Janji Investasi Arab Saudi di Indonesia Banyak yang Mangkrak, Ini Daftarnya
- Meski kerja sama strategis terus digaungkan, realisasi investasi Arab Saudi di Indonesia masih terbatas. Simak proyek-proyek yang mandek.

Debrinata Rizky
Author


JAKARTA – Dalam kondisi global yang tak menentu, pemerintah Indonesia terus mendorong masuknya investasi asing untuk memperkuat ekonomi dalam negeri, termasuk dari Arab Saudi.
Baru-baru ini, upaya tersebut diwujudkan melalui peningkatan kerja sama strategis antara Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi di sektor industri pertambangan dan mineral. Hal ini ditandai dengan kunjungan Menteri Perindustrian dan Sumber Daya Mineral Arab Saudi, Bandar Al-Khorayef, ke Jakarta pada 16–17 April 2025.
Dalam kunjungannya, Menteri Al-Khorayef mengadakan serangkaian pertemuan tingkat tinggi dengan pejabat Indonesia, yang difokuskan pada pendalaman kemitraan strategis di sektor pertambangan serta pembukaan peluang investasi baru.
Namun, jika menilik rekam jejak hubungan ekonomi kedua negara, banyak janji investasi dari Arab Saudi yang digaungkan sejak beberapa tahun lalu belum juga terealisasi secara konkret.
Berikut beberapa proyek investasi besar Arab Saudi di Indonesia yang mengalami kemajuan yang lambat atau bahkan mandek:
Proyek Kilang Minyak Cilacap (RDMP) – Gagal Terwujud
Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Cilacap merupakan hasil kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dan Saudi Aramco. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kompleksitas kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah, dengan nilai investasi sekitar US$6 miliar atau Rp80 triliun.
Awalnya, proyek ini dipandang sebagai aliansi strategis antara dua raksasa energi nasional. Namun, pada 2020, kerja sama tersebut dibatalkan akibat ketidaksepakatan dalam penilaian aset. Pertamina kemudian melanjutkan proyek ini sendiri dengan mitra dan skema pendanaan baru.
Rencana Kilang Tuban – Mandek di Meja Rencana
Saudi Aramco sempat menyatakan minat untuk membangun kilang baru di Tuban senilai US$10 miliar, dengan kapasitas 300.000 barel per hari. Proyek ini diproyeksikan menjadi kilang terbesar dengan teknologi termutakhir. Sayangnya, hingga kini belum ada perkembangan signifikan.
Pemerintah menyatakan proyek masih dalam tahap pembahasan lanjutan. Namun publik belum melihat langkah konkret, padahal proyek ini digadang-gadang akan memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak.
Kilang ini juga direncanakan terintegrasi dengan petrokimia dan akan menghasilkan 4.250 kilo ton produk petrokimia per tahun.
Modernisasi Kilang Dumai dan Balongan – Tak Kunjung Terlaksana
Selain proyek kilang baru, Saudi Aramco juga pernah menyatakan niat untuk menginvestasikan sekitar US$14 miliar guna memodernisasi tiga kilang milik Pertamina di Dumai, Balongan, dan Cilacap.
Namun, rencana kerja sama ini tidak berlanjut. Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina saat itu, Rachmad Hardadi, mengungkapkan bahwa pembatalan kerja sama dengan Saudi Aramco disebabkan oleh ketidaksepakatan dalam target waktu pembangunan. Pertamina menginginkan penyelesaian proyek dalam waktu yang lebih singkat.
“Semua itu tergantung situasi dan kondisi. Saat penandatanganan joint venture agreement oleh dua CEO, sudah ada kesepakatan untuk mengejar waktu dalam dua tahap. Akhirnya, karena tidak sepakat, Pertamina jalan sendiri,” ujar Hardadi di kantor pusat Pertamina, Jakarta, 30 Januari 2017.
Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) – Fokus ke Investor Lain
Proyek Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara dirancang sebagai kawasan industri ramah lingkungan dengan fokus pada sektor petrokimia. Proyek ini menarik minat investor dari Tiongkok dan Uni Emirat Arab, dengan nilai investasi tahap pertama sebesar US$13 miliar atau sekitar Rp186,1 triliun.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Utara menyatakan akan mempermudah proses perizinan serta memberikan insentif bagi investor yang berpartisipasi. Pemerintah daerah juga berkomitmen memberikan dukungan penuh untuk mempercepat realisasi KIHI.
Nota Kesepahaman (MoU) di Sektor Infrastruktur dan Energi
Indonesia dan Arab Saudi telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kerja sama di sektor infrastruktur dan energi. MoU ini melibatkan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dan Federation of Saudi Chambers (FSC), serta ACWA Power dan PT Pertamina International EP.
Kerja sama ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kedua negara. Namun hingga saat ini, belum tampak realisasi nyata dari MoU tersebut.
Investasi yang Terealisasi: Masih Skala Terbatas
Sejauh ini, investasi Saudi di Indonesia lebih banyak berada di tahap kerja sama dagang, seperti pasokan minyak dan LPG. Belum banyak investasi yang masuk ke sektor infrastruktur fisik atau industri hulu.
Pembahasan juga pernah dilakukan terkait kerja sama di sektor hilir seperti petrokimia, infrastruktur logistik energi, SPBU, hingga pasokan avtur. Saat ini, sekitar 13% kebutuhan LPG Indonesia dipasok oleh Aramco. Namun demikian, investasi langsung dalam pembangunan infrastruktur atau pabrik pengolahan masih sangat terbatas.

Ananda Astridianka
Editor
