Tren Pasar

Terburuk Sejak 2020, Intip 4 Penyebab Harga Emas Anjlok 5 Persen

  • Harga emas dunia anjlok 5,2% ke US$4.125 per ons troi akibat aksi ambil untung investor setelah reli panjang dan ketegangan pasar mereda.
Ilustrasi emas batangan.
Ilustrasi emas batangan. (mmtcpamp)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Setelah sempat berkilau di level tertinggi sepanjang sejarah, harga emas dunia kini meredup tajam. Pada perdagangan Selasa 21 Oktober 2025), harga emas spot ambruk 5,2% ke level US$4.125,22 per ons troi, mencatat penurunan harian terbesar sejak Agustus 2020.

Kontrak berjangka emas Desember 2025 juga terperosok 5,7% ke US$4.109,10 per ons troi, menandai koreksi besar setelah reli panjang yang berlangsung selama berminggu-minggu.

Lantas, apa yang membuat harga logam mulia ini terjun bebas setelah reli spektakuler sepanjang tahun?, Dihimpun TrenAsia dari berbagai sumber, Rabu, 22 Oktober 2025  berikut sederet penyebab utamanya.

1. Aksi Ambil Untung Setelah Reli Panjang

Koreksi tajam harga emas terutama dipicu oleh aksi ambil untung (profit taking) dari para investor yang sebelumnya menikmati reli panjang. 

Sejak awal Oktober, harga emas terus mencetak rekor baru akibat ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Namun, begitu kondisi pasar mulai tenang, investor beralih untuk mengamankan keuntungan. 

“Pasar sedang mencari keseimbangan baru setelah reli yang terlalu cepat,” kata Tai Wong, dikutip laman goldmarket.fr, Rabu, 22 Oktober 2025.

2. Penguatan Dolar AS Tekan Harga Logam Mulia

Kenaikan indeks dolar AS sebesar 0,4% turut memperberat tekanan terhadap harga emas. Dolar yang menguat membuat emas menjadi lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga menekan permintaan global.

Analis Jim Wyckoff dari Kitco Metals menyatakan bahwa pergeseran selera risiko (risk appetite) di pasar keuangan global menjadi salah satu penyebab utama pelemahan harga emas. “Minat terhadap aset berisiko meningkat, sementara logam safe haven seperti emas kehilangan daya tariknya,” ujar Wyckoff.

Sedangkan analis Tradu.com, Nikos Tzabouras menyebut bahwa meningkatnya sentimen “risk-on” dan penguatan dolar AS telah menurunkan daya tarik emas sebagai aset safe-haven.

3. Pasar Antisipasi Kebijakan The Fed dan Inflasi AS

Selain faktor teknikal, pasar juga tengah menanti data inflasi Amerika Serikat (CPI) September 2025 yang diperkirakan naik 3,1% year-on-year, serta keputusan The Fed pekan depan. Banyak analis memperkirakan bank sentral AS akan memangkas suku bunga 25 basis poin, kebijakan yang biasanya mendukung penguatan emas.

Namun, ketidakpastian waktu pemangkasan dan perbaikan data ekonomi AS membuat investor bersikap hati-hati. Bank investasi Citi memproyeksikan harga emas akan berkonsolidasi dalam dua hingga tiga minggu ke depan sebelum melanjutkan tren baru.

4. Permintaan Fisik Masih Kuat, Tapi Terpukul Harga Tinggi

Data World Gold Council (WGC) mencatat, permintaan emas global sepanjang kuartal III-2025 naik 7% dibanding periode yang sama tahun lalu, terutama dari bank sentral Asia dan Timur Tengah. 

Meski demikian, permintaan ritel melemah akibat lonjakan harga yang terlalu cepat pada awal bulan. Dalam jangka panjang, analis menilai koreksi kali ini justru sehat bagi pasar karena memberi ruang bagi stabilisasi harga. Ketidakpastian geopolitik dan arah kebijakan moneter global masih berpotensi menjaga daya tarik emas sebagai aset lindung nilai utama.

Tak hanya emas, logam mulia lainnya juga ikut tertekan. Harga perak anjlok 9% ke US$48,71 per ons troi, penurunan harian terbesar dalam setahun terakhir. 

Tekanan juga meluas ke pasar logam industri seperti tembaga dan platinum yang ikut terkoreksi karena penguatan dolar dan penurunan permintaan jangka pendek.