Melihat Capaian Pertamina dalam Target NZE 2060
- Pertamina telah aktif mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT), seperti bioenergi dan geotermal.

Bintang Surya Laksana
Author


DUBAI - PT Pertamina (Persero) dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Conference of the Parties 28 (COP28) di Uni Emirat Arab paparkan capaiannya dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060.
Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza mengemukakan perusahaan sedang mengubah trilema energi yaitu keamanan, keberlanjutan, dan keterjangkauan energi untuk menjadi peluang. Pendekatan tersebut bertujuan menjawab permintaan energi yang terus meningkat sekitar 3,6 hingga 4,2 persen setiap tahunnya.
Oki menegaskan Pertamina telah aktif mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT), seperti bioenergi dan geotermal. Berbagai inovasi dan program tersebut diuraikan oleh Oki dalam diskusi dengan tema “Mainstreaming International Commitment and NDC's Implementation to Strengthen National Ambition” di Paviliun Indonesia, Dubai, pada tanggal 2 Desember 2023.
- Pipa Gas Belum Terkoneksi, Produksi JTB Diturunkan
- COP28: Dana US$777 Juta Ditawarkan untuk Perangi Penyakit Tropis
- Tiga Kapal Kargo Dihantam Rudal Houthi, Destroyer AS Jatuhkan Drone
Melalui inovasi dan program transisi energi ini, Pertamina berhasil mencatat penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31 persen sejak tahun 2010 hingga 2022. Upaya tersebut berdampak positif pada performa perusahaan yang memperoleh sejumlah pencapaian dalam penilaian aspek ESG (Environment, Social, and Governance).
"Di tahun 2022 peringkat ESG Pertamina naik menjadi 22,1. Pertamina menempati posisi ke-2 untuk kategori industri minyak dan gas terintegrasi. Peringkatnya naik signifikan dari tahun 2021, ini capaian yang sangat membanggakan," ujar Oki.
Dalam upaya mendukung keberlanjutan energi, Pertamina telah menerapkan beberapa strategi. Salah satunya adalah melalui pengurangan dan pemanfaatan gas buang, penangkapan metana, dan peningkatan efisiensi energi.
Pertamina berhasil menurunkan emisi dari pemanfaatan gas buang sebesar 5,3 juta metrik ton CO2 ekuivalen (MMtCO2e). Selain itu, perusahaan juga mencatat pengurangan emisi melalui peningkatan efisiensi energi sebesar 1,4 MMtCO2e, penggunaan bahan bakar gas sebesar 0,04 MMtCO2e, dan kegiatan lainnya yang berkontribusi sebesar 1,2 MMtCO2e.
Teknologi CCS
Pertamina juga telah mengembangkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilisation, and Storage (CCUS). Oki menjelaskan Pertamina telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan sembilan lokasi penangkapan karbon di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
Selain itu, Pertamina tengah mengembangkan green refinery atau kilang hijau. Oki mengungkapkan terdapat dua tahap pengembangan green refinery di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Tahap pertama telah selesai pada Februari 2022 dengan kapasitas produksi hidrogen sebesar 3 kilo barel per hari (KBPD).
"Ini merupakan langkah kami dalam mengurangi emisi melalui penggunaan bahan bakar yang memiliki emisi rendah," jelas Oki.
Teknologi tersebut memanfaatkan penggunaan minyak sawit yang telah dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya atau dikenal dengan istilah refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). Saat ini, tahap kedua sedang dilaksanakan dengan target kapasitas 6 KBPD. Selain itu, Pertamina juga memiliki teknologi petrokimia.
- Kinerja dan Rencana Janu Putra (AYAM) Pasca IPO di Harga Rp100 per Saham
- Mengenal 4 Karakter Dylan Wang dan Bai Lu di Drama Only for Love
- IHSG Kokoh di Level 7.000, Investor Kembali “Buang” Saham STRK dan MENN
Pada sektor transportasi, Pertamina berupaya mendekarbonisasi yang berfokus pada pengembangan biofuel. Menurut Oki, sektor transportasi menyumbang sekitar 20 persen dari total emisi. Untuk itu, Pertamina tengah mengembangkan biodiesel dengan target produksi sebesar 13 juta ton per tahun.
Selain biodiesel, Pertamina juga tengah mengembangkan bioetanol di Surabaya, Jawa Timur dan DKI Jakarta menggunakan sorgum. Menurut Oki, langkah selanjutnya akan melibatkan pengembangan bioetanol dari bakau, dimana glukosanya diambil dari jenis bakau nipah.
Di samping itu, Pertamina aktif dalam mengembangkan EBT, terutama dalam pengembangan sumber energi panas bumi atau geothermal di enam lokasi berbeda. Lokasi-lokasi tersebut tersebar di beberapa wilayah di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
Pada tahun 2023, kapasitas operasional produksi geothermal telah mencapai 672,5 megawatt (MW). Rencananya, Pertamina Geothermal Energy (PGE) akan meningkatkan kapasitas tersebut hingga 340 MW dalam dua tahun mendatang.
Terakhir, Pertamina telah melakukan pengembangan proyek hidrogen di lima klaster yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Batam, wilayah selatan Pulau Sumatra, Kota Cilegon, Sulawesi Utara, dan sepanjang wilayah Sumatra-Jawa. Proyek-proyek tersebut diperkirakan memiliki potensi produksi hidrogen mencapai 1,8 juta ton per tahun (Mtpa).
Kolaborasi
Dalam upaya untuk memperlancar strategi transisi energi dan mengurangi emisi, penting untuk menegaskan nilai dari kerja sama, pengembangan teknologi, dan dukungan peraturan. Oki mengungkapkan pengembangan proyek tersebut memerlukan kolaborasi bersama mitra strategis serta insentif dari pemerintah dengan tujuan untuk mendorong transfer teknologi, mengurangi risiko, dan memberikan bantuan bagi pertumbuhan perusahaan.
Direktur Transmisi dan Sistem Perencanaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Evy Haryadi meyakini pentingnya sinergi antara PLN dengan Pertamina. Sebagai badan usaha milik negara yang bergerak pada sektor energi, keduanya memegang peranan penting dalam mewujudkan agenda transisi energi.
Dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), Indonesia mencanangkan target penurunan emisi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri, dan 43,2 persen dengan bantuan internasional. Sektor energi memiliki target 358 MtCO2e dengan kemampuan sendiri, dan 446 MtCO2e dengan bantuan internasional.
Target aksi iklim dapat tercapai jika sinergi antarsektor dilakukan, contohnya sektor energi dan lingkungan. Untuk itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanti berpesan agar strategi perusahaan sektor energi digabungkan dengan strategi sektor lahan untuk mewujudkan aksi iklim.

Amirudin Zuhri
Editor
