Tren Ekbis

Nekonomi dan Besarnya Ceruk Bisnis tentang Kucing di RI

  • Data LandX tahun 2021, sekitar 47% responden diketahui memelihara kucing di rumah. Besarnya angka tersebut memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan industri ekonomi hewan peliharaan, khususnya pada sektor yang berkaitan dengan kucing.
Seekor kucing tengah melakukan perawatan hewan.
Seekor kucing tengah melakukan perawatan hewan. (freepik.com/artursafronovvvv)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Pandemi COVID-19 mengubah perilaku manusia secara menyeluruh, hingga melahirkan tren baru dalam kepemilikan hewan peliharaan. Selama masa isolasi dan pembatasan sosial, banyak orang yang merasa kesepian sehingga memilih memelihara hewan sebagai teman.

Menariknya, setelah pandemi berakhir, kebiasaan ini tidak surut, justru berkembang menjadi bagian dari gaya hidup. Banyak orang memperlakukan peliharaannya seperti keluarga. Mereka tak ragu memberikan makanan khusus, pakaian lucu, hingga layanan perawatan seperti spa untuk hewan.

Dilansir dari agridigi.fkp.unesa.ac.id, fenomena ini juga terlihat di media sosial, di mana akun-akun yang khusus menampilkan hewan peliharaan dapat menarik ribuan hingga jutaan pengikut.

Tren ini ikut mendorong sektor ekonomi baru yakni nekonomi, sebuah fenomena ekonomi yang digerakkan oleh kecintaan terhadap kucing. Bisnis di bidang makanan hewan, layanan perawatan, hingga jasa penitipan mengalami peningkatan tajam. 

Di sisi lain, kampanye adopsi dari tempat penampungan semakin gencar dilakukan dan perlahan menggantikan kebiasaan membeli hewan dari toko. Kondisi ini membawa dampak positif bagi kesejahteraan hewan liar atau terlantar karena semakin banyak di antaranya yang mendapatkan rumah dan keluarga baru.

Melansir dari World Economic Forum, Heather Clements, mahasiswa doktoral UWS menjelaskan bahwa meski banyak orang harus menjalani isolasi fisik dari teman, keluarga, maupun rekan kerja, kehadiran hewan peliharaan membuat mereka tidak benar-benar merasa sendirian.

Ia menambahkan hewan peliharaan tidak hanya membantu mengalihkan pikiran dari dampak psikologis negatif akibat pandemi, tetapi juga memberikan rasa memiliki tujuan hidup yang sangat dibutuhkan.

Data LandX tahun 2021, sekitar 47% responden diketahui memelihara kucing di rumah. Besarnya angka tersebut memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan industri ekonomi hewan peliharaan, khususnya pada sektor yang berkaitan dengan kucing.

Besarnya angka tersebut tentu memberikan dampak besar terhadap industri pet economy, khususnya yang berkaitan dengan kucing. Dampak ekonominya tergolong besar. Para pecinta kucing bahkan rela mengeluarkan biaya yang cukup tinggi, mulai dari kebutuhan makanan, perawatan kesehatan, hingga hiburan untuk kucing kesayangannya.

Pada tahun 2020, perusahaan pet food Royal Canin optimistis menargetkan pertumbuhan pasar sebesar 15%. Target ini didasarkan pada hasil riset yang menunjukkan adanya sekitar 21,6 juta kucing peliharaan di Indonesia saat itu, di mana setengah dari jumlah tersebut masih belum mengonsumsi pet food.

Artinya, peluang pengembangan bisnis ini masih sangat terbuka lebar. Bahkan, pertumbuhannya cukup menjanjikan. Itu baru berdasarkan satu merek saja, belum mencakup merek-merek lainnya.

Bisnis pet food diperkirakan masih akan terus mengalami pertumbuhan. Berdasarkan riset dari iPrice Insight, selama masa pandemi penjualan perlengkapan serta makanan hewan peliharaan melonjak hingga 116% dari tahun 2020 ke 2021.

Hal ini semakin diperkuat oleh hasil survei Jet Commerce yang menunjukkan adanya kategori pet food di beberapa platform e-commerce meningkat 503% pada periode waktu yang sama.

Bahkan, penjualan makanan kucing mengalami lonjakan besar dalam beberapa tahun terakhir, seiring meningkatnya kesadaran pemilik hewan peliharaan terhadap aspek kesehatan dan kesejahteraan hewan kesayangan mereka.

Sementara itu, Magpie Ecommerce Intelligence, perusahaan market insights, merilis riset mengenai tren penjualan pakan kucing. Dalam laporan tersebut, pasar makanan kucing di Indonesia mencatat nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) sebesar Rp470,1 miliar, dengan total 30,7 juta produk terjual sepanjang periode Januari hingga Mei 2024.

Melonjaknya minat masyarakat kucing memicu tumbuhnya usaha toko pakan kucing di berbagai daerah. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya toko pakan hewan yang menyediakan berbagai kebutuhan hewan peliharaan, mulai dari makanan kering, makanan basah, susu, serta snack khusus kucing hingga suplemen vitamin dan perlengkapan perawatan seperti grooming.

Menurut Future Market Insights, segmen kucing menguasai sekitar 36,3% pangsa pasar perawatan hewan peliharaan di Indonesia pada tahun 2025. Hal ini dipengaruhi karena kucing dinilai lebih mudah dirawat dibandingkan anjing, sehingga tingkat adopsi kucing di Indonesia terus meningkat.

Tren adopsi kucing juga diperkirakan akan berlanjut, dengan segmen kucing yang diproyeksikan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 7,8% selama periode perkiraan.

Di samping itu, meningkatnya jumlah rumah tangga dengan satu penghuni dan keterbatasan ruang hunian di kawasan perkotaan turut mendorong masyarakat untuk lebih memilih memelihara kucing karena hewan ini membutuhkan ruang dan perhatian yang lebih sedikit dibandingkan anjing.

Industri perawatan hewan peliharaan di Indonesia memiliki tingkat persaingan yang cukup ketat, dengan kehadiran berbagai pemain lokal maupun internasional. Perusahaan-perusahaan tersebut menyediakan beragam produk makanan hewan, serta layanan khusus seperti nutrisi, grooming, dan kesehatan hewan.

Industri perawatan hewan diperkirakan akan terus berkembang pesat. Hal ini didorong oleh semakin bertambahnya jumlah pemilik hewan peliharaan dan meningkatnya kemauan mereka untuk membelanjakan uang pada produk serta layanan berkualitas.

Oleh karena itu, persaingan pasar kemungkinan akan semakin ketat karena banyak perusahaan berlomba-lomba menguasai pangsa pasar yang terus berkembang.