Kopdes Merah Putih Segera Berdiri, Ini Sejarah Panjang Koperasi
- Sejarah koperasi ternyata erat kaitannya dengan perlawanan kaum pekerja, bukan inisiasi pemerintah. Embrio koperasi adalah gerakan ekonomi rakyat, sosial dan budaya di Rochdale, sebuah kota di bagian utara Inggris.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA—Pendirian Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih menjadi salah satu program mercusuar Presiden Prabowo Subianto di bidang ekonomi kerakyatan. Tak tanggung-tanggung, dana ratusan triliun rupiah siap digelontor untuk membangun Kopdes di 80.000 desa di penjuru Nusantara.
Pendiriannya pun dikebut. Hingga kini, 9.000-an kopdes telah terbentuk di sejumlah wilayah. Padahal, Kopdes Merah Putih baru akan diresmikan pada Hari Koperasi Nasional pada 12 Juli 2025. Terkini, pemerintah mematok musyawarah desa khusus (musdesus) untuk membentuk pengurus koperasi selesai akhir Mei. Artinya, Koperasi Desa Merah Putih diharapkan semakin bertambah banyak mulai Juni.
Pembentukan koperasi yang sarat akan kebijakan top down itu pun mendapat sorotan. Sejumlah pakar koperasi menyebut inisiasi koperasi mestinya berasal dari masyarakat untuk menjaga keberlanjutan. Mereka mengingatkan pengalaman pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) di era Orde Baru yang terbukti gagal mengangkat perekonomian rakyat.
Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah koperasi? Sejarah koperasi ternyata erat kaitannya dengan perlawanan kaum pekerja. Embrio koperasi adalah gerakan ekonomi rakyat, sosial dan budaya di Rochdale, sebuah kota di bagian utara Inggris.
Kekecewaan Terhadap Ekonomi Pasar
Pada 21 Desember 1844, Charles Howarth bersama 27 buruh laki-laki dan perempuan berinisiatif membuat badan usaha yang berpihak pada anggota, bukan sekadar modal. Koperasi Rochdale hadir sebagai bentuk kekecewaan sekelompok buruh dengan sistem ekonomi pasar yang mementingkan keuntungan pribadi serta keberpihakan pada pemodal.
Kapitalisme dan pasar bebas yang memicu kemiskinan dan kesenjangan sosial memang lekat dengan ekonomi di Inggris di zaman praindustri. Lahirnya Koperasi Rochdale tak hanya dimaknai perjuangan di bidang ekonomi, tapi juga sebagai simbol deklarasi kesetaraan umat manusia.

Hal ini karena koperasi sejak lahir menolak perilaku diskriminatif berdasarkan agama, ras atau status sosial. Buku “Dasar-Dasar Rochdale, Sejarah Serta Pelaksanaannya”, menerangkan gerakan Koperasi Rochdale awalnya hanya berisi gagasan soal mengelola toko menggunakan prinsip-prinsip koperasi.
Mereka lalu bergerak sebagai koperasi konsumen dengan menyediakan barang-barang untuk keperluan sehari-hari. Koperasi mulai memproduksi sendiri barang seiring perkembangan modal. Langkah ini menciptakan kesempatan kerja serta menambah pendapatan bagi mereka yang sudah memiliki pekerjaan.
Baca Juga: Inpres Turun, Pendanaan Koperasi Desa Dijamin APBN hingga APBD
Perlahan, Koperasi Rochdale mampu mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi anggotanya pada tahun 1851. Kehadiran Rochdale mendorong lahirnya 100 koperasi konsumsi di Inggris pada tahun selanjutnya.
Koperasi-koperasi konsumsi itu akhirnya melebur dan menjadi pusat koperasi pembelian bernama The Cooperative Wholesale Society (C.W.S) pada tahun 1862. Rochdale sendiri terus berkembang dan membuka cabang di New York, Copenhagen, sampai Hamburg. C.W.S. semakin berkembang memasuki tahun 1945.
Mereka punya sekitar 200 buah pabrik berikut tempat usaha dengan 9.000 pekerja. Aset dan sumber daya tersebut menghasilkan perputaran modal menembus 55 juta poundsterling. Lima tahun kemudian, jumlah anggota koperasi mengalami peningkatan di seluruh wilayah Inggris berkat kesuksesan C.W.S.
Anggotanya menembus lebih dari 11 juta orang, sekitar 20% dari total penduduk Inggris yang berjumlah 50 juta orang. Perkembangan ini tak lepas dari konsistensi koperasi yang menempatkan kapital hanya sebagai pembantu, bukan penentu.

Chrisna Chanis Cara
Editor
