Perang Iran vs Israel, Seberapa Besar Eskalasi yang Terjadi?
- Konflik ini menambah beban pada stabilitas kawasan yang sudah rapuh. Sejak tahun 2024, ketegangan antara Iran dan Israel meningkat tajam setelah Iran meluncurkan lebih dari 300 drone dan misil sebagai balasan atas serangan Israel ke konsulat Iran di Damaskus.

Muhammad Imam Hatami
Author


TEHERAN - Konflik Iran-Israel kembali memanas ke titik tertinggi dalam dua dekade terakhir. Serangan udara besar-besaran Israel pada Jumat, 13 Juni 2025, yang melibatkan sekitar 200 jet tempur dan menyasar lebih dari 100 titik strategis di Iran, menjadi sinyal bahwa pertarungan kini memasuki fase terbuka.
Dunia menahan napas menghadapi kemungkinan perang regional besar, sementara momentum diplomasi, termasuk pembicaraan nuklir antara AS dan Iran, terancam hancur.
Israel menamai operasi militer ini sebagai Operasi Rising Lion, dengan target utama fasilitas nuklir Iran di Natanz, Fordow, dan Arak, serta markas militer dan pusat produksi rudal. Komandan tertinggi Garda Revolusi, Hossein Salami, dilaporkan tewas, sementara beberapa anak ikut menjadi korban dalam serangan di wilayah permukiman Teheran.
"Beberapa saat yang lalu Israel meluncurkan Operasi Rising Lion, operasi militer yang ditargetkan untuk menangkal ancaman Iran terhadap kelangsungan hidup Israel. Operasi ini akan terus berlanjut selama beberapa hari yang diperlukan untuk menghilangkan ancaman ini," ujar Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat, 13 Juni 2025.
Iran merespons dengan meluncurkan sekitar 100 drone ke wilayah Israel. Sebagian besar berhasil dicegat, namun eskalasi ini memperlihatkan bahwa konflik tidak lagi terbatas pada perang proksi atau serangan rahasia, melainkan telah berubah menjadi konfrontasi militer langsung.
- Bahaya, Meta Gugat CrushAI: Aplikasi AI ‘Nudify’ yang Bisa Telanjangin Foto Kamu Tanpa Izin
- Konflik Timur Tengah Berdampak ke Kesehatan Mental Anak Muda, Gencatan Senjata Jadi Harapan
- WiFi Publik Bikin Was-Was? Ini Alasan Anak Muda Lebih Pilih Kuota Sendiri
Dampak Geopolitik: Stabilitas Timur Tengah Terancam
Konflik ini menambah beban pada stabilitas kawasan yang sudah rapuh. Sejak tahun 2024, ketegangan antara Iran dan Israel meningkat tajam setelah Iran meluncurkan lebih dari 300 drone dan misil sebagai balasan atas serangan Israel ke konsulat Iran di Damaskus.
Respons Israel waktu itu bersifat terbatas, tapi serangan terbaru menunjukkan perubahan signifikan dalam kebijakan militer Tel Aviv.
Sementara itu, aktor-aktor regional lain turut terpengaruh. Kelompok pro-Iran seperti Hizbullah, Houthi, dan milisi Syiah Irak memperkuat siaga tempur.
Serangan Houthi di Laut Merah mengganggu logistik global, sementara bentrokan di perbatasan Lebanon-Israel meningkatkan risiko perang skala penuh.
Negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan UAE mengecam serangan terhadap warga sipil, tetapi tetap berhati-hati agar konflik tidak melebar.
Peran Amerika Serikat: Penyeimbang atau Pemicu?
Amerika Serikat kini berada di tengah badai geopolitik. Di satu sisi, Washington memberikan dukungan penuh terhadap pertahanan Israel, termasuk pengiriman sistem Patriot dan THAAD.
Namun, AS juga berupaya mencegah Israel mengambil langkah terlalu ekstrem yang bisa memicu perang regional atau menarik AS secara langsung ke dalamnya.
Pemerintahan Trump mencoba menahan laju eskalasi militer sambil mempertahankan saluran diplomatik dengan Teheran. Tapi risiko salah perhitungan tetap tinggi. Bila Iran memutuskan membalas lebih keras, atau jika fasilitas nuklir yang tersisa hancur, konflik bisa meluas dengan cepat.
Satu pukulan besar dari eskalasi ini adalah nasib perundingan nuklir AS-Iran yang semula dijadwalkan akhir pekan ini melalui jalur Eropa/Oman. Eskalasi militer membuat pembicaraan nyaris mustahil.
Iran, yang sebelumnya mempertahankan batas pengayaan uranium di bawah 60% dalam kerangka informal JCPOA, kini diyakini oleh IAEA memiliki lebih dari 128 kg uranium 60%, cukup untuk satu bom nuklir jika diperkaya lebih lanjut. Elite konservatif di Iran semakin keras menolak negosiasi, sementara AS menghadapi dilema antara tekanan dan diplomasi.
Konflik Iran-Israel telah melampaui skala regional. Dengan keterlibatan militer langsung, korban sipil, dan kemungkinan hancurnya kesepakatan nuklir, stabilitas global kini diuji.
AS berperan ganda, sebagai penyeimbang yang mencegah eskalasi lebih jauh, namun juga aktor yang rentan terseret jika konflik tak terkendali.

Amirudin Zuhri
Editor
