Negara Simpan Bitcoin sebagai Cadangan Strategis, Apa Peluang dan Risikonya?
- Menyikapi usulan ini, OJK juga mendorong eksplorasi terhadap instrumen investasi digital yang memiliki legalitas dan dasar yang lebih kuat, seperti Real World Asset (RWA) yang ditokenisasi.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Tokocrypto memberikan respons terhadap usulan dari pelaku industri aset kripto yang mendorong agar Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mempertimbangkan kepemilikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan strategis negara. Respons ini menunjukkan keterbukaan OJK terhadap inovasi, namun tetap menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan aset negara.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menyampaikan bahwa ide tersebut merupakan bentuk antusiasme dari pelaku usaha yang ingin memperkuat ekosistem keuangan digital nasional.
“Kami dalam posisi sangat menghargai adanya usulan yang tampaknya cukup inovatif dan dimunculkan dari pelaku usaha salah satu pedagang aset keuangan digital domestik terkait dengan keinginan atau usulan Danantara untuk mempertimbangkan kepemilikan cadangan Bitcoin sebagai langkah selain diversifikasi aset juga upaya untuk penguatan nilai tukar rupiah,” ujar Hasan saat Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) April 2025 beberapa waktu lalu.
- Peran Ikonik yang Mengubah Takdir, Momen Emas Para Bintang K-Drama
- 7 Artis Papan Atas yang Ubah Investasi Properti jadi Ladang Emas, Ada Taylor Swift
- Makanan Indonesia Masuk Daftar Tumisan Terenak di Dunia 2025, Ada Sambal Goreng
Hasan menegaskan, meski ide ini menarik, penting bagi pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan. Pasalnya, kepemilikan aset kripto oleh negara akan berdampak pada stabilitas keuangan dan perlu didukung oleh regulasi serta tata kelola yang kuat.
Tokocrypto: Strategi Diversifikasi yang Relevan
Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menyambut baik usulan tersebut. Menurutnya, hal ini mencerminkan kemajuan cara pandang pelaku industri terhadap peran strategis aset kripto dalam pembangunan ekonomi.
“Kami melihat usulan ini sebagai refleksi dari upaya menciptakan diversifikasi portofolio negara yang adaptif terhadap perkembangan zaman. Negara seperti Amerika Serikat bahkan telah mengumumkan strategi cadangan aset digital termasuk Bitcoin, sebagai langkah strategis jangka panjang,” ujar Iqbal.
Ia menambahkan, selama dikelola dengan prinsip governance dan mitigasi risiko yang baik, aset kripto seperti Bitcoin bisa menjadi bagian dari strategi diversifikasi cadangan negara. Terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar.
Belajar dari Amerika Serikat: Cadangan Digital Jadi Strategi Baru
Amerika Serikat saat ini sedang merancang strategi cadangan digital nasional, yang memasukkan Bitcoin dan sejumlah aset kripto lain ke dalam portofolio mereka. Strategi ini bertujuan untuk diversifikasi dan stabilisasi pasar, serta mengurangi tekanan penjualan dari institusi pemerintah saat menghadapi kebutuhan likuiditas.
Selain Bitcoin, AS juga mempertimbangkan Ethereum (ETH), Ripple (XRP), Solana (SOL), dan Cardano (ADA) sebagai bagian dari aset cadangan digital.
“Langkah AS ini memberikan preseden penting bahwa keterlibatan pemerintah dalam kepemilikan kripto tidak selalu berarti bentuk adopsi ekstrem, tetapi lebih pada strategi kebijakan moneter baru yang adaptif terhadap era digital,” jelas Iqbal.
Baca Juga: Bitcoin Diproyeksi Cetak Rekor Tertinggi Sebelum Akhir Mei 2025
Tokenisasi Real World Asset (RWA) sebagai Solusi Alternatif
Menyikapi usulan ini, OJK juga mendorong eksplorasi terhadap instrumen investasi digital yang memiliki legalitas dan dasar yang lebih kuat, seperti Real World Asset (RWA) yang ditokenisasi.
Instrumen ini mencakup aset-aset nyata seperti properti, proyek infrastruktur, atau komoditas yang ditransformasikan menjadi token berbasis blockchain. Menurut OJK, pendekatan ini lebih dapat diterima secara hukum dan memiliki potensi konkret dalam sistem keuangan.
Wan Iqbal turut menanggapi positif pendekatan ini. Ia menyebut RWA sebagai jembatan penting menuju adopsi teknologi blockchain yang lebih aman dan terukur.
“RWA menawarkan kombinasi terbaik antara inovasi dan mitigasi risiko. Ini bisa menjadi langkah awal sebelum pemerintah mempertimbangkan eksposur langsung terhadap Bitcoin dalam cadangan strategisnya,” ungkapnya.
RWA: Inovasi Digital yang Lebih Terukur
Menurut Iqbal, dengan tokenisasi aset nyata seperti properti dan proyek infrastruktur, pemerintah dapat tetap menjaga kualitas aset sembari memanfaatkan transparansi dan efisiensi teknologi blockchain.
“Pendekatan seperti ini lebih mudah diterima secara regulasi dan bisa membentuk fondasi kepercayaan publik terhadap inisiatif transformasi digital yang dilakukan negara,” tambah Iqbal.
Dia juga menilai bahwa keterlibatan negara dalam RWA akan membuka akses terhadap likuiditas global dan meningkatkan efisiensi investasi publik, tanpa harus langsung berhadapan dengan volatilitas tinggi dari aset kripto seperti Bitcoin.
- India Importir Terbesar Batu Bara RI, Adakah Efek Perang Kashmir?
- Panasonic Digoyang Rencana PHK 10 Ribu Pekerja
- Respons Pasar Usai AS-China Sepakati Penurunan Tarif Impor
Regulasi Adaptif Jadi Kunci
Usulan agar Bitcoin menjadi bagian dari cadangan strategis negara memang memicu diskusi penting tentang masa depan kebijakan investasi nasional di era digital.
Menurut OJK, langkah ke depan perlu difokuskan pada pembentukan kerangka kerja regulasi yang adaptif dan kolaboratif. Tujuannya agar inovasi tidak sekadar menjadi wacana, tetapi bisa benar-benar memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Usulan agar Bitcoin menjadi bagian dari cadangan strategis negara memang membuka diskusi penting mengenai arah kebijakan investasi nasional di era digital. OJK memberikan respons bijak dengan tetap membuka ruang eksplorasi sambil menekankan kehati-hatian. Langkah berikutnya perlu difokuskan pada pembentukan kerangka kerja regulasi yang adaptif dan kolaboratif, agar inovasi tidak hanya menjadi wacana, tapi benar-benar berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Iqbal.

Ananda Astridianka
Editor
