Pengamat Sebut Surat Utang Baru Hanya Bebani Generasi Selanjutnya
JAKARTA – Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Mukhaer Pakkanna menyebut penerbitan tiga surat utang untuk membiayai pandemi bond adalah akal-akalan pemerintah untuk menambah utang luar negeri. Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan sumber pembiayaan penanganan COVID-19 akan berasal dari sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp160 triliun, Dana Abadi Pemerintah, Badan Layanan Umum, dan anggaran […]

Ananda Astri Dianka
Author


Sumber: Dokumentasi Trenasia
(Istimewa)JAKARTA – Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Mukhaer Pakkanna menyebut penerbitan tiga surat utang untuk membiayai pandemi bond adalah akal-akalan pemerintah untuk menambah utang luar negeri.
Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan sumber pembiayaan penanganan COVID-19 akan berasal dari sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp160 triliun, Dana Abadi Pemerintah, Badan Layanan Umum, dan anggaran refocussing berdasarkan Peraturan Presiden.
“Tentu mengais anggaran sebesar itu, saya rasa cukup untuk antisipasi eskalasi efek wabah Covid-19. Apalagi jika pemerintah mengambil tambahan anggaran sebesar Rp89,472 triliun atau 19,2% dari anggaran proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan,” kata Mukhaer, Selasa 7 April 2020.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/ 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara tertanggal 31 Maret 2020, Pemerintah akan menggelontorkan anggaran untuk penanganan wabah COVID-19 sebesar Rp405,1 triliun.
Selain itu, dia menyebut jika pemerintah mengambil dari alokasi anggaran infrastruktur dalam anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) 2020 sebesar Rp419,27 triliun maka sudah cukup besar untuk antisipasi efek pandemi.
“Saya agak yakin, dari sisi kesehatan APBN akan lebih aman dan defisit anggaran APBN 2020 tidak akan melebihi angka patokan 3% sesuai UU,” ujarnya.
Hanya saja Mukhaer yang juga Ketua Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perguruan Tinggi Muhammadiyah (AFEB-PTM) menyayangkan pemerintah yang tampaknya akan membatalkan jalur itu.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan, Sri Mulyani kemarin mengumumkan penerbitan utang luar negeri (ULN). Hasil penjualan surat utang bernilai total Rp68,8 triliun ini akan didukung oleh lembaga-lembaga keuangan swasta multinasional, seperti Citigroup, Deutsche Bank, Golman Sach, HSBC, dan Standar Chartered.
“Maka tidak heran penerbitan Pandemic Bond dalam dua hari ini telah memproleh dana sebesar US$4,3 miliar. Dengan dalih pemerintah bahwa Pandemic Bond itu bertenor jangka panjang. Bahkan pemerintah berharap dengan surat utang itu negara akan memperoleh dana sebesar Rp549 triliun,” tambah dia.
Lebih lanjut Sekretaris Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menjelaskan bahwa dalam penanggulangan wabah COVID-19 ini, pemerintah sejatinya ingin mengandalkan utang luar negeri. Artinya, beban anggaran penanggulangan wabah COVID-19 ini akan dialihkan ke generasi mendatang. Pemerintah kurang mau tanggung jawab. Kedua, tentu akan membuat defisit APBN makin membengkak.”
“Saya kira langkah pemerintah ini membahayakan. Padahal potensi anggaran domestik masih cukup besar. Seberapapun kecilnya, anggaran pejabat negara harus dipotong, selain dana-dana dari pembangunan ibu kota baru, infrastruktur, SAL, Dana Abadi, dan lainnya yang harus dimanfaatkan secara optimal, bukan menambah utang baru dengan dalam wabah Covid-19,” ujar Mukhaer.
