Nasional

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga: Dampak UU Ciptaker Bagi Pekerja Outsourcing

  • Masalah ketenagakerjaan tidak hanya berhenti pada persoalan outsourcing. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal juga menjadi isu besar yang menggambarkan lemahnya ketahanan sektor industri nasional.
Demo Buruh Rokok Keemenkes - Panji 5.jpg
Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar aksi unjuk rasa nasional di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Selasa, 10 Oktober 2024.  Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA - Praktik outsourcing masih menjadi polemik dalam dunia kerja di Indonesia. Di satu sisi, sistem ini memberikan fleksibilitas bagi perusahaan dalam mengelola anggaran dan tenaga kerja. 

Namun tanpa pengaturan dan pengawasan yang ketat, praktik ini dapat merugikan pekerja, terutama dalam hal kepastian kerja dan perlindungan hak-hak dasar. Sebelum diberlakukannya UU Cipta Kerja (Ciptaker), aturan mengenai outsourcing telah menetapkan pekerja alih daya tidak boleh mengerjakan kegiatan utama perusahaan. 

Aturan ini memberikan batasan jelas untuk melindungi posisi strategis pekerja tetap dan mencegah eksploitasi dalam sistem kontrak jangka pendek. Namun setelah UU Cipta Kerja diberlakukan, batasan tersebut dihapus. Hal itu kemudian memberikan ruang lebih luas bagi perusahaan untuk mengalihdayakan hampir semua jenis pekerjaan.

"Regulasi UU Ciptaker sangat lemah dan merugikan pekerja outsourcing akibat hilangnya batasan pekerjaan utama dalam peraturan. Ditambah kenyataan di lapangan pemerintah sering tidak tanggap dalam banyak isu ketenagakerjaan tidak Hanya outsourcing" ujar peneliti Celios (Center of Economic and Law Studies), Jaya Darmawan, kepada TrenAsia, Senin, 5 Mei 2025.

Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran hak-hak pekerja. Masih banyak kasus pekerja yang menerima gaji di bawah upah minimum, bekerja dalam lingkungan yang tidak layak, hingga mengalami penahanan ijazah oleh pihak perusahaan. Pemerintah dinilai belum cukup responsif dalam menindaklanjuti berbagai persoalan tersebut.

Masalah Ketenagakerjaan Lebih Kompleks 

Masalah ketenagakerjaan tidak hanya berhenti pada persoalan outsourcing. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal juga menjadi isu besar yang menggambarkan lemahnya ketahanan sektor industri nasional. 

Penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) dalam beberapa waktu terakhir menjadi indikator kontraksi industri yang berkelanjutan. Ketika sektor industri tidak mampu tumbuh secara optimal, risiko hilangnya lapangan pekerjaan semakin tinggi.

Jaya mengatakan PHK massal tidak hanya terjadi akibat rencana penghapusan outsourcing. "Pembenahan iklim usaha dan industri yang kuat harus dilakukan dahulu. Terbaru, kinerja PMI kita turun mengalam kontraksi. Ini sinyal buruk untuk kinerja industri dan potensi tambahan gelombang phk,” jelas Jaya. 

Menurut dia, solusi jangka panjang membutuhkan reformasi menyeluruh, baik dari sisi ketenagakerjaan maupun kebijakan industri. Proteksi terhadap industri dalam negeri dari tekanan impor perlu diperkuat. 

Selain itu, pembangunan infrastruktur penunjang dan promosi investasi strategis juga menjadi langkah penting untuk menciptakan iklim usaha yang lebih sehat.

Di sisi ketenagakerjaan, penghapusan atau pembatasan praktik outsourcing harus dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Jaya mengatakan pendidikan vokasi dan pelatihan kerja yang terfokus menjadi kunci dalam menyiapkan tenaga kerja yang siap bersaing di sektor-sektor potensial, seperti industri energi terbarukan, manufaktur berkelanjutan, dan ekonomi digital.

"Kuncinya pada peningkatan kualitas human resource kita, seperti penguatan sekolah vokasi, pelatihan dan pendidikan kerja yang fokus dan memedai. Contoh harus mulai fokus ke sektor energi terbarukan yang memiliki potensi besar," ujar Jaya.

Tanpa intervensi kebijakan yang terintegrasi antara perlindungan tenaga kerja dan penguatan industri nasional, masalah outsourcing, PHK massal, dan lemahnya daya saing SDM akan terus menjadi tantangan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.