Tren Leisure

Prospek Emiten DEWA Milik Grup Bakrie di Tengah Transformasi Bisnis dan Kolaborasi Strategis

  • Prospek pertumbuhan DEWA diperkirakan akan semakin menguat seiring dengan kemitraan strategis bersama Grup Salim dan Ithaca Resources. Kolaborasi ini akan memberikan tambahan kontrak pengerjaan proyek di luar entitas afiliasi utama DEWA, yaitu PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Darma Henwa.png
Ilustrasi aktivitas PT Darma Henwa Tbk (DEWA), emiten tambang milik Grup Bakrie. (dok. Perseroan)

JAKARTA - PT Darma Henwa Tbk (DEWA), perusahaan jasa pertambangan batu bara milik Grup Bakrie, diproyeksi akan mencetak lonjakan signifikan dalam laba bersih hingga tahun 2027. Transformasi model bisnis dan kolaborasi strategis menjadi faktor utama yang mendukung prospek cerah saham DEWA di masa depan.

Menurut hasil riset terbaru Sucor Sekuritas yang dirilis pada Rabu, 30 April 2025, DEWA tengah memasuki fase transformasi besar-besaran dengan mengurangi ketergantungan terhadap subkontraktor. Perusahaan kini fokus untuk mengerjakan proyek secara internal, strategi yang dinilai mampu meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitas.

“Laba bersih diprediksi melonjak dari Rp16 miliar pada 2024 menjadi Rp421 miliar, dengan CAGR (compound annual growth rate) mencapai 195%,” tulis Sucor dalam risetnya, dikutip Jumat, 2 Mei 2025.

Peningkatan efisiensi tersebut berdampak langsung terhadap margin laba bersih yang diperkirakan meningkat dari hanya 3% pada 2024 menjadi 17% pada 2027.

Volume Pengerjaan Naik Tajam

Salah satu indikator pertumbuhan operasional DEWA adalah volume pemindahan lapisan penutup atau overburden removal, yang diproyeksikan stabil di angka 175 juta bank cubic meter (bcm). Dari jumlah tersebut, volume yang dikerjakan langsung oleh DEWA diprediksi meningkat tajam menjadi 120 juta bcm pada 2028. Sebagai perbandingan, sebelumnya perusahaan hanya menggarap 30 juta bcm.

Dengan peningkatan tersebut, pendapatan perusahaan diperkirakan melonjak dari Rp6,3 triliun pada 2025 menjadi Rp7,1 triliun pada tahun-tahun mendatang.

Struktur Keuangan Lebih Sehat Pasca Restrukturisasi

Pasca restrukturisasi utang yang berhasil dijalankan, DEWA kini memiliki neraca keuangan yang jauh lebih sehat. Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) tercatat hanya 0,2 kali, sementara rasio utang terhadap EBITDA berada di angka 1,3 kali.

Dengan struktur pembiayaan yang lebih ringan dan biaya pendanaan yang lebih rendah, kemampuan perusahaan untuk mencetak keuntungan di masa depan semakin solid.

Investasi Besar untuk Pertumbuhan Jangka Panjang

Sucor Sekuritas juga mencatat bahwa selama periode 2025 hingga 2027, DEWA akan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp3,4 triliun. Sementara itu, estimasi free cash flow (FCF) perusahaan diproyeksikan mencapai Rp1 triliun pada 2027, menunjukkan kemampuan internal perusahaan dalam membiayai ekspansi tanpa ketergantungan tinggi pada utang.

Diperkuat Kerja Sama Strategis dengan Grup Salim dan Ithaca

Prospek pertumbuhan DEWA diperkirakan akan semakin menguat seiring dengan kemitraan strategis bersama Grup Salim dan Ithaca Resources. Kolaborasi ini akan memberikan tambahan kontrak pengerjaan proyek di luar entitas afiliasi utama DEWA, yaitu PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

“Ini akan memberikan tambahan kontrak di luar PT Bumi Resources Tbk (BUMI), perusahaan terafiliasi DEWA, sebanyak 100 juta bcm,” jelas Sucor.

Dengan diversifikasi kontrak yang lebih luas, DEWA diyakini tidak hanya bergantung pada satu klien utama dan dapat memperluas pangsa pasar.

Proyek Tambang Emas Gayo Jadi Katalis Baru

Selain pertambangan batu bara, DEWA juga tengah menyiapkan langkah ekspansi ke sektor tambang emas. Proyek tambang emas Gayo yang berlokasi di Aceh disebut-sebut akan menjadi motor pertumbuhan baru bagi perusahaan dalam jangka menengah.

“Proyek tambang emas Gayo di Aceh juga bakal menjadi katalis pertumbuhan DEWA dalam jangka menengah,” tulis Sucor lebih lanjut dalam risetnya.

Kinerja DEWA Tahun 2024

Laba bersih perusahaan tercatat hanya sebesar Rp16,3 miliar, jauh merosot dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp35,3 miliar. Dengan demikian, laba bersih per saham (Earnings Per Share/EPS) hanya mencapai Rp0,75 per lembar.

Secara tahunan (year-on-year/yoy), pendapatan DEWA mengalami penurunan sebesar 18,9%. Total pendapatan sepanjang 2024 tercatat sebesar Rp6,03 triliun, turun dari Rp7,4 triliun pada 2023.

Laba Kotor dan EBITDA Tertekan

Dari sisi profitabilitas, laba kotor DEWA sepanjang tahun 2024 sebesar Rp400,6 miliar. Angka ini turun 21,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp512,5 miliar. Penurunan ini membuat margin laba kotor (gross margin) menyempit menjadi 6,7%.

Sementara itu, EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) perusahaan tercatat sebesar Rp870 miliar, atau turun 20,9% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp1,1 triliun. Meski begitu, margin EBITDA DEWA masih berada di kisaran 14,5%.

Kinerja Kuartalan Kurang Stabil

Kinerja keuangan DEWA dalam periode kuartalan juga menunjukkan ketidakstabilan. Pada kuartal keempat 2024, pendapatan tercatat sebesar Rp1,5 triliun, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Net profit kuartalan juga anjlok signifikan dari Rp14,2 miliar di kuartal kedua menjadi hanya Rp9,4 miliar di kuartal ketiga, sebelum kembali menjadi Rp16,3 miliar untuk keseluruhan tahun.

Tingkat Profitabilitas Sangat Tipis

Dari sisi profitabilitas bersih, margin laba bersih (net profit margin) DEWA berada di angka yang sangat tipis, yakni hanya 0,3%. Return on Assets (ROA) juga tercatat rendah di angka 0,19%, sementara Return on Equity (ROE) hanya 0,49%. Hal ini menandakan bahwa efisiensi pengelolaan aset dan modal oleh perusahaan masih terbatas.

Posisi Keuangan dan Struktur Modal

Dari sisi neraca keuangan (balance sheet), total aset DEWA per akhir 2024 mencapai Rp8,8 triliun, dengan kas dan setara kas sebesar Rp346,5 miliar. Namun, beban utang jangka pendek masih cukup tinggi, tercatat mencapai Rp3,61 triliun, serta utang jangka panjang sebesar Rp1,88 triliun. Total ekuitas perusahaan sebesar Rp3,31 triliun.

Dengan struktur keuangan ini, rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio/DER) berada di angka 1,66 kali, dan rasio utang terhadap total permodalan sebesar 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan cukup bergantung pada pembiayaan melalui utang.

Rasio Valuasi dan Tidak Ada Pembagian Dividen

Berdasarkan harga saham DEWA yang berada di level Rp101 per saham, kapitalisasi pasar (market capitalization) perusahaan tercatat sebesar Rp2,2 triliun. Dengan laba bersih yang minim, rasio Price to Earnings (PER) DEWA tercatat sangat tinggi di angka 134,67 kali. Adapun nilai buku per saham (Book Value per Share/BVPS) sebesar Rp151,50, sehingga rasio harga terhadap nilai buku (PBV) berada di angka 0,67 kali—mengindikasikan harga saham DEWA diperdagangkan di bawah nilai bukunya.

Hingga akhir 2024, DEWA juga belum membagikan dividen kepada para pemegang saham, sebagaimana terlihat dari nilai dividen per saham yang tercatat Rp0.

Kemampuan Membayar Bunga Masih Memadai

Meskipun laba bersih menyusut, kemampuan DEWA dalam memenuhi kewajiban bunga masih dalam kategori aman. Hal ini terlihat dari rasio EBITDA terhadap beban bunga (Interest Coverage Ratio) yang mencapai 10,22 kali. Sementara itu, rasio utang terhadap EBITDA tercatat sebesar 6,32 kali.