Nasional

Profil Dalang Ki Warseno Slenk, Satu-satunya Dalang dengan Gelar Doktor Tutup Usia

  • Dalang eksentrik Ki Warseno Slenk meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Solo, sekitar pukul 04.30 WIB, Kamis, 12 Desember 2024. Menurut informasi, Warseno menderita penyakit jantung.
Ki Waresno Slank.
Ki Waresno Slank. (Tangkap Layar YouTube Ki Waresno Slenk.)

JAKARTA – Dalang eksentrik Ki Warseno Slenk meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Solo, sekitar pukul 04.30 WIB, Kamis, 12 Desember 2024. Menurut informasi, Warseno menderita penyakit jantung.

Dia menjalani perawatan selama tiga hari sebelum menghembuskan napas terakhirnya pada usia 59 tahun. Warseno meninggalkan seorang istri Asih Purwaningtyas, dua anak, dan seorang cucu. 

Pemakaman Warseno dilakukan pada pukul 13.00 WIB di makam Depokan Juwiring Klaten. Proses pemberangkatan jenazah dimulai dari rumah duka di Griya Duhkito, Kranggan RT 02/18, Makam Haji Kartasura, Sukoharjo.

Ki Dalang Warseno Slenk lahir pada 18 Juni 1965, ia adalah adik dari dalang Ki Anom Suroto. Memulai debut sebagai dalang pada usia 16 tahun, kemampuan ini diperoleh berkat didikan dari orang tuanya, Ki Harjadarsana, seorang dalang ternama di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang aktif pada tahun 1950-1975.

Selain itu, ia juga sempat mendalami seni pedalangan selama dua semester di STSI Surakarta. Pada awal kariernya, gaya pakelirannya dipengaruhi oleh kakaknya, Ki Anom Suroto. 

Namun, dengan kreativitasnya, ia berhasil menemukan gaya khas yang komunikatif dan mampu menjalin kedekatan dengan kalangan muda yang cenderung santai dan slengekan.

Dilansir dari p2k.stekom.ac.id, Warseno kerap menggabungkan beragam jenis musik etnis dengan musik Barat dan melakukan berbagai eksperimen kreatif. Ia memadukan aliran musik seperti rock, punk, dan rap dengan gamelan, menghasilkan sebuah inovasi berupa musik gamelan kolaboratif. 

Karya ini, yang dikenal sebagai wayang campursari, digandrungi kalangan generasi muda. Meyakini dirinya sebagai pelopor pakeliran hura-hura dan kolaboratif yang memadukan alat musik Barat dan etnis, akhirnya ia berketetapan mengembalikan pakeliran wayang pada proporsi sebagaimana aslinya.

Ketetapannya untuk back to basic didorong oleh ekses pendangkalan-pendangkalan estetika karena tidak disertai dengan suatu pencarian yang mendalam, hanya sekadar ikut-ikutan.  Ki Warseno pun mendedikasikan seluruh kemampuan seninya untuk menegakkan nilai-nilai moral sebagai makhluk Tuhan.

Hal ini tidak hanya diwujudkan melalui kegiatan berkesenian, tetapi juga melalui upayanya menyebarkan pandangan tentang seni dengan mendirikan Stasiun Radio Suara Slank, yang mayoritas programnya berfokus pada kesenian dan budaya Jawa.

Di tengah kesibukannya mengajar dan mendalang, Warseno rutin menggelar pertunjukan wayang kulit di rumahnya setiap malam Sabtu Legi dengan tema Setu Legen, sebagai cara untuk mengenang hari kelahirannya.

Ki Warseno Slenk juga mencatat prestasi sebagai satu-satunya dalang di Indonesia yang meraih gelar doktor setelah sukses mempertahankan disertasinya di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Gelar tersebut diperoleh melalui penelitian mendalam yang ia lakukan tentang profesi dalang.

Joko Suharjanto Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS menyatakan, Warseno merupakan satu-satunya dalang yang berhasil meraih gelar doktor. Ia juga menambahkan, disertasi yang diajukan oleh Warseno Slenk cukup menarik dan belum pernah ada sebelumnya.

“Di antara para dalang, baru Ki Warseno yang bergelar doktor. Penelitiannya tentang akuntabilitas dalang dalam pagelaran wayang kulit. Menarik, karena belum ada yang meneliti, harapan saya itu bisa menjadi semacam rujukan jika nantinya ada yang meneliti mengenai dalang dan wayang,” ungkapnya.

Dari disertasi yang disusun Warseno, dapat disimpulkan bahwa seorang dalang harus memiliki akuntabilitas terhadap Tuhan, manusia, alam, dan kesejahteraan. “Jadi, seorang dalang harus menjamin kesejahteraan bagi stakeholder yang menyertainya. Itu kesimpulan dari disertasinya menelurkan sebuah konsep atau teori yang bernama catur dharma,” sambungnya.