Koperasi Desa Berpeluang Kelola Tambang, ESDM: Masih Tunggu Aturan Turunan
- Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) pada 18 Februari 2025 memungkinkan koperasi untuk mengelola tambang batu bara melalui skema prioritas.

Debrinata Rizky
Author


TANGERANG - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno membocorkan adanya kemungkinan Koperasi Desa (Kodes) Merah Putih dapat mengelola pertambangan.
Pengelolaan tambang batu bara melalui skema prioritas, sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Minerba. Tri mengatakan, hingga saat ini Kementerian ESDM yang dikepalai Bahlil Lahadalia menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebelum dapat menurunkannya di Peraturan Menteri (Permen).
- Penurunan Potongan Ojol Bisa Berdampak ke Konsumen, Pemerintah Harus Berbenah
- Harga Bitcoin Dekati Rekor Tertinggi, Transaksi Kripto di RI Melonjak hingga Rp32,7 Triliun
- Suami Najwa Shihab, Ibrahim Assegaf, Meninggal Dunia, Berikut Profilnya!
- Komitmen Manulife Aset Manajemen untuk Pendidikan: Dari Beasiswa hingga Renovasi Sekolah
“Ya, mungkin bisa (kelola tambang) tapi kami akan lihat dulu ke depannya,” ucap Tri Winarno ketika ditemui di IPA Convention & Exhibition, Tangerang, Banten, Selasa, 20 Mei 2025
Tri menyampaikan bahwa kriteria terkait koperasi yang bisa mengelola tambang nantinya akan diatur dalam aturan turunan UU Minerba. Saat ini, kata dia, pemerintah belum menentukan kriteria pasti koperasi yang bisa mengelola tambang batu bara.
Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) pada 18 Februari 2025 memungkinkan koperasi untuk mengelola tambang batu bara melalui skema prioritas.
3 Masalah Pembiayaan Kopdes
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani mengatakan, pola pengelolaan dan pembiayaan yang direncanakan, akan mempunyai masalah di tiga sisi. Pertama, sisi bank himbara. Perbankan adalah industri keuangan yang high regulated.
"Seluruh aktivitas di sektor perbankan akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK. Syarat formal kredit berupa character, capacity, capital, collateral dan condition (5C) akan sulit dipenuhi oleh Koperasi Merah Putih. Kalau program ini dibuat mandatory, bank himbara akan kesulitan secara teknis perbankan," katanya
Termasuk program KUR yang potensial dapat disalurkan lewat Koperasi Merah Putih, dinilai cenderung akan terhambat kondisi para debitur di masyarakat yang sedang marak terbelit masalah pinjaman online (pinjol) , yang membuat SLIK OJK juga menjadi kendala. Pemerintah harus membuat peraturan terobosan untuk mengatasi hal ini.
Sisi potensi masalah yang kedua kata Ajib, adalah dalam konteks keuangan negara.ketika Koperasi Merah Putih opsi pembiayaan diambilkan dari dana APBN, apakah itu berasal dari dana desa ataupun lainnya, koperasi akan potensi menjadi objek pemeriksaan dan audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Keuangan negara harus dikelola secara transparan, akuntabel dan efektif.
Sisi potensi masalah yang ketiga, adalah para pengelola koperasi. Dengan sumber daya yang ada dan literasi keuangan yang cenderung masih rendah, koperasi Merah Putih akan menghadapi masalah yang cukup serius kalau tidak bisa mengelola sesuai prinsip-prinsip dan standar pengelolaan keuangan negara.
Potensi masalah-masalah ini perlu dimitigasi dengan baik oleh pemerintah. Pemerintah cukup mengoptimalkan koperasi yang sudah ada, termasuk misalnya Koperasi-koperasi Unit Desa (KUD), dengan meningkatkan kualitas SDM, membuat sistem serta digitalisasi. Sehingga semangat berkoperasi tetap bisa dijalankan dengan baik, serta program pemerintah bisa berjalan maksimal.

Amirudin Zuhri
Editor
