Rupiah Melemah akibat Sentimen, Analis Justru Ramal Bakal Menguat ke Rp15.750
- Rupiah melemah ke Rp16.700 per Dolar AS, memicu kekhawatiran pasar. CGS Sekuritas memproyeksikan penguatan Rupiah ke Rp15.750 akhir 2025 didukung surplus neraca perdagangan dan kebijakan BI.

Alvin Bagaskara
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Nilai tukar Rupiah tengah berada di bawah tekanan. Pada akhir September 2025, mata uang Garuda ini melemah hingga ke level Rp16.700 per Dolar AS, sebuah level yang memicu kekhawatiran di pasar. Pelemahan ini diiringi oleh aksi keluar investor asing dari pasar saham yang nilainya mencapai US$3,2 miliar sepanjang tahun ini.
Namun, di tengah sentimen negatif ini, CGS International Sekuritas justru merilis sebuah pandanAll Postsgan yang sangat kontras dan optimistis. Mereka meramal bahwa pelemahan ini hanya bersifat sementara dan pada akhir tahun nanti, Rupiah justru akan menguat signifikan ke level Rp15.750.
Anomali pandangan antara realita pasar dengan proyeksi analis ini tentu memicu pertanyaan besar. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi pada Rupiah dan apa yang membuat para analis begitu yakin? Mari kita bedah tuntas.
1. Penyebab Pelemahan: Pasar Khawatir dengan Kebijakan Baru
Menurut Ekonom CGS-CIMB International Sekuritas, Wisnu Trihatmojo, penyebab utama di balik pelemahan Rupiah saat ini adalah respons pasar terhadap arah kebijakan pemerintah yang baru. Investor, terutama asing, dinilai masih khawatir dan sedang menyesuaikan diri dengan kebijakan yang lebih pro-pertumbuhan.
Sentimen ini tercermin dari arus modal keluar yang signifikan, tidak hanya dari pasar saham, tetapi juga dari instrumen Surat Berharga Rupiah Indonesia (SRBI). Investor asing menunjukkan sensitivitas yang sangat tinggi terhadap isu disiplin fiskal dan stabilitas politik.
“Pasar saat ini sedang dalam fase price in atau penyesuaian terhadap arah kebijakan baru yang lebih pro-pertumbuhan. Ini wajar dan kami lihat hanya bersifat temporer,” ungkap Wisnu Trihatmojo dalam risetnya.
2. Fondasi Ekonomi yang Ternyata Sangat Kokoh
Namun, di sinilah letak optimismenya. Di balik sentimen pasar yang negatif, fundamental ekonomi Indonesia ternyata menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Neraca perdagangan pada Agustus 2025 mencatatkan surplus US$5,5 miliar, angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Surplus jumbo ini jauh melampaui estimasi para analis dan menjadi penopang utama bagi perekonomian. Pertumbuhan ekspor CPO yang meroket hingga 51,1% menjadi pendorong utamanya, menutupi penurunan dari ekspor batu bara.
“Surplus neraca dagang yang sangat kuat ini adalah benteng pertahanan utama kita. Ini mengindikasikan bahwa defisit transaksi berjalan akan sangat rendah, hanya 0,5% dari PDB, yang secara fundamental sangat sehat,” jelasnya.
3. Jurus Pemerintah dan Bank Indonesia
Pemerintah dan Bank Indonesia juga tidak tinggal diam. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dikabarkan sedang menggarap kebijakan repatriasi devisa baru. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong para eksportir membawa pulang dolar mereka ke dalam negeri.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga diperkirakan akan terus melanjutkan tren pelonggaran moneternya. CGS International memproyeksikan suku bunga BI akan kembali dipangkas hingga ke level 4,5% pada akhir 2025, dan bahkan turun lagi ke 4% pada 2026.
“Kombinasi antara kebijakan repatriasi devisa dari Kemenkeu dan potensi pemangkasan suku bunga lanjutan dari BI akan menjadi pendorong ganda yang sangat kuat bagi penguatan Rupiah di kuartal keempat,” kata Wisnu.
4. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, riset ini adalah sinyal untuk tidak ikut panik. Pelemahan Rupiah yang terjadi saat ini lebih didorong oleh sentimen jangka pendek, sementara fundamental jangka panjangnya justru sangat kuat dan terus membaik.
Kombinasi antara neraca dagang yang surplus, defisit transaksi berjalan yang rendah, serta langkah-langkah baru dari pemerintah dan BI menjadi alasan utama di balik proyeksi penguatan Rupiah ke Rp15.750 pada akhir tahun.
Ini adalah pertarungan antara persepsi pasar melawan realita data ekonomi. “Kami percaya fundamental pada akhirnya akan menang. Proyeksi penguatan Rupiah kami didasari oleh data, bukan sekadar sentimen sesaat,” tutup Wisnu.

Alvin Bagaskara
Editor