Ramai Aksi Saling Caplok Perusahaan Hiburan Korea, Apa Efeknya?
Industri K-Pop yang berhasil tumbuh pesat di tengah pandemi COVID-19 membawa berkah tersendiri bagi pundi keuangan perusahaan hiburan. Usai bisnisnya semakin moncer, perusahaan hiburan korea ramai melakukan aksi akuisisi terhadap perusahaan hiburan lainnya.

Muhamad Arfan Septiawan
Author


Ilustrasi /Dok: Pinterest
(Istimewa)JAKARTA – Industri K-Pop yang berhasil tumbuh pesat di tengah pandemi COVID-19 membawa berkah bagi pundi keuangan perusahaan hiburan. Usai bisnisnya semakin moncer, perusahaan hiburan Korea ramai melakukan aksi akuisisi terhadap perusahaan hiburan lainnya.
Aksi akuisisi ini dilakukan oleh RBW Entertainment, rumah bagi grup K-pop populer Mamamoo dan Oneus. RBW Entertainment diketahui telah mencaplok hingga 70% saham WM Entertainment, agensi dari grup K-pop Oh My Girl, B1A4, dan Lee Chae Yeon IZ*One.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Setiap perusahaan telah mengumpulkan pengetahuan yang berbeda, kami akan menampilkan sinergi baru saat bekerja sama. Mengembangkan bisnis strategis berdasarkan IP konten (kekayaan intelektual), kami akan bekerja untuk memimpin budaya K-konten di seluruh dunia di luar Korea,” kata CEO RBW Entertainment Kim Jin Woo seperti dilansir Naver, 12 April 2021.
Ditopang Kinerja Keuangan yang Kuat
Aksi perusahaan hiburan yang menaungi BTS, HYBE Entertainment lebih lincah lagi. Perusahaan yang dulunya bernama Big Hit Entertainment ini mengakuisisi hingga 100% Ithaca Holdings. Perusahaan yang diakuisisi HYBE Enterertainment itu dimiliki oleh Scooter Braun, manajer dari musisi kelas dunia seperti Justin Bieber hingga Ariana Grande.
Melansir Bloomberg, nilai akuisisi ini mencapai US$1,05 miliar atau Rp15,37 kuadriliun alias sekitar Rp15.370 triliun (asumsi kurs Rp14.642 per dolar Amerika Serikat (AS)).
Sebelumnya, HYBE Entertainment juga tercatat remi memiliki agensi KOZ Entertainment miliki solois ZICO dan Source Music. Kemampuan HYBE Entertainment mencaplok perusahaan rival tidak lepas dari kinerja keuangan perusahaan yang tumbuh signifikan pada 2020.
Kesuksesan HYBE Entertainment semakin pesat usai melakukan aksi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) pada Agustus 2020. Kesuksesan BTS membuat Hybe Entertainment berani melakukan aksi IPO dengan memberikan nilai pasar perseroan sekitar US$4 miliar setara Rp60 triliun.
Pendapatan HYBE Entertainment tumbuh 36% menjadi 796 miliar won atau Rp10,3 triliun (Asumsi kurs Rp12,99 terhadap won Korea) pada 2020. Kenaikan pendapatan juga dialami oleh dua perusahaan hiburan raksasa Korea Selatan lainnya, yakni JYP Entertainment dan YG Entertainment.
YG Entertainment, perusahaan yang menerbitkan girl group Blackpink mencatatkan kenaikan tipis pendapatan dari 253,57 miliar won atau Rp 3,29 triliun pada 2019 menjadi 255,26 miliar won atau Rp3,31 triliun pada 2020.
Maka, laba bersih perusahaan juga terkerek naik menjadi 44,3 miliar atau Rp575,63 miliar pada 2020.
Sementara agensi hiburan yang didirikan oleh Park Jin Young, JYP Entertainment berhasil membukukan laba bersih sebesar 44,13 miliar won atau Rp773,42 miliar pada 2020 atau naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 43,45 miliar won atau Rp564 miliar.
Gencar Kerja Sama
Perusahaan hiburan dengan skala yang lebih kecil memang kerap kali dicaplok pada dua tahun belakang ini. Namun, nasib berbeda justru dialami dua rival perusahaan hiburan dengan skala bisnis yang relatif sama.
Persaingan sehat ditunjukkan dengan gencarnya melakukan kerja sama. Menurut laporan AjuDaily, kerja sama ini salah satunya dijajaki oleh SM Entertainment bersama JYP Entertainment. Kedua perusahaan yang juga melantai di bursa Korea Selatan itu menggelar kerja sama konser musik daring bertajuk Beyond Live.
Salah satu gelaran Beyond Live yang mengundang artis asal SM Entertainment, yakni NCT 2020 berhasil mengumpulkan 200.000 pasang mata untuk menyaksikan konser daring. Dengan tiket yang dibanderol US$40,26, estimasi pendapatan tiket dari satu gelaran konser ini mencapai US$8,05 juta.
StarNews dalam laporannya juga menulis tren akuisisi ini akan terus berlanjut di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi COVID-19. Hal ini dikarenakan perusahaan hiburan punya kinerja keuangan yang lebih stabil serta masih memiliki kemampuan ekspansi bisnis selama 2020 lalu.
“Ketimpangan antara perusahaan besar dan kecil dalam industri K-Pop akan semakin terlihat. Keberagaman dalam industri musik korea mungkin akan menghilang secara perlahan karena aksi akuisisi ini,” tulis StarNews dalam laporannya yang tayang 10 April 2021.
Perusahaan hiburan menjadi salah satu jantung ekonomi Korea Selatan. Tidak heran, Pemerintah Korea Selatan lantas memperluas anggaran sektor budaya hingga mencapai US$900 juta atau 1% dari anggaran nasional untuk menunjang persebaran Hallyu lebih masif lagi.
Pada 2014, Negeri Ginseng bahkan menganggarkan hampir US$5,2 miliar untuk bidang ini dan media, atau 1,4 % dari total anggaran nasional. Tiga tahun kemudian, angkanya kembali meningkat hingga US$7,5 miliar atau 2% total anggaran nasional.
Sebetulnya, tidak ada data statistik resmi mengenai dampak Hallyu terhadap perekonomian Korea Selatan. Namun, Song Seng Wun dari Bank CIMB Private memperkirakan Hallyu berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Korea Selatan sebesar 3%-5%.
