Energi

Hilirisasi Batu Bara Bukan Hanya Gasifikasi DME

  • Kalau memang hitung-hitungan bisnisnya tidak masuk, sebaiknya program ini tidak dipaksakan. Ujung-ujungnya nanti perlu dana subsidi untuk produksi DME dari APBN. Ini kan seperti nutup kantong kiri dan buka kantong kanan
1723553017_13036e488d7a04621a30.jpg
Kawasan tambang batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) (Dok/Ist)

JAKARTA – Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) mengingatkan Pemerintah untuk tidak terpaku hanya pada proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) dalam upaya hilirisasi sumber daya alam tersebut. Pembina MITI, Mulyanto menyarankan agar Pemerintah mempertimbangkan alternatif lain yang lebih ekonomis dan berkelanjutan.

Menurut Mulyanto, meskipun program DME memiliki niat baik untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan menjaga permintaan batu bara di tengah tren pensiun dini PLTU. Hanya saja tetap harus ada pertimbangan matang dari sisi keekonomian dan teknologi.

“Kalau memang hitung-hitungan bisnisnya tidak masuk, sebaiknya program ini tidak dipaksakan. Ujung-ujungnya nanti perlu dana subsidi untuk produksi DME dari APBN. Ini kan seperti nutup kantong kiri dan buka kantong kanan,” ujar Mulyanto di Jakarta dilansir pada Senin, 21 April 2025.

Menurut mantan anggota Komisi VII DPR RI periode 2019–2024 ini, kondisi semakin rumit ketika perusahaan pemilik teknologi gasifikasi, Air Products asal Amerika Serikat, memutuskan mundur dari konsorsium proyek DME, menambah ketidakpastian kelanjutan program ini.

Di tengah ketidakpastian tersebut, Mulyanto menyoroti langkah progresif PT Bukit Asam (PTBA) yang tengah menjajaki alternatif hilirisasi batu bara dengan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Proyek ini difokuskan pada pengembangan artificial graphite dan anode sheet sebagai bahan baku baterai ion litium (Li-ion), yang diproyeksikan menjadi kebutuhan strategis di masa depan seiring transisi energi.

PTBA bahkan dikabarkan telah menyiapkan anggaran internal sebesar Rp300 miliar untuk membangun proyek percontohan pengolahan batu bara menjadi grafit sintetis. Mulyanto pun menegaskan pentingnya Pemerintah untuk tidak terlalu jauh mengintervensi BUMN secara politis.

MITI mengimbau Pemerintah untuk menyusun peta jalan hilirisasi batu bara yang lebih komprehensif, tidak hanya berorientasi pada satu teknologi, tetapi terbuka terhadap berbagai pendekatan inovatif yang berpotensi memberikan nilai tambah ekonomi secara maksimal.

“BUMN harus dibiarkan bergerak secara profesional. Pemerintah perlu memberi ruang agar mereka bisa tumbuh sehat sebagai entitas bisnis,” pungkasnya.