Tren Global

Pertama Sejak Perang, Anggaran Militer Rusia Turun

  • Meskipun Rusia sedikit memperlambat anggaran perang, anggaran militernya tetap hampir empat kali lipat dibandingkan tahun 2021.
perang ukraina.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID- Anggaran militer Rusia diperkirakan akan turun untuk pertama kalinya sejak invasi ke Ukraina lebih dari tiga tahun lalu. Tetapi jelas masih terlihat Moskow masih akan meneruskan perangnya.

Penurunan kecil ini mencerminkan tekanan ekonomi yang semakin besar di negara tersebut. Tetapi tidak secara signifikan mengubah arah Rusia dalam melancarkan perang atrisi terhadap Ukraina.

Belanja negara untuk pertahanan nasional tahun 2026 diproyeksikan turun menjadi sekitar US$156  miliar atau sekitar Rp Rp2.600 triliun dari lebih dari US$163 miliar atau sekitar Rp2.720 triliun (kurs Rp16.650). Hal itu terlihat dari rancangan anggaran yang diajukan ke Parlemen pada Senin 29 September 2025. Penurunan ini lebih besar jika memperhitungkan proyeksi inflasi hingga 7 persen.

Rusia terjebak dalam perang yang melelahkan di mana pasukannya bergerak lambat di medan perang. Presiden Vladimir  Putin berusaha menunjukkan bahwa Rusia mampu bertahan lebih lama dari Ukraina terlepas dari perlawanan sengit Kyiv. 

Ukraina berharap bahwa perolehan Rusia yang terbatas di medan perang dan tekanan ekonomi yang meningkat pada akhirnya akan meyakinkan Putin bahwa pertempuran lebih lanjut akan sia-sia. Namun dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Rusia telah mengisyaratkan tekadnya untuk melanjutkan perang hingga persyaratan perdamaian yang luas terpenuhi. 

Data anggaran Rusia menunjukkan bahwa Rusia berniat untuk terus berperang terutama dengan tentara yang pada dasarnya adalah tentara bayaran. Pendekatan ini telah memperlebar kesenjangan anggaran. Pemerintah merespons dengan menaikkan pajak bagi warga Rusia. Tarif pajak pertambahan nilai akan naik menjadi 22 persen tahun depan dari 20 persen.

Meskipun Rusia sedikit memperlambat anggaran perang, anggaran militernya tetap hampir empat kali lipat dibandingkan tahun 2021. Dan anggaran lebih dari US$160 miliar tahun ini merupakan angka tertinggi pasca-Soviet. Anggaran militer Rusia hampir tiga kali lipat anggaran Ukraina yang juga menghadapi krisis anggaran. Kyiv masih membutuhkan sekitar $20 miliar untuk menutupi pengeluaran tahun depan.

Jika Rusia memutuskan untuk kembali menambah anggaran perang, kemungkinan besar Rusia perlu menambah beban ekonomi bagi rakyatnya. Baik dengan menaikkan pajak lebih lanjut maupun dengan meningkatkan pinjaman domestik. Hal ini dapat merusak upaya pemerintah untuk melancarkan perang, sekaligus melindungi rakyat Rusia dari dampaknya dan mencegah perlawanan apa pun.

Sergei Suverov, seorang analis di sebuah konsultan investasi Moskow mengatakan pemerintah terpaksa mencari cara untuk menstabilkan kas negara karena kekurangan anggaran. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah harus menaikkan pajak dan memangkas beberapa pengeluaran. Termasuk di bidang pertahanan.

“Pemerintah Rusia masih memiliki kapasitas untuk membelanjakan lebih banyak dana untuk perang jika memilih untuk memperluas model pendanaannya saat ini. Pada prinsipnya, pemerintah memiliki sumber daya untuk meminjam lebih banyak,” katanya dikutip The New Yorks Times Rabu 1 Oktober 2025. Dia menambahkan bahwa meskipun pasar internasional telah ditutup bagi Moskow, pemerintah masih dapat meminjam secara internal.

Selama beberapa dekade terakhir, Kremlin telah berhati-hati untuk menghindari menjerumuskan ekonomi negara ke dalam jenis krisis. Kondisi  yang dikaitkan dengan transisi pasca-Soviet menuju kapitalisme ketika negara secara efektif bangkrut.

Moskow telah berhasil meningkatkan anggaran militernya sebagian berkat harga minyak yang relatif lebih tinggi yang didorong oleh perang. Namun selama 15 bulan terakhir, harga minyak mentah telah menurun karena kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global. Sanksi Barat juga telah memaksa Moskow untuk menjual minyaknya dengan harga diskon. Akibatnya, pendapatan minyak dan gas negara itu diproyeksikan turun dari hampir US$135 miliar pada tahun 2024 menjadi sekitar US$100 miliar tahun ini.

Di dalam negeri, Rusia juga menghadapi realitas ekonomi yang berbeda. Pada tahun 2023 dan 2024, ekonominya tumbuh lebih dari 4 persen. Kenaikan didorong oleh peningkatan belanja militer-industri. Harga yang harus dibayar untuk peningkatan belanja ini adalah inflasi yang tinggi. Situasi yang telah diatasi oleh bank sentral negara tersebut dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 21 persen. Suku bunga acuan, yang tetap tinggi di angka 17 persen, telah membekukan perekonomian, sehingga mengurangi pertumbuhan menjadi sekitar 1 persen tahun ini.

Untuk membiayai defisit anggaran yang terus meningkat, pemerintah Rusia tidak hanya menaikkan pajak pertambahan nilai. salah satu jenis pajak konsumsi. Tetapi juga pajak atas industri perjudian dan usaha kecil. Rusia juga memangkas banyak pengeluaran, termasuk untuk pembangunan wilayah Ukraina yang didudukinya.

Menurut Suverov kenaikan pajak mungkin akan memperbaiki situasi pendapatan anggaran. Namun, dia menambahkan hal itu akan menekan permintaan konsumen dan akibatnya memperlambat pertumbuhan ekonomi.