Salip Squid Game, KPop Demon Hunters jadi Tayangan Netflix Paling Banyak Ditonton
- Berdasarkan data resmi Netflix di situs Tudum, Rabu, 9 September 2025, KPop Demon Hunters menambah 30,1 juta penayangan secara global pada periode 25-31 Agustus 2025.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Film animasi KPop Demon Hunters berhasil melampaui popularitas global Squid Game dan kini menempati posisi sebagai tayangan Netflix paling banyak ditonton sepanjang masa. Album soundtrack orisinal film ini juga mencetak rekor baru di berbagai tangga musik internasional.
Berdasarkan data resmi Netflix di situs Tudum, Rabu, 9 September 2025, KPop Demon Hunters menambah 30,1 juta penayangan secara global pada periode 25-31 Agustus 2025, sehingga total kumulatif film animasi asal Amerika Serikat ini mencatat 266 juta penayangan.
Angka tersebut, yang dihitung dari total jam tayang dibagi dengan durasi film, berhasil melampaui rekor 265,2 juta yang sebelumnya dipegang oleh Squid Game Season 1. Kini, film ini resmi menjadi karya Netflix paling banyak ditonton sepanjang masa, baik dalam kategori berbahasa Inggris maupun non-Inggris.
Lonjakan ini menandai tonggak penting, karena berhasil memecahkan rekor tontonan yang sebelumnya dicapai pada masa puncak pandemi COVID-19, ketika streaming online sedang booming.
Dilansir dari The Korea Times, di kategori film, KPop Demon Hunters juga menjadi film paling banyak ditonton sepanjang masa di Netflix, menggusur thriller aksi Red Notice (2021) yang dibintangi Dwayne Johnson dan Ryan Reynolds.
Netflix sendiri menyusun peringkat berdasarkan total penayangan dalam 91 hari setelah perilisan. Sejak tayang perdana pada 20 Juni 2025, KPop Demon Hunters baru berjalan selama 76 hari, sehingga masih memiliki lebih dari dua minggu dalam periode perhitungan tersebut.
Pengamat industri memperkirakan film ini berpotensi menjadi judul pertama yang menembus 300 juta penayangan kumulatif. Saat ini, posisi ketiga ditempati oleh Wednesday Season 1 dengan 252,1 juta penayangan.
KPop Demon Hunters bercerita tentang grup Huntr/x yang menggunakan musik mereka untuk melawan roh jahat, dan mendapat apresiasi karena berhasil memadukan budaya K-pop dengan unsur-unsur shamanisme Korea.
Soundtrack film ini juga tengah meraih popularitas besar. Lagu utama Golden berhasil menduduki puncak Billboard Hot 100 selama dua minggu berturut-turut dan total tiga minggu, sebuah pencapaian yang sebelumnya hanya disamai oleh hit BTS seperti Butter (10 minggu) dan Dynamite (tiga minggu).
Sementara itu, lagu lain dari album ini, Your Idol dan Soda Pop, masing-masing menempati posisi No. 4 dan No. 5, sedangkan How It’s Done kembali naik ke peringkat No. 9.
Hal ini menjadikan KPop Demon Hunters sebagai album soundtrack orisinal pertama yang berhasil menempatkan empat lagu sekaligus di jajaran Top 10 Billboard Hot 100, sebuah rekor yang berhasil dipertahankan selama dua minggu berturut-turut.
Dilansir dari The Brown Daily Herald, film ini jelas dirancang untuk meraih kesuksesan. Terinspirasi dari salah satu genre musik paling mencolok dan sensasional saat ini, K-pop asal Korea Selatan, KPop Demon Hunters memadukan animasi tradisional dan bergaya kartun untuk menghadirkan komedi segar yang penuh dengan lagu-lagu pop.
Film ini juga menggunakan elemen-elemen yang hampir pasti memikat penonton, seperti tiga tokoh utama perempuan yang mudah disukai serta bumbu kisah cinta terlarang.
Kisahnya bercerita pada Rumi (Arden Cho, EJAE), vokalis utama grup idola fiksi HUNTR/X, yang berjuang menghadapi warisan budayanya yang rumit. Di sisi lain, ada Jinu (Ahn Hyo-seop, Andrew Choi), seorang iblis yang diliputi rasa malu karena pernah meninggalkan keluarganya demi kekayaan ratusan tahun lalu.
Ia berusaha menghapus kenangan menyakitkan tentang orang-orang yang dicintainya. Demi mencapai tujuannya, Jinu tetap menjadi pelayan setia raja iblis Gwi-Ma (Lee Byung-hun) yang berambisi menghancurkan dunia.
Kompleksitas motivasi Jinu inilah yang membuat KPop Demon Hunters tampil segar dengan menggoyahkan dikotomi tradisional antara kebaikan dan kejahatan.
Hubungan yang terjalin di dalam grup HUNTR/X sendiri menjadi salah satu aspek paling menarik dari film ini. KPop Demon Hunters bisa disebut sebagai sebuah penghormatan pada persahabatan perempuan. Walau unsur romansa hadir sebagai bagian dari alur cerita, konflik utama justru terletak pada dinamika antara Rumi dan para anggota band-nya.
Kepopuleran K-pop menjadi medium yang tepat untuk mengeksplorasi rasa malu dan tekanan publik. Para karakter digambarkan harus menghadapi ketidaknyamanan akibat sorotan media yang tiada henti.
Banyak momen penting film terjadi di atas panggung, mencerminkan kehidupan nyata para bintang K-pop yang selalu terekspos. Pada akhirnya, realitas digambarkan benar-benar terkoyak akibat menurunnya popularitas HUNTR/X, sebuah metafora tentang betapa vitalnya peran penggemar dalam dunia K-pop.
Namun, kritik film ini terhadap budaya penggemar pop terasa kurang tuntas karena ditutup dengan pesan mengilap tentang penerimaan diri.
Ketegangan akibat tekanan ketenaran tidak sepenuhnya tergali, meski para karakter sering mengeluhkan sorotan media dan berbicara tentang ingin beristirahat, mereka tidak pernah benar-benar melakukannya. Sebaliknya, mereka tetap terjebak dalam pusaran berisiko yang dibentuk oleh kecantikan, ketenaran, dan masa muda.
Alur pribadi Rumi mencapai puncaknya saat berhadapan dengan sosok ibunya, Celine (Yunjin Kim, Lea Salonga). Namun, hubungan keduanya kurang tergarap sehingga melemahkan perkembangan karakter Rumi.
Meski begitu, pesan utama tentang menghadapi dan mengatasi trauma tetap muncul dengan kompleksitas yang mengejutkan untuk sebuah film animasi yang ditujukan kepada penonton muda.
Kekuatan terbesar KPop Demon Hunters justru terletak pada kemauannya untuk tidak terlalu serius. Film ini menggabungkan adegan konser penuh gemerlap dengan potret sederhana kehidupan sehari-hari para anggota HUNTR/X.
Keunikan tiap karakter mampu mengundang tawa penonton tanpa merendahkan penampilan maupun emosi mereka. Penggambaran santai terhadap perilaku yang biasanya dianggap tidak feminin juga berhasil menantang narasi usang tentang bintang pop perempuan.

Distika Safara Setianda
Editor
