Proyek Kian Masif, Seberapa Menjanjikan Bisnis Penyimpanan Karbon di RI?
- Era transisi energi membuat teknologi Carbon Capture Storage (CCS) diyakini makin dibutuhkan. Tidak terkecuali di Indonesia, bisnis CCS kini makin menjanjikan apalagi dengan inisiatif yang dilakukan pemerintah dengan siapkan berbagai regulasi pendukung.

Debrinata Rizky
Author


TANGERANG - Era transisi energi membuat teknologi Carbon Capture Storage (CCS) atau penangkapan dan penyimpanan karbon diyakini makin dibutuhkan. Tidak terkecuali di Indonesia, bisnis CCS kini makin menjanjikan apalagi dengan inisiatif yang dilakukan pemerintah dengan siapkan berbagai regulasi pendukung.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ariana Soemanto mengungkapkan bahwa investasi hulu migas tanpa menyertakan teknologi CCS sudah sangat besar.
Sehingga jika tren transisi energi yang mengharuskan penurunan emisi mau tidak mau CCS harus diimplementasikan dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak sedikit.
- Domain PeduliLindungi Dialihkan ke Situs Judol
- PGN Apresiasi Inisiatif Pemerintah Luncurkan Kebijakan Swap Gas untuk Pasokan Gas Domestik
- Menguat Lagi, Harga Emas Antam Hari ini Naik Rp8.000 per Gram
"CCS akan membutuhkan investasi sangat besar. Selama ini migas mendukung pertumbuhan ekonomi karena hasilkan multiplier effect tidak sedikit," ujar Ariana dalam sesi Plenary Session pada Indonesian Petroleum Association (IPA Convex) ke-49 2025, di ICE BSD Tangerang dilansir Kamis, 22 Mei 2025.
Sejauh ini ada beberapa proyek CCS yang tengah berjalan yakni di lapangan Sukowati dikerjakan oleh Pertamina. Kemudian rencana pengembangan proyek Sunda Asri antara Pertamina dan ExxonMobil.
Ada juga Masela yang digarap oleh Inpex Masela Ltd. Selanjutnya ada blok Sakakemang yang digarap oleh Repsol serta di blok Tangguh yang digarap oleh bp. Khusus untuk Tangguh bahkan Final Invesment Decision (FID) sudah selesai dengan total tambahan investasi mencapai US$ 7 miliar.
Tidak hanya itu, Ariana menuturkan sudah ada tiga proyek CCS mandiri yang diusulkan ke pemerintah. "Ada tiga proyek stand alone sudah diusulkan ke kami. Kami menunggu arahan pak Menteri," ungkap Ariana.
Saat ini Indonesia sudah memiliki Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini mengatur kegiatan CCS yang mencakup penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan emisi karbon secara aman dan permanen.
Garap CCS Sunda Asri
Direktur Keuangan dan Investasi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Dannif Danusaputro, mengungkapkan Pertamina saat ini tengah menggarap proyek CCS skala besar bersama dengan ExxonMobil di cekungan Sunda Asri.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Potensi Penyimpanan Karbon Nasional Tahun 2024 dalam rangka mendukung program Carbon Capture Storage (CCS). Potensinya sebesar 572 miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan sebesar 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir. Potensi penyimpanan yang besar tersebut akan cukup signifikan dalam mendukung target penurunan emisi jangka panjang.
Dalam kesempatan yang sama Executive Director of Indonesia CCS Center (ICCSC) Belladonna Maulianda, menjelaskan saat ini yang harus dikejar adalah kesepakatan dengan negara lain yayang akan memanfaatkan storage di Indonesia. "Agreement dengan negara lain, dengan negara tetangga dibutuhkan untuk memulai inisiatif investasi," kata dia.
Menurut Belladonna, posisi Indonesia saat ini adalah pionir CCS khususnya di kawasan Asia Pasific. Sebelum negara lain menyusul Indonesia harus tetap jadi tujuan utama negara-negara yang memiliki emisi CO2 tinggi seperti Korea Selatan dan Jepang yang terus mencari lokasi untuk menyimpan emisi karbonnya.
"Indonesia pionir pengembangan CCS di region. Ada kerjasama dengan Singapura. Negara lain juga bergerak. Indonesia harus jaga momentum," tegas Belladonna.
Pada tahun 2024 lalu Indonesia dan Singapura telah menandatangani Letter of Intent (LOI) untuk bekerja sama dalam kegiatan CCS Cross Border. Dalam LOI tersebut, Indonesia dan Singapura menegaskan pentingnya CCS sebagai metode dekarbonisasi, dan potensi CCS untuk mendukung kegiatan industri yang berkelanjutan dan menciptakan peluang ekonomi baru.

Ananda Astridianka
Editor
