Sejarah Berubah, Amerika Cabut Embargo Puluhan Tahun Suriah
- Trump menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil untuk memberikan "kesempatan bagi Suriah meraih kejayaan" pasca runtuhnya pemerintahan otoriter Bashar al-Assad pada Desember lalu.

Muhammad Imam Hatami
Author


DAMASKUS - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan langkah dramatis dalam kebijakan luar negerinya dengan mencabut kebijakan embargo terhadap Suriah.
Embargo adalah kebijakan yang membatasi atau melarang perdagangan dan transaksi dengan negara, wilayah, atau entitas tertentu. Biasanya diberlakukan sebagai bentuk sanksi politik, embargo dapat mencakup larangan ekspor, impor, atau penghentian total aktivitas perdagangan dengan pihak yang dituju.
Keputusan ini diumumkan dalam forum investasi internasional di Riyadh, Arab Saudi, dan menandai perubahan besar sejak Suriah dimasukkan ke dalam daftar negara sponsor terorisme pada tahun 1979. Trump menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil untuk memberikan "kesempatan bagi Suriah meraih kejayaan" pasca runtuhnya pemerintahan otoriter Bashar al-Assad pada Desember lalu.
Langkah ini juga disebut sebagai respons atas permintaan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, yang menginginkan stabilitas regional dan peluang rekonstruksi di Suriah.
Pemerintahan Suriah Saat Ini
Pemerintahan baru Suriah kini dipimpin oleh Presiden Ahmed al-Sharaa, mantan pemimpin kelompok Jabhat al-Nusra yang sebelumnya berafiliasi dengan al-Qaeda.
Al-Sharaa memisahkan diri dari kelompok teroris tersebut pada 2016 dan disebut telah menempuh jalur politik nasionalis sejak saat itu. Ia naik ke tampuk kekuasaan setelah koalisi oposisi berhasil menggulingkan rezim Assad, yang selama puluhan tahun berkuasa secara represif.
Pengumuman Trump dilakukan setelah konsultasi dengan para pemimpin kawasan, termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Dalam waktu dekat, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dijadwalkan bertemu dengan Menlu Suriah di Ankara, Turki, untuk membahas langkah-langkah transisi dan kerja sama bilateral.
Meskipun hubungan diplomatik penuh belum dipulihkan, komunikasi tingkat rendah antara kedua negara sudah berlangsung.
Respons Berbagai Pihak
Langkah ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad Al-Shaibani, menyebut pencabutan sanksi sebagai "awal baru" bagi rakyat Suriah yang telah menderita akibat konflik dan embargo ekonomi selama lebih dari satu dekade.
Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, memuji keputusan ini sebagai peluang bagi pemulihan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur publik.
Negara-negara Barat pun mulai melonggarkan tekanan. Inggris dan Uni Eropa sebelumnya telah mencabut sebagian sanksi mereka terhadap Suriah pada awal tahun ini, seiring perubahan rezim dan harapan akan stabilitas baru di kawasan. Meski begitu, beberapa sekutu Amerika masih menyimpan kekhawatiran.
Dari dalam negeri AS, respons terhadap keputusan Trump cukup beragam. Senator Partai Republik Jim Risch dan Jeanne Shaheen dari Partai Demokrat menyatakan dukungan penuh, menyebutnya sebagai langkah berani demi rekonsiliasi internasional.
Namun Senator Lindsey Graham menyampaikan dukungan bersyarat, dengan menekankan pentingnya memastikan bahwa perubahan di Suriah tidak mengancam keamanan Israel. Graham juga menegaskan bahwa konsultasi erat dengan mitra kawasan tetap menjadi prioritas.
Reaksi paling hangat justru datang dari rakyat Suriah. Di kota-kota seperti Homs, Latakia, dan Aleppo, warga turun ke jalan merayakan keputusan tersebut.
Mereka mengibarkan bendera nasional Suriah dan Arab Saudi, menyanyikan yel-yel dukungan untuk Putra Mahkota Salman, yang mereka anggap berperan besar dalam mendesak pencabutan sanksi. Antusiasme ini mencerminkan harapan baru yang muncul setelah bertahun-tahun dilanda kehancuran.
Menteri Perdagangan dan Ekonomi Suriah, Mohammad Nidal al-Shaar, tak kuasa menahan air mata saat tampil dalam siaran langsung di televisi nasional. Ia menyebut bahwa babak baru ini akan membuka pintu masuknya investasi asing, bantuan kemanusiaan, dan dukungan dari diaspora Suriah di luar negeri.
Pemerintah juga berencana memulihkan keanggotaan Suriah di sistem keuangan global seperti SWIFT untuk mempermudah arus transaksi dan pembangunan ekonomi. Meskipun jalan menuju rekonstruksi penuh masih panjang dan penuh tantangan, pencabutan sanksi ini menjadi tonggak penting dalam sejarah modern Suriah.
Dunia kini menyaksikan, apakah momentum politik dan diplomatik ini mampu membawa negara itu menuju stabilitas, perdamaian, dan kemakmuran yang telah lama dinanti.
Sejarah Embargo Suriah
Sebagai informasi, Amerika Serikat memberlakukan embargo dan sanksi terhadap Suriah karena sejumlah alasan yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri, pelanggaran hak asasi manusia, serta keterlibatan pemerintah Suriah dalam aktivitas yang dianggap mengancam stabilitas regional dan internasional. Embargo dan sanksi Amerika Serikat terhadap Suriah sudah dimulai sejak tahun 1979, namun mengalami eskalasi besar-besaran sejak 2011.
Berikut adalah alasan utama mengapa Suriah diembargo oleh AS:
1. Penindasan Brutal terhadap Warga Sipil (Sejak 2011)
Embargo semakin diperketat sejak pecahnya konflik sipil di Suriah pada tahun 2011, ketika rezim Presiden Bashar al-Assad menanggapi protes damai dengan kekerasan berskala besar. Pemerintah Suriah dituduh melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil, menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya, dan menahan dan menyiksa tahanan politik.
2. Penggunaan Senjata Kimia
Pemerintah Suriah telah beberapa kali diduga dan dituduh menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional, termasuk Konvensi Senjata Kimia. Amerika Serikat dan sekutunya telah memberikan respons keras terhadap insiden-insiden ini.
3. Hubungan dengan Organisasi Teroris
Suriah juga dianggap mendukung kelompok-kelompok yang oleh AS diklasifikasikan sebagai organisasi teroris, seperti Hizbullah (Lebanon), kelompok militan Palestina seperti Hamas, dan milisi Syiah yang didukung Iran.
4. Hubungan Dekat dengan Iran dan Rusia
AS juga menentang hubungan erat antara Suriah dengan Iran dan Rusia, dua negara yang memberikan dukungan militer dan ekonomi kepada rezim Assad. Hal ini dipandang memperkuat aktor-aktor yang berlawanan dengan kepentingan strategis AS di Timur Tengah.
5. Sanksi Berdasarkan “Caesar Act” (2020)
Pada 2020, AS memberlakukan Caesar Syria Civilian Protection Act, yang memperluas sanksi terhadap entitas dan individu yang mendukung rezim Assad. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk menekan ekonomi Suriah, memaksa Assad untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil, dan memulai transisi politik.

Ananda Astridianka
Editor
