Paradoks Kinerja Grup Adaro: Laba Anjlok, Saham Justru Menguat
- Laba Grup Adaro (AADI, ADMR, ADRO) anjlok hingga 74% di kuartal III-2025, namun harga sahamnya justru naik. Pahami paradoks kinerja vs sentimen pasar ini.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Rapor merah mewarnai kinerja keuangan Grup Adaro pada kuartal III-2025. Tiga entitas utama grup, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR), dan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), kompak melaporkan penurunan laba bersih yang tajam.
Namun, di balik laporan fundamental yang suram ini, terjadi sebuah anomali. Data pasar justru menunjukkan harga saham ketiga emiten tersebut bergerak menguat dalam tiga pekan terakhir di bulan Oktober, seolah mengabaikan rilis kinerja yang negatif.
Fenomena ini menyajikan paradoks antara kinerja fundamental dan sentimen pasar. Lantas, sedalam apa pelemahan kinerja grup, dan bagaimana pasar meresponsnya? Mari kita bedah tuntas.
1. AADI: Sang Andalan yang Laba Bersihnya Merosot 45%
Sebagai salah satu motor utama grup, kinerja AADI (Adaro Andalan) menunjukkan tekanan hebat. Pendapatan usaha tercatat menyusut 10,86% secara tahunan (YoY) menjadi US$3,61 miliar, dari sebelumnya US$4,05 miliar.
Penurunan ini terutama didorong oleh segmen inti pertambangan dan perdagangan batu bara yang turun 10,51% menjadi US$3,4 miliar. Akibatnya, laba kotor perseroan mengalami koreksi 15,76% ke level US$810 juta.
Pada bottom line, laba bersih AADI merosot 45,35% YoY menjadi US$587,32 juta. Angka ini terjun bebas jika dibandingkan dengan laba bersih pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$1,07 miliar.
2. ADMR: Terjepit di Antara Penjualan Turun dan Beban Naik
Nasib serupa dialami ADMR (Alamtri Minerals). Pendapatan usaha emiten batu bara metalurgi ini turun 19,72% YoY menjadi US$675,14 juta, dari sebelumnya US$841,01 juta. Pelemahan ini didorong oleh anjloknya penjualan hasil tambang ke pihak ketiga sebesar 30,59%.
Masalah menjadi lebih pelik karena di saat pendapatan turun, beban pokok pendapatan ADMR justru naik 0,70% YoY menjadi US$407,27 juta. Kombinasi maut antara pendapatan yang turun dan biaya yang naik ini menggerus margin secara signifikan.
Alhasil, laba kotor ADMR terkikis 38,64% dan laba usaha tergerus 42,78%. Pada akhirnya, laba bersih ADMR menyusut 39,14% YoY menjadi US$203,08 juta, dari sebelumnya US$333,69 juta.
3. ADRO: Laba Bersih Tergerus Paling Dalam Hingga 74,5%
Pelemahan paling drastis secara persentase dialami oleh ADRO (Alamtri Resources). Emiten milik Garibaldi Boy Thohir ini membukukan laba bersih yang tergerus 74,5% YoY menjadi hanya US$301,5 juta, dari sebelumnya US$1,18 miliar.
Manajemen ADRO menjelaskan bahwa penurunan laba ini sebagian besar diakibatkan oleh penjualan bisnis batu bara termal AADI (yang sebelumnya dikonsolidasikan). Namun, kinerja operasional ADRO sendiri juga menunjukkan pelemahan.
Pendapatan ADRO tercatat turun 12,97% YoY menjadi US$1,34 miliar. Serupa dengan ADMR, ADRO juga menghadapi tekanan biaya, di mana beban pokok pendapatan meningkat 1,04% YoY menjadi US$884,6 juta, yang semakin menekan laba bruto perusahaan.
4. Anomali Pasar: Saham Grup Adaro Justru Menguat
Di sinilah letak anomali pasar. Meskipun rapor keuangan kuartal III-2025 terlihat merah, data BEI yang diolah TrenAsia menunjukkan tren sebaliknya. Saham-saham sektor energi Grup Adaro justru menguat dalam tiga pekan terakhir hingga 31 Oktober 2025.
Saham AADI menjadi yang paling konsisten, naik 11% dari Rp7.700 menjadi Rp8.550. Saham ADMR juga mencatat pemulihan signifikan, tumbuh 16,7% dari level terendahnya, bergerak dari Rp1.195 ke Rp1.395 dalam dua pekan terakhir.
Adapun saham ADRO juga mencatatkan tren positif. Harga sahamnya tercatat menguat sekitar 7,7% dalam periode yang sama, naik dari Rp1.750 menjadi Rp1.885. Kenaikan serempak ini menunjukkan adanya akumulasi kuat dari investor.

Alvin Bagaskara
Editor
