Tancap Gas Hilirisasi, 3 Lembaga Khusus Dibentuk untuk Kawal Investasi
- Pemerintah Indonesia memperkuat hilirisasi lewat Satgas, Kementerian, dan Badan Industri Mineral. Targetnya, ribuan lapangan kerja baru dan rantai pasok global.

Debrinata Rizky
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pemerintah Indonesia makin tancap gas dalam agenda hilirisasi sumber daya alam. Tak lagi puas hanya menjual bahan mentah, pemerintah kini membentuk sejumlah badan khusus agar industri hilir berkembang lebih cepat dan terintegrasi.
Langkah terbaru adalah peluncuran Badan Industri Mineral pada Agustus 2025. Kehadiran lembaga ini menegaskan hilirisasi sebagai strategi ekonomi nasional jangka panjang, bukan sekadar jargon politik.
Hilirisasi dipercaya menjadi kunci membuka lapangan kerja baru, memperkuat cadangan devisa, sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor produk jadi. Indonesia pun bertekad memposisikan diri sebagai pemain utama dalam rantai pasok global, terutama di tengah transisi energi. Lantas, badan apa saja yang kini menjadi motor utama percepatan hilirisasi di Indonesia?
1. Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional
Satgas ini dibentuk melalui Keppres No. 1 Tahun 2025 dengan komando Menteri Investasi/Kepala BKPM saat itu, Bahlil Lahadalia. Mandat Satgas antara lain mengkoordinasikan percepatan hilirisasi di sektor minerba, migas, pertanian, kehutanan, hingga kelautan. Mempercepat realisasi program ketahanan energi, mulai dari BBM, batu bara, listrik, hingga energi baru terbarukan dan memangkas jalur birokrasi agar izin proyek bisa lebih cepat keluar.
Menurut kajian awal Satgas, terdapat 18 proyek strategis hilirisasi dengan nilai investasi jumbo. Proyek hilirisasi minerba menjadi yang terbesar, yakni 8 proyek senilai US$20,1 miliar dengan potensi menyerap 104.974 tenaga kerja.
Selain itu, proyek di sektor pertanian diperkirakan menyerap 23.950 tenaga kerja, kelautan 67.100 tenaga kerja, serta transisi energi senilai US$2,5 miliar dengan proyeksi 29.652 tenaga kerja. Adapun sektor ketahanan energi mencatat nilai investasi US$14,5 miliar dengan penyerapan 50.960 tenaga kerja. Secara keseluruhan, 18 proyek ini berpotensi menciptakan lebih dari 276 ribu lapangan kerja langsung maupun tidak langsung.
2. Badan Industri Mineral
Diluncurkan pada 25 Agustus 2025, Badan Industri Mineral dipimpin oleh Brian Yuliarto, akademisi sekaligus praktisi teknologi. Fokus utama lembaga ini adalah mengelola hilirisasi mineral strategis seperti nikel, bauksit, dan tembaga.
Badan ini bertugas memberikan kepastian hukum dan regulasi, agar iklim investasi lebih terjamin serta nilai tambah mineral benar-benar dinikmati di dalam negeri. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia menargetkan diri sebagai tulang punggung industri baterai kendaraan listrik global.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menegaskan pembentukan lembaga ini adalah instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto. Selain mengawal hilirisasi mineral utama, Badan Industri Mineral juga akan mengembangkan penelitian terkait mineral kritis seperti logam tanah jarang (rare earth element) yang bernilai tinggi dan berperan penting dalam teknologi masa depan.
3. Kementerian Investasi dan Hilirisasi
Kementerian ini lahir pada 2024 sebagai evolusi dari BKPM. Tugasnya bukan hanya menggaet investor asing, tetapi juga memastikan investasi benar-benar masuk ke proyek hilirisasi, bukan sekadar eksplorasi bahan mentah.
Pipeline industri hilir—mulai dari pembangunan smelter, pabrik pengolahan, hingga manufaktur turunan dikawal secara langsung agar terbentuk rantai nilai di dalam negeri.
Hilirisasi juga diposisikan sebagai strategi menghadapi tren global. Permintaan nikel dan tembaga untuk baterai kendaraan listrik melonjak tajam seiring transisi energi dunia. Indonesia tak mau sekadar menjadi pemasok mentah, melainkan ingin tampil sebagai pemain utama rantai pasok global.
Dengan hadirnya Satgas Hilirisasi, Badan Industri Mineral, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi, pemerintah menegaskan bahwa hilirisasi adalah agenda prioritas nasional. Tantangannya kini adalah memastikan koordinasi antarlembaga berjalan efektif, sehingga cita-cita Indonesia untuk naik kelas dari pengekspor bahan mentah menjadi pusat industri bernilai tambah bisa benar-benar terwujud.

Debrinata Rizky
Editor
