Fintech

Ironi Industri Kripto: Ketika Kerugian Negara Lebih Besar dari Penerimaan Pajak

  • Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap transaksi ilegal pada ekosistem kripto di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun setahun terakhir. Hal ini menjadi ironi mengingat pemerintah “hanya” mendapatkan penerimaan pajak dari transaksi aset kripto sebesar Rp1,09 triliun sejak 2022 hingga 2024.
Pinjaman Kripto Tanpa Jaminan Gratis Bitcoin.PNG
Bursa Kripto Indonesia (Istimewa)

JAKARTA—Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap transaksi ilegal pada ekosistem kripto di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun setahun terakhir. Hal ini menjadi ironi mengingat pemerintah “hanya” mendapatkan penerimaan pajak dari transaksi aset kripto sebesar Rp1,09 triliun sejak 2022 hingga 2024.

Kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun membuat Indonesia berada di posisi ketiga dalam indeks adopsi kripto global tahun 2024.  “Aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,3 triliun dalam kurun waktu setahun,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Asep Nana Mulyana, dalam keterangannya, Senin, 3 Februari 2025. 

Merujuk data yang dikantongi Kejagung, transaksi Kripto di Indonesia mencapai US$157,1 miliar. Asep menyebut para pelaku semakin mahir melakukan penipuan investasi berbasis kripto. 

“Mereka menggunakan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk menghilangkan jejak transaksi, cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar blockchain tanpa terdeteksi,” ujar Asep.

Adanya dugaan penggunaan kripto dalam menyamarkan hasil tindak pidana membuat para penyidik Kejagung didorong memiliki kemampuan investigasi lebih. Dengan demikian, potensi kerugian negara dapat diantisipasi. 

Pemahaman Teknologi Digital

Asep mengatakan pemahaman mengenai teknologi digital harus dimiliki para penyidik. Sehingga, Indonesia tetap menjadi negara yang aman untuk berbisnis. “Kami akan menghadapi banyak kasus yang menuntut kolaborasi antar satuan kerja. Dengan pemahaman yang sama, tentu best practices dalam investigasi aset kripto perlu menjadi pengetahuan kolektif,” ucap Asep.

Indonesia telah memiliki aturan tentang perkembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PSK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Aset Kripto. Aturan itu sebagai upaya menciptakan ekosistem kripto yang tertib, aman, dan menguntungkan bagi perekonomian negara.

Industri kripto di Indonesia sendiri terus berkembang dan kontributif terhadap pendapatan negara. Pemerintah mencatatkan penerimaan pajak dari transaksi aset kripto sebesar Rp1,09 triliun pada tahun 2024. 

Penerimaan tersebut terdiri dari Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, dan melejit menjadi Rp620,4 miliar pada 2024. Salah satu platform perdagangan kripto terbesar di Indonesia, INDODAX, menyumbang sekitar Rp490,06 miliar dari total pajak kripto nasional. 

Artinya, INDODAX berkontribusi sekitar 44,96% dari total pajak yang disetorkan ke kas negara, menegaskan peran pentingnya dalam industri kripto domestik. Pesatnya pertumbuhan penerimaan pajak ini tak lepas dari lonjakan transaksi aset kripto di Indonesia. 

Baca Juga: Mengintip Prospek Bitcoin di Februari setelah Kembalinya Trump ke Gedung Putih

Sepanjang Januari hingga November 2024, total transaksi kripto mencapai Rp556,53 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, angka ini mencerminkan peningkatan hingga 352,89%, menandakan ekosistem kripto yang semakin matang dan diterima luas oleh masyarakat.

INDODAX juga mencatatkan pertumbuhan yang pesat dalam volume transaksinya. Pada November 2024, volume transaksi INDODAX mencapai Rp21,28 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp23,76 triliun pada Desember 2024. Kenaikan ini menggarisbawahi tingginya minat masyarakat terhadap perdagangan aset digital.

Oscar Darmawan, CEO INDODAX, menegaskan bahwa pencapaian penerimaan pajak lebih dari Rp1 triliun mencerminkan kedewasaan pasar kripto di Indonesia. "Ini bukan hanya angka, tetapi bukti bahwa aset digital semakin diterima sebagai alternatif investasi yang sah oleh masyarakat," ujarnya.

Namun, Oscar menyoroti pentingnya kebijakan yang lebih mendukung bagi industri ini. Menurutnya, jika pajak pertambahan nilai (PPN) dihapuskan dari transaksi kripto, volume perdagangan bisa meningkat signifikan.

“Tanpa PPN, transaksi di Indonesia bisa jauh lebih besar, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara dari pajak kripto hingga dua atau tiga kali lipat," jelasnya belum lama ini.