Pertamina Vs Petronas: Perbandingan Aset, Pendapatan, dan Laba 2 Raksasa Minyak ASEAN
- Pertamina menempati peringkat ke-165 Fortune Global 500 2023, lebih tinggi dari Petronas di posisi ke-167. Namun, laba bersih Petronas hampir 4 kali lipat Pertamina.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pertamina kembali mencatat prestasi di panggung internasional. Dalam daftar Fortune Global 500 tahun 2023, perusahaan energi milik negara itu menempati peringkat ke-165, naik satu tingkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Posisi ini sekaligus menempatkan Pertamina lebih tinggi dari Petronas, raksasa energi asal Malaysia yang berada di urutan ke-167. Meski selisih peringkat hanya dua angka, perbandingan kinerja keuangan keduanya menunjukkan jurang yang cukup lebar, terutama dalam hal profitabilitas dan kekuatan aset.
Berdasarkan data Fortune Global 500 per 23 September 2025, pendapatan Pertamina sepanjang 2023 mencapai US$75,78 miliar atau sekitar Rp1.259 triliun (kurs Rp16.600/US$). Angka ini hampir seimbang dengan Petronas yang membukukan US$75,41 miliar (Rp1.252 triliun).
Namun, laba bersih menunjukkan kontras tajam. Pertamina hanya meraup US$4,44 miliar (Rp73,7 triliun). Sebaliknya, Petronas mencatat keuntungan bersih hingga US$16,32 miliar (Rp271 triliun) – hampir empat kali lipat lebih besar.
Aset dan Karyawan: Skala Petronas Lebih Luas
Dari sisi aset, Pertamina memiliki total US$91,12 miliar (Rp1.513 triliun), jauh di bawah Petronas yang menguasai US$168,47 miliar (Rp2.796 triliun).
Jumlah karyawan pun berbeda signifikan. Pertamina mempekerjakan 40.415 orang, sedangkan Petronas memiliki 54.105 orang. Angka ini mencerminkan skala operasi Petronas yang lebih besar sekaligus jangkauan global yang lebih luas.
Memasuki 2024, Petronas melaporkan penurunan laba setelah pajak menjadi RM55,1 miliar atau sekitar US$11,7 miliar (Rp194 triliun), terdampak turunnya harga komoditas energi global. Pendapatan tahunan tercatat RM320 miliar (US$69,7 miliar atau Rp1.158 triliun).
Sementara itu, data kinerja Pertamina untuk 2024 belum sepenuhnya dipublikasikan. Meski begitu, beberapa anak usaha seperti Pertamina International Shipping (PIS) dan Pertamina Geothermal Energy (PGE) tetap melaporkan capaian positif, memberi kontribusi pada ketahanan bisnis induk.
Akar Historis: Net Importer vs Eksportir
Perbedaan performa keuangan Pertamina dan Petronas tak lepas dari faktor struktural. Indonesia sejak awal 2000-an berubah status menjadi net importer minyak akibat konsumsi energi domestik yang melonjak sementara produksi stagnan.
Kondisi ini memaksa Pertamina menanggung biaya impor besar di tengah fluktuasi kurs rupiah, serta mengelola beban subsidi energi yang kerap menekan margin laba. Malaysia, sebaliknya, masih menjadi eksportir energi dengan cadangan minyak dan gas yang relatif stabil.
Petronas pun memiliki portofolio internasional yang luas, mulai dari eksplorasi hingga investasi energi terbarukan, sehingga mampu menjaga arus kas dan profitabilitas meski pendapatannya tak jauh berbeda dengan Pertamina.
Dengan keunggulan struktural tersebut, Petronas memiliki ruang manuver lebih besar untuk mengoptimalkan nilai tambah komoditas energi. Sementara itu, Pertamina masih harus menyeimbangkan peran ganda: menjaga stabilitas energi dalam negeri sekaligus meningkatkan daya saing global.

Ananda Astri Dianka
Editor
