Tren Pasar

Suku Bunga Turun, Kenapa Masih Ada Jebakan di Saham Perbankan?

  • BI pangkas suku bunga, menjadi vitamin bagi saham perbankan. Namun, waspadai jebakan likuiditas dari target pajak. Simak analisis lengkapnya.
Aktifitas Bursa Saham - Panji 1.jpg
Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan, memicu optimisme di pasar saham perbankan. Saham-saham raksasa seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sontak merespon positif kabar baik ini.

Namun, di balik sentimen positif ini, para analis melihat adanya sebuah jebakan atau risiko yang perlu diwaspadai oleh para investor. Langkah pelonggaran moneter BI ini, yang merupakan keempat kalinya sepanjang 2025, ternyata diiringi oleh tantangan baru dari sisi fiskal.

Meskipun begitu, rekomendasi untuk saham perbankan secara umum tetap positif di tengah dinamika pasar ini. Lantas, apa saja prospek dan risiko yang membayangi sektor ini ke depan? Mari kita bedah tuntas lima poin pentingnya bagi para investor.

1. Prospek Positif: BI Rate Turun ke Level 5%

Kabar baik pertama adalah keputusan Bank Indonesia untuk kembali memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00%. Menurut analis BRI Danareksa Sekuritas, langkah ini berpotensi menurunkan Biaya Dana (Cost of Fund/CoF) perbankan.

Dampaknya dinilai akan semakin besar jika Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ikut memangkas suku bunganya pada September 2025. “Penurunan suku bunga LPS akan memberikan fleksibilitas lebih besar bagi bank untuk menurunkan harga deposito tanpa berisiko kehilangan dana pihak ketiga,” tulis mereka dalam risetnya dikutip pada Jumat, 22 Agustus 2025.

Kondisi ini akan sangat menguntungkan bagi profitabilitas bank. Dengan biaya dana yang lebih rendah, bank diperkirakan akan mampu menjaga Margin Bunga Bersih (Net Interest Margin/NIM) mereka tetap stabil dan sehat di tengah persaingan yang ketat.

2. Jebakan Tersembunyi: Target Pajak yang Lebih Tinggi

Namun, di sinilah letak 'jebakan' atau risiko utamanya. Target penerimaan pajak pemerintah pada tahun 2026 yang lebih tinggi dinilai dapat menimbulkan risiko baru bagi sektor perbankan, terutama dari sisi ketersediaan likuiditas di dalam sistem.

Keduanya menjelaskan, kenaikan pembayaran pajak berarti akan terjadi aliran dana keluar yang lebih besar dari sektor swasta menuju rekening pemerintah. Hal ini secara langsung dapat mengurangi likuiditas yang beredar di dalam sistem perbankan secara keseluruhan.

Akibatnya, bank kemungkinan harus kembali menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi untuk menarik dana. “Hal ini justru akan kembali meningkatkan biaya dana mereka dan berpotensi menetralkan dampak positif dari pemangkasan suku bunga BI,” tambah analis BRI Danareksa Sekuritas.

3. Risiko Lanjutan ke Sektor Riil

Dampak dari target pajak yang tinggi tidak berhenti di situ. Di level rumah tangga, ini berarti akan terjadi penurunan pendapatan yang bisa dibelanjakan, yang pada akhirnya bisa memengaruhi kemampuan mereka dalam membayar cicilan pinjaman.

Sementara itu, di dunia usaha, baik UMKM maupun korporasi, kemungkinan akan menunda rencana ekspansi atau mengurangi modal kerja. Hal ini secara langsung akan menekan permintaan kredit, yang merupakan 'mesin uang' utama bagi perbankan.

Kombinasi antara potensi kenaikan NPL dan pelemahan permintaan kredit inilah yang menjadi risiko lanjutan. Investor perlu mencermati bagaimana bank-bank besar akan menavigasi tantangan dari sisi sektor riil ini di masa mendatang.

4. Rekomendasi Analis: BBCA Jadi Pilihan Utama

Meskipun ada risiko 'jebakan' likuiditas, para analis secara umum tetap optimistis. BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan peringkat netral untuk sektor ini, namun dengan rekomendasi "Beli" untuk mayoritas bank besar yang mereka ulas.

Berdasarkan kondisi di atas, emiten berkodekan BBCA menjadi pilihan utama (top pick) mereka, dengan target harga Rp11.900. Analis menilai saham-saham yang sebelumnya berkinerja lemah, seperti BBCA, BBRI, dan BMRI, justru akan diuntungkan dari sentimen ini.

Rekomendasi "Beli" juga diberikan untuk BMRI (target Rp5.900), BBNI (target Rp4.800), dan BBTN (target Rp1.400). Sementara itu, untuk bank syariah seperti BRIS dan BTPS, rekomendasinya adalah "Tahan" (Hold).

5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?

Bagi investor, kondisi saat ini menyajikan sebuah pertarungan antara sentimen positif jangka pendek melawan risiko struktural jangka menengah. Penurunan suku bunga BI adalah 'vitamin' yang sangat baik, namun 'jebakan' likuiditas dari target pajak perlu diwaspadai.

Strategi yang disarankan adalah tetap selektif. Memilih bank dengan fondasi pendanaan terkuat, seperti BBCA dengan rasio dana murah (CASA) yang sangat tinggi, menjadi kunci. Kualitas aset juga menjadi faktor penentu utama di tengah potensi tekanan.