh dalam skema pasar Karbon dan peran Lembaga Verifikasi dan Validasi.