Masuk MSCI Small Cap, Saham MBMA Melejit: Sinyal Kembalinya Kepercayaan Pasar?
- Dari sisi analis, prospek MBMA tetap dipandang menjanjikan. Berdasarkan konsensus Bloomberg, 15 dari 17 analis menyematkan rekomendasi beli dengan target harga rata-rata Rp531 per saham, mencerminkan potensi kenaikan 53,46% dari harga saat ini.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA - Saham emiten tambang logam nikel, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) melonjak tajam pada perdagangan Rabu, 14 Mei 2025. Kondisi terjadi setelah perseroan diumumkan masuk ke dalam daftar MSCI Indonesia Small Cap Index.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, saham MBMA sempat melejit 6,47% ke level Rp362 per saham. Hingga pukul 15.20 WIB, saham ini telah ditransaksikan sebanyak 3,6 juta lot dengan nilai perdagangan mencapai Rp132,11 miliar.
Sepanjang April hingga pertengahan Mei 2025, saham MBMA mencatatkan kenaikan 28,06%, meski secara year-to-date masih terkoreksi 22,27%. Inklusi ke dalam indeks MSCI menjadi katalis yang mendorong arus masuk investor institusi, terutama manajer investasi global yang menjadikan indeks ini sebagai acuan utama dalam pengelolaan portofolio mereka.
- Saham ANTM Anjlok Usai Kesepakatan Dagang AS–China Tekan Emas, Konsensus Optimis?
- Menilik Proyek Chandra Asri yang Dipalak Rp5 Triliun, Apa Dampaknya bagi Ekonomi Cilegon?
- Ketakutan Pada Robot Humanoid: Respons Makin Miripnya AI dengan Manusia?
Info saja, MBMA ini berada di bawah naungan Merdeka Group yang terafiliasi dengan konglomerat Garibaldi ‘Boy’ Thohir dan Grup Saratoga. Reputasi dan jejaring bisnis kedua entitas ini turut memperkuat persepsi pasar terhadap prospek jangka panjang MBMA, terutama di tengah meningkatnya perhatian global pada komoditas logam untuk transisi energi.
Di sisi operasional untuk tahun 2025, MBMA menargetkan pengiriman bijih saprolit sebesar 6–7 juta wet metric ton (wmt) dan limonit sebanyak 12,5–15 juta wmt pada 2025. Untuk produk hilir, perseroan menargetkan produksi nickel pig iron (NPI) sebesar 80.000–87.000 ton serta MHP sebanyak 25.000–30.000 ton, dengan efisiensi biaya sebagai fokus utama.
Sebelumnya, Presiden Direktur MBMA, Teddy Oetomo, menyatakan bahwa seluruh target produksi tersebut akan ditopang oleh beroperasinya fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL). Ia menekankan bahwa efisiensi dan keberlanjutan tetap menjadi prinsip utama operasional, termasuk dalam pengembangan wilayah tambang Sulawesi Cahaya Mineral yang produksinya melonjak dua kali lipat pada 2024.
Dari sisi analis, prospek MBMA tetap dipandang menjanjikan. Berdasarkan konsensus Bloomberg, 15 dari 17 analis menyematkan rekomendasi beli dengan target harga rata-rata Rp531 per saham, mencerminkan potensi kenaikan 53,46% dari harga saat ini. Beberapa target tertinggi datang dari Buana Capital (Rp600), Citi (Rp570), dan Ciptadana Sekuritas (Rp400).
Analis Buana Capital Dennis Tay menyebut valuasi MBMA masih menarik dengan proyeksi EV/EBITDA sebesar 14,5 kali pada 2025. Meski begitu, ia menggarisbawahi bahwa risiko harga nikel global dan potensi keterlambatan proyek tetap menjadi faktor yang perlu dicermati dalam beberapa kuartal mendatang.
Dengan momentum dari MSCI, ekspansi terukur, serta sokongan pemegang saham kuat seperti Boy Thohir dan Grup Saratoga, MBMA semakin menegaskan posisinya di tengah peta industri logam strategis nasional. Emiten ini dinilai memiliki peluang besar menjadi pemain kunci dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik regional.
Selain MBMA, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) juga masuk ke dalam daftar MSCI Small Cap. Sementara itu, empat saham besar, HRUM, INDY, SMRA, dan WIKA, dikeluarkan. Rebalancing ini menunjukkan pergeseran preferensi pasar dari sektor energi fosil dan konstruksi ke emiten berbasis bahan baku strategis dan infrastruktur digital.

Amirudin Zuhri
Editor
