Pro Kontra Subsidi BBM jadi BLT: Tepat Sasaran atau Sebaliknya?
- Bhima mengaskan dirinya tidak setuju skema subsidi BBM diganti dengan BLT karena BLT dinilai bersifat temporer. Sementara efek pencabutan subsidi BBM akan jangka panjang.

Debrinata Rizky
Author


JAKARTA - Pemerintah kembali mengontak-atik skema pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dengan berencana memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun hal ini memicu pro kontra, apakah akan tepat sasaran atau justru sebaliknya?
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, pemberian BLT bukan semata-mata hanya bertujuan untuk pengalihan kriteria penyaluran untuk masyarakat yang berhak saja, namun relevansi penggunaan dana BLT yang disalurkan juga harus menjadi pertimbangan.
"Apakah masyakarat yang diberikan BLT BBM digunakan secara tepat untuk membeli transportasi atau digunakan untuk cicilan utang, untuk beli rokok digunakan untuk hal-hal yang tidak ada relevansinya?" kata Bhima kepada TrenAsia.com pada Jumat, 13 Desember 2024.
- Bayang-bayang Saham ASII dan AUTO di Tengah Tantangan Sektor Otomotif di 2025
- Harga Sembako di Jakarta: Beras Muncul .I Naik, Gas Elpiji 3kg Turun
- ISAT, ADRO, dan TOWR jadi Saham Tercuan di Pembukaan LQ45 Hari Ini
Bhima mengaskan dirinya tidak setuju skema subsidi BBM diganti dengan BLT karena BLT dinilai bersifat temporer. Sementara efek pencabutan subsidi BBM akan jangka panjang.
Bhima menyoroti, BLT juga bisa jadi tidak relevan dengan naiknya harga BBM yang fluktuatif. Sehingga pengawasan penggunaan dana sesuai dengan tujuan yang ditetapkan pemerintah terasa bias.
Justru pemerintah dinilainya masih memiliki pekerjaan rumah (PR) pertama dalam hal data. Kata Bima sinkronisasi data harus dipastikan benar-benar untuk yang berhak, termasuk klasifikasi ojek online atau ojol dan golongan UMKM terutama logistik jasa transportasi, jasa pengantar makanan dan minuman juga turut diberikan BBM subsidi.
Kelas Menengah Harus Waspada
Bhima menyoroti jika Pemerintah kembali gegabah mengambil langkah perubahan skema BBM subsidi ini akan berakibat pada memicu inflasi lebih panjang. Sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kian melebar.
Masalah lain yang menghantui rencana ini akan berdampak pada kelas menengah ke bawah di mana harga kenaikan harga barang terutama kebutuhan pokok bisa memicu penurunan daya beli yang semakin terperosok.
"Rumus kimia awalnya untuk menurunkan impor BBM dan menghemat devisa negara namun efek kenaikan barang dapat memicu penurunan daya beli sehingga harus hati-hati dilakukan," lanjutnya.
Sehingga Celios menyarankan harus ada uji coba terlebih dahulu di kota-kota besar terutama Jabodetabek sebelum diberlakukan secara nasional.
Bhima mengkhawatirkan jika belum pernah dicoba bisa memicu angka kemiskinan lebih tinggi dan membuat konsumsi rumah tangga jauh lebih rendah pertumbuhannya di 2025.
BLT Pilihan Tepat
Berbeda dengan Celios, Pengamat Energi Iwa Garniwa mengatakan justru sepakat jika subsidi diberikan langsung kepada yang berhak dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Pasalnya Ia mencermati subsidi seharusnya memang berorientasi pada orang bukan pada produk.
"Saya termasuk yang sepakat sebaiknya subsidi itu diberikan langsung kepada yang berhak, cukup report dan harus cermat menghitung subsidi bila melalui perusahaan. karena pada prinsipnya yang disubsidi bukan produknya tetapi adalah orangnya yang memang perlu disubsidi dengan Daya beli rendah," katanya kepada TrenAsia.com pada Jumat, 13 Desember 2024.
Di samping itu Iwa menyebut pemerintah seharusnya membiarkan BUMN untuk memberikan harga atau tarif keekonomian untuk energi. Sehingga perusahaan bekerja secara professional tanpa dibebani dengan subsidi.

Ananda Astridianka
Editor
