Strategi Efisiensi BELI Berbuah Hasil Jelang Tutup Tahun
- Para pemain teknologi global dan nasional tengah bergerak menuju strategi bisnis yang lebih disiplin. Tidak lagi mengandalkan bakar uang, perusahaan seperti Blibli mulai menata ulang langkah dengan fokus pada efisiensi dan integrasi ekosistem untuk mendorong profitabilitas jangka panjang.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Industri teknologi global tengah memasuki fase konsolidasi. Bukan lagi mengejar ekspansi tanpa batas, para pemain kini berfokus pada efisiensi dan penguatan bisnis inti untuk membangun kinerja yang berkelanjutan. Pergeseran ini terlihat dari Silicon Valley hingga Indonesia, di mana perusahaan digital mulai menyeimbangkan pertumbuhan dengan profitabilitas.
Raksasa global seperti Meta dan Amazon telah menjadi contoh nyata dari perubahan arah ini. Kedua perusahaan memangkas lebih dari 20.000 posisi dan mengalihkan fokus pada pengembangan teknologi inti seperti kecerdasan buatan (AI). Langkah yang semula dianggap drastis itu justru berbuah positif: laba bersih Meta melonjak signifikan dan sahamnya menembus rekor tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Amazon pun mengambil langkah serupa dengan menutup sejumlah proyek non-inti dan memusatkan perhatian pada bisnis bernilai tinggi seperti AWS dan periklanan digital. Strategi efisiensi tersebut terbukti efektif menjaga profitabilitas meski pertumbuhan pendapatan mulai melambat.
- Baca Juga: Cerdas Pilih PayLater: Perbandingan Bunga dan Biaya di Shopee, Tokopedia, TikTok, dan Blibli
Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, langkah efisiensi seperti ini bukan tanda krisis, tapi mengindikasikan kematangan para pemainnya. “Arah pengembangan industri digital memang sudah bergeser ke arah pengecilan biaya. Investor kini tidak lagi menuntut pertumbuhan cepat, tapi hasil nyata dan model bisnis yang bisa bertahan,” ujarnya.
Tren serupa kini terjadi di Indonesia. Setelah masa ekspansi besar-besaran selama pandemi, banyak perusahaan digital nasional mulai menata ulang langkahnya. Gelombang efisiensi yang sempat dilakukan oleh Shopee, Gojek, dan Tokopedia menjadi penanda perubahan paradigma: dari growth at all cost menuju keseimbangan antara skala dan keberlanjutan.
Blibli menjadi contoh transformasi nyata di dalam negeri. Berdasarkan laporan kinerja hingga September 2025, perusahaan mencatat pendapatan bersih sebesar Rp12,24 triliun, naik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp12,13 triliun. Meski masih membukukan rugi bersih Rp1,86 triliun, arah strateginya kini bergeser dari ekspansi agresif menuju efisiensi dan integrasi ekosistem digital yang lebih solid.
Blibli memperkuat sinergi dengan tiket.com, membangun jaringan lintas sektor dari e-commerce hingga pariwisata dan gaya hidup sebagai pondasi pertumbuhan jangka panjang. Namun efisiensi yang ditempuh bukan sekadar pemangkasan biaya, melainkan langkah strategis untuk memperbaiki struktur bisnis.
“Blibli melakukan pemberian diskon yang lebih terarah, bukan masif seperti sebelumnya. Strategi ini justru meningkatkan pendapatan karena lebih tepat sasaran,” jelas Nailul Huda. Ia menambahkan, pendekatan efisiensi juga diikuti pemain lain seperti GoTo dan Bukalapak yang menyesuaikan strategi untuk memperkuat unit ekonomi. “GoTo misalnya melakukan penataan setelah merger dengan TikTok Shop, sementara Bukalapak beralih ke fokus penjualan produk digital,” katanya.
Namun, Huda tidak menutup mata bahwa efisiensi sering kali diiringi konsekuensi sosial berupa pemangkasan tenaga kerja. “PHK memang menjadi bagian dari proses penyesuaian agar perusahaan bisa bertahan dan tetap kompetitif. Tapi ketika pendapatan dan profit mulai stabil, saya yakin perusahaan e-commerce akan kembali merekrut SDM,” ujarnya.
Menurutnya, siklus efisiensi ini adalah transisi alami menuju bisnis yang lebih sehat. “Selama ini perusahaan digital hidup dari dana investor untuk membiayai diskon demi menarik konsumen. Tapi sekarang investor mulai menuntut keuntungan nyata. Itu sebabnya efisiensi menjadi keharusan,” tambah Huda.
Perubahan arah ini juga mencerminkan pergeseran ekspektasi investor global. Pasar kini lebih menghargai disiplin finansial dan efisiensi biaya dibanding pertumbuhan agresif tanpa arah. Era bakar uang telah berakhir.
“Fase efisiensi ini adalah momentum penting bagi industri digital Indonesia untuk tumbuh lebih sehat dan mandiri,” tutup Nailul Huda.

Ananda Astri Dianka
Editor
