Dunia

Telan Korban 13 Orang di Garut, Ini Standar Internasional Pemusnahan Amunisi

  • Ledakan terjadi di Garut, Jawa Barat saat pemusnahan amunisi tidak layak atau kadaluarsa yang digelar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dentuman keras, asap tebal, hingga belasan orang kehilangan nyawa, di antaranya 4 anggota TNI dan 9 warga sipil.
amunisi.jpg

JAKARTA – Ledakan terjadi di Garut, Jawa Barat saat pemusnahan amunisi tidak layak atau kadaluarsa yang digelar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dentuman keras, asap tebal, hingga belasan orang kehilangan nyawa, di antaranya 4 anggota TNI dan 9 warga sipil.

Dilansir dari data.unsaferguard.org, dalam lebih dari 100 negara selama lima dekade terakhir, persediaan amunisi yang dikelola dengan buruk telah menyebabkan ledakan, yang kerap berujung pada bencana kemanusiaan. Ribuan orang tewas, terluka, atau terpaksa mengungsi, sementara mata pencaharian komunitas terdampak ikut terganggu.

Selain dampak kemanusiaan dan sosial ekonomi, persediaan amunisi yang tidak aman atau tidak terkelola dengan baik juga meningkatkan ketidakstabilan. Penyimpangan besar-besaran amunisi ke pasar gelap telah menjadi pemicu konflik bersenjata, kejahatan terorganisir, dan aksi terorisme. Bahkan, amunisi yang dialihkan ini semakin sering digunakan untuk merakit alat peledak rakitan (IED).

Keseluruhan konsekuensi ini menunjukkan betapa seriusnya tantangan keselamatan dan keamanan yang ditimbulkan oleh pengelolaan persediaan amunisi yang tidak memadai.

Sebagai tanggapan atas keprihatinan tersebut, Majelis Umum PBB meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa menyusun pedoman untuk pengelolaan amunisi yang layak guna memastikan bahwa PBB dapat secara konsisten memberikan saran dan dukungan berkualitas tinggi (A/RES/63/61).

Sebagai hasilnya, International Ammunition Technical Guidelines (IATG) dikembangkan pada tahun 2011, dan Program UN SaferGuard pun didirikan sebagai platform manajemen pengetahuan yang menyertainya.

Program UN SaferGuard, yang dikelola oleh Kantor PBB untuk Urusan Perlucutan Senjata (UNODA), bertanggung jawab atas pemeliharaan, pembaruan, dan penyebarluasan IATG.

Pemusnahan amunisi dan bahan peledak adalah tugas yang berpotensi berbahaya. Risiko dapat diminimalkan jika prosedur yang tepat diikuti. Namun, jika prosedur tersebut tidak dipatuhi, kemungkinan terjadinya kecelakaan serius menjadi sangat tinggi.

Berikut adalah prioritas-prioritas yang harus selalu diperhatikan:

Pertama, tim harus mampu melakukan identifikasi dan klasifikasi amunisi secara akurat. Misalnya, amunisi dapat dikelompokkan berdasarkan tahun pembuatan atau masa kedaluwarsanya. Selain itu, penting juga untuk menentukan jenis amunisinya, apakah termasuk peluru untuk senjata ringan atau senjata berat.

Kedua, setiap proses pemusnahan harus dimulai dengan evaluasi risiko secara menyeluruh terhadap keselamatan personel, lingkungan, serta fasilitas di sekitarnya.

Tim perlu melakukan analisis menyeluruh terhadap potensi bahaya yang mungkin timbul dari proses pemusnahan amunisi, agar tidak menimbulkan gangguan bagi masyarakat sekitar maupun kerusakan pada infrastruktur di lokasi.

Ketiga, proses pemusnahan wajib disusun melalui perencanaan yang terperinci, didokumentasikan, dan memperoleh persetujuan dari pihak berwenang yang memiliki otoritas terkait.

Tanggung jawab untuk memberi izin pemusnahan amunisi berada pada otoritas nasional.
Pemusnahan amunisi tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan sebelumnya dari otoritas nasional. Pengecualian terhadap aturan ini adalah:

a) Amunisi yang teridentifikasi selama tugas pengawasan atau perbaikan yang dianggap berbahaya oleh Petugas Amunisi setempat; dan

b) Amunisi yang tersisa atau terabaikan, yang secara definisi dapat berbahaya.

Amunisi asing harus dimusnahkan menggunakan prosedur yang sesuai berdasarkan prinsip dasar yang benar. Jika tidak ada prosedur yang tersedia, maka petunjuk untuk pemusnahannya harus diminta dari otoritas nasional. Amunisi asing tidak boleh dihancurkan tanpa wewenang dan petunjuk khusus dari otoritas nasional.

Keempat, terdapat tiga metode pemusnahan yang tepat yaitu, open detonation, open burning, atau incineration. Metode yang digunakan untuk jenis amunisi tertentu tentunya bergantung pada jenis pengisian bahan peledaknya dan desainnya.

Kelima, ciptakan dan pertahankan lingkungan kerja yang aman. Lokasi pemusnahan harus dipastikan dalam kondisi steril, dilengkapi dengan sistem zonasi yang ketat, serta aksesnya dibatasi hanya untuk personel yang memiliki wewenang.

Jalur menuju lokasi peledakan perlu diberi tanda peringatan dan penghalang akses, dengan mempertimbangkan jarak dari fasilitas lain maupun area permukiman.

Keenam, seluruh personel wajib memakai alat pelindung diri (APD), dan hanya yang telah mendapatkan pelatihan khusus yang diperbolehkan terlibat dalam proses pemusnahan.

Ketujuh, didokumentasi dan audit. Jadi, setiap proses pemusnahan dicatat secara secara detail sebagai bahan evaluasi dan pembelajaran untuk pelaksanaan di masa mendatang.

Kedelapan, pelaksanaan kegiatan diawasi dengan ketat dan dievaluasi menyeluruh guna mengidentifikasi kekeliruan jika ada kesalahan dalam pelaksanaannya.