Energi

Bahlil Pastikan Kebutuhan LNG Nasional Masih Tercukupi, Belum Perlu Impor AS

  • Berdasarkan data Kementerian ESDM pemanfaatan gas bumi nasional pada tahun 2024 sebesar 5.786 BBTUD, porsi untuk kebutuhan domestik mencapai 67% atau sebesar 3.881 BBTUD, dan sisanya untuk kebutuhan ekspor .
1000041033.jpg
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia (Debrinata )

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, hingga saat ini kebutuhan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/ LNG). dalam negeri masih tercukupi. Sehingga tak perlu melakukan impor dalam waktu dekat.

Menurut Bahlil saat ini belum ada pembicaraan lanjut terkait impor LNG ke negara Amerika Serikat (AS) hingga Presiden Prabowo Subianto.

"Sampai dengan hari ini, kami menganggap bahwa kebutuhan masih tercukupi dari dalam negeri," katanya usai ditemui di Kementerian ESDM pada Senin, 28 April 2025.

Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, yang ada Kementerian ESDM membicarakan untuk mengimpor beberapa komoditas energi senilai US$10 miliar setara dengan Rp168,2 triliun (kurs Rp16,821 per dolar AS) diantaranya LPG, BBM dan minyak mentah (Crude) sebagai bahan pertimbangan negosiasi dengan AS.

Pasalnya Indonesia kata Bahlil, masih memiliki defisit neraca nilainya kurang lebih sekitar US$14,6 miliar atau Rp245,5 triliun. Sehingga Kementerian ESDM mempertimbangkan adanya belanja modal yang ada dari AS untuk melakukan pembangunan refinery (kilang minyak) bagian dari hilirisasi kedepannya.

Berdasarkan data Kementerian ESDM pemanfaatan gas bumi nasional pada tahun 2024 sebesar 5.786 BBTUD, porsi untuk kebutuhan domestik mencapai 67% atau sebesar 3.881 BBTUD, dan sisanya untuk kebutuhan ekspor 33% atau 1.905 BBTUD. Domestik LNG sebesar 19% (695 BBTUD).

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan peningkatan impor sejumlah komoditas strategis dari Amerika Serikat, termasuk minyak, gas alam cair (LNG), serta produk pertanian seperti gandum, kedelai, dan jagung.

Menkeu menegaskan hambatan perdagangan dan non-perdagangan saat ini menjadi fokus Pemerintah Indonesia. Secara berkelanjutan, Indonesia melakukan evaluasi terhadap berbagai hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, guna menciptakan iklim perdagangan yang lebih terbuka dan efisien. 

“Di sisi tarif, sebagian besar tarif Indonesia sebenarnya sangat rendah, tetapi kami akan selalu mengevaluasi dan melihat apakah ada area yang dapat kami tingkatkan di sisi tarif,” kata Menkeu.