Menyelami Prospek Saham Domestik di 2025 (Bagian I): Peluang dan Tantangan di Tengah Tren IHSG Negatif
- Tren pelemahan indeks komposit dalam beberapa hari terakhir mencerminkan penurunan sebesar 6,32% selama satu minggu terakhir. Kondisi IHSG bahkan menyentuh level yang terakhir kali tercatat pada Januari 2022.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA – Di tengah ketidakpastian pasar saham domestik, investor mulai mempertanyakan prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2025. Setelah mencatatkan penurunan signifikan, bagaimana pasar saham Indonesia akan berkembang dalam menghadapi tantangan global dan domestik yang semakin kompleks?
Berdasarkan data penutupan perdagangan pada Senin, 10 Februari 2025, IHSG turun 1,40% ke level 6.648,14. Tren pelemahan indeks komposit dalam beberapa hari terakhir mencerminkan penurunan sebesar 6,32% selama satu minggu terakhir. Kondisi IHSG bahkan menyentuh level yang terakhir kali tercatat pada Januari 2022.
Lantas, apa yang menjadi pendorong pelemahan IHSG? Pelemahan indeks composite disebabkan oleh capital foreign outflow yang jumbo dengan tolat dana keluar selama satu minggu terakhir mencapai Rp4,62 triliun.
- Harga Sembako di DKI Jakarta: Daging Kambing Naik, Ikan Mas Turun
- Rayakan Imlek di 3 Kota, Bank Mandiri Perkuat Layanan dan Inovasi Digital
- MDKA hingga GOTO Paling Cuan di Pembukaan LQ45 Hari Ini
Dari sisi sektor saham, sejumlah saham big cap menjadi penyumbang utama penurunan IHSG, di antaranya saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang hingga perdagangan Selasa, 11 Februari 2025, telah melemah 12,50% selama satu minggu terakhir, kini harga sahamnya berada di level Rp4.900 per saham.
Selain saham BMRI, pelemahan IHSG juga didorong oleh trio saham konglomerat Prajogo Pangestu, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), yang melemah 29,89% selama satu minggu terakhir, ke level Rp6.275 per saham.
Sementara itu, dua saham Prajogo Pangestu lainnya, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), mengalami penurunan sebesar 41,29% ke level Rp8.425 per saham, dan PT Barito Pacific Tbk yang turun 16,58% selama satu minggu terakhir menjadi Rp805 per saham.
Pelemahan IHSG ini juga beririsan dengan depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Mata uang rupiah bahkan tercatat tidak pernah kembali menyentuh level Rp15.000 sejak awal tahun dan cenderung terus melemah di hadapan dolar AS.
Dampak Sentimen Global Terhadap IHSG
Chief Economist dan Head of Research Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menyampaikan bahwa IHSG terpengaruh oleh berbagai sentimen global. Salah satu faktor yang menyebabkan IHSG terkoreksi adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
“Selain itu, kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang berpotensi meningkatkan inflasi di AS, membuat The Fed sulit untuk menurunkan suku bunga (Fed Funds Rate/FFR),” kata Rully dikutip dari Antara pada Senin, 11 Februari 2025.
Rully juga mengungkapkan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi global, khususnya di China, serta kekuatan dolar AS yang tetap tinggi dibandingkan mata uang negara lain turut memberi dampak negatif terhadap IHSG.
Ia menambahkan bahwa di dalam negeri, sulit ditemukan faktor positif yang dapat mendukung penguatan IHSG, karena pemberitaan yang berkembang lebih banyak berfokus pada isu negatif. “Hampir tidak ada sentimen positif baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dapat menopang IHSG saat ini, yang menyebabkan tekanan terus berlanjut,” paparnya.
Selain itu, Trump juga mengungkapkan bahwa tarif tambahan akan diumumkan pada 11 atau 12 Februari 2025, yang menambah kekhawatiran tentang inflasi dan dapat membatasi potensi penurunan suku bunga acuan The Fed.
Meskipun IHSG melemah, Mirae Asset Sekuritas Indonesia tetap mempertahankan target IHSG di level 8.000. Pemulihan IHSG akan sangat bergantung pada berkurangnya tekanan berita negatif di pasar serta kembalinya arus dana asing secara solid ke Indonesia.
Proyeksi dan Perspektif IHSG Kedepan
Sementara itu, Pilarmas Investindo Sekuritas mengukapkan pelemahan ini terjadi karena adanya sentimen kebijakan tarif impor sebesar 25% yang ditetapkan oleh Presiden AS, Donald Trump. "Kebijakan tarif oleh pemerintah AS diprediksi akan terus berlanjut, sehingga memberikan dampak pada negara emerging market," tulisnya dalam riset.
Salah satu negara yang terdampak kebijakan ini adalah Indonesia, karena dinilai akan tertekan dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dan membutuhkan lebih banyak pemangkasan suku bunga acuannya.
Secara teknikal, IHSG berpotensi mengalami pelemahan lebih lanjut dengan titik terendah di level 6.560. Jika level tersebut terlewati, IHSG dapat terkoreksi lebih jauh ke level 6.460, bahkan bisa melampaui level tersebut.
“IHSG juga berpotensi mengalami koreksi hingga level psikologis 6.500. Ada support kuat di rentang 6.500 hingga 6.600, namun jika level ini tembus, IHSG bisa turun lebih dalam ke level 6.000,” jelas mereka.
Untuk itu, kata Pilarmas, fokus saat ini adalah menghentikan pelemahan dan memberikan stabilitas bagi IHSG dalam jangka pendek. Aliran keluar dana asing dan persepsi negatif terhadap kebijakan domestik turut menambah tekanan pada IHSG.
Pada perdagangan pagi tadi, IHSG turun 5,908 poin (0,09%) ke level 6.642,233. Di pasar valuta asing, rupiah menguat terhadap dolar AS, dengan kurs pada pukul 08.57 WIB berada di Rp 16.356, melemah 2,00 poin (0,01%).
Sementara itu, bursa Asia cenderung turun pada perdagangan Senin kemarin. Indeks Nikkei 225 Jepang naik tipis 0,04%, sementara Topix turun 0,15%. Indeks Hang Seng Hong Kong menguat 1,84%, sedangkan Taiex Taiwan melemah 0,96%.

Amirudin Zuhri
Editor
