Nasional

Penghapusan Outsourcing Dinilai Tak Realistis, Bisa Hancurkan Industri

  • Industri-industri besar seperti otomotif, elektronik, dan manufaktur sangat bergantung pada model kerja sama dengan puluhan bahkan ratusan perusahaan pemasok komponen yang secara fungsional termasuk dalam kategori outsourcing.
Ilustrasi pekerja outsourcing.
Ilustrasi pekerja outsourcing. (Freepik/rawpixel.com)

JAKARTA - Wacana penghapusan sistem outsourcing yang dilontarkan Presiden dalam peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 menuai beragam tanggapan dari kalangan pengamat ketenagakerjaan. 

Salah satu suara kritis datang pengamat tenaga kerja, Payman Simajuntak. Payman menilai wacana tersebut perlu dikaji secara komprehensif dan disertai penjelasan teknis yang jelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat dan dunia usaha.

Di satu sisi, apresiasi diberikan terhadap perhatian pemerintah terhadap peningkatan kesejahteraan pekerja. Komitmen tersebut dianggap sebagai bentuk keberpihakan terhadap kelompok buruh yang selama ini menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi nasional. 

“Janji Bapak Presiden pada hari buruh 1 Mei patut dihargai telah memberi janji meningkatkan kesejahteraan para pekerja, Perhatian beliau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya patut kita sambut dengan baik,” ujar Payman kepada TrenAsia, Kamis, 8 Mei 2025.

Namun demikian, gagasan untuk menghapus sistem outsourcing secara keseluruhan dianggap tidak realistis dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi serta ekosistem industri nasional.

Outsourcing atau sistem alih daya selama ini telah menjadi bagian integral dalam operasional berbagai sektor usaha. Dalam praktiknya, sistem ini tidak terbatas pada pekerjaan-pekerjaan pendukung seperti kebersihan, keamanan, katering, atau laundry. 

Industri Besar Bergantung pada Outsourcing

Industri-industri besar seperti otomotif, elektronik, dan manufaktur sangat bergantung pada model kerja sama dengan puluhan bahkan ratusan perusahaan pemasok komponen yang secara fungsional termasuk dalam kategori outsourcing. 

Pabrik mobil, misalnya, tidak memproduksi seluruh komponen secara internal, melainkan membeli ban, kaca, tempat duduk, hingga sistem kelistrikan dari pihak ketiga. Begitu pula dengan industri penerbangan yang menggandeng ratusan vendor untuk berbagai bagian pesawat.

Melihat kenyataan tersebut, wacana penghapusan outsourcing secara menyeluruh dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan industri modern. 

Jika semua bentuk alih daya dihapus tanpa klasifikasi yang tepat, maka konsekuensinya bisa sangat luas, mulai dari meningkatnya biaya produksi, terganggunya rantai pasok, hingga risiko gulung tikarnya berbagai pelaku usaha yang tidak mampu menanggung seluruh proses produksi secara internal. 

“Maksud beliau menghapus outsourcing memerlukan penjelasan, out sourcing yang mana yang mau dihapus? Kalau semuanya dihapus, semua bisnis di Indonesia ini akan tutup,” jelas Payman.

Bahkan, usaha kecil dan menengah yang kini banyak bergantung pada efisiensi sistem outsourcing juga akan terkena imbasnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memberikan definisi yang tegas dan terukur mengenai jenis outsourcing yang akan dihapus. 

Perlu ada pemisahan yang jelas antara outsourcing dalam pekerjaan inti (core business) dan outsourcing untuk pekerjaan non-inti (non-core). Penghapusan outsourcing seharusnya diarahkan hanya pada praktik alih daya yang merugikan pekerja, misalnya pada sektor-sektor di mana pekerja rentan tidak mendapatkan upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan hukum yang memadai.

“Outsourcing yang mau dihapuskan oleh Bapak Presiden itu perlu jelas, mendefinisikan outsourcing yang mana yang mau dihapus. Misalnya cleaning service, catering, laundry, satpam, atau yang lain,” tambah Payman.

Peningkatan Kesejahteraan Tak Terkait Outsourcing

Peningkatan kesejahteraan pekerja tidak selalu harus dilakukan dengan menghapus outsourcing. Langkah yang lebih berdampak adalah dengan memperkuat regulasi ketenagakerjaan, memperbaiki struktur pengupahan, serta memastikan bahwa pekerja outsourcing juga mendapatkan hak-hak yang sama dengan pekerja tetap. 

“Outsourcing tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan pekerja. Kesejahteraan pekerja dapat ditingkatkan melalui perbaikan upah dan jaminan sosial,” jelas Payman menambahkan.

Pemerintah juga bisa memperluas cakupan program jaminan sosial dan akses terhadap pelatihan kerja yang berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing buruh di era ekonomi digital.

Sektor ketenagakerjaan merupakan sektor yang kompleks dan melibatkan banyak kepentingan. Oleh sebab itu, setiap kebijakan yang menyangkut jutaan pekerja dan ribuan pelaku usaha harus dirumuskan secara hati-hati, berbasis data, serta melibatkan dialog tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

 Pendekatan populis yang tidak disertai kajian mendalam hanya akan menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di lapangan.