Menyibak Manuver Trump Hancurkan Bitcoin di Akhir Pekan
- Harga Bitcoin anjlok akibat ancaman tarif 100% Trump, lalu melonjak lagi setelah cuitan damainya. Apa yang sebenarnya terjadi di balik drama ini?

Alvin Bagaskara
Author


Bitcoin
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID – Pasar kripto baru saja dibuat porak-poranda oleh manuver Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Setelah sempat dihancurkan habis-habisan hingga memicu peristiwa likuidasi terbesar dalam sejarah, harga Bitcoin (BTC) kini justru bangkit kembali, seolah diselamatkan oleh orang yang sama.
Pada Jumat lalu, ancaman Trump untuk memberlakukan tarif 100% pada semua barang dari China membuat harga Bitcoin ambruk hingga menyentuh US$102.000. Namun kini, setelah Trump melunak di media sosial, harga BTC berhasil kembali pulih ke atas US$115.000.
Fenomena pergerakan harga ekstrem yang dikendalikan oleh satu orang ini tentu memicu pertanyaan besar: apakah ini sekadar volatilitas biasa, atau ada permainan yang lebih besar di baliknya? Mari kita bedah tuntas.
1. Jumat Berdarah: Peristiwa Likuidasi Terbesar dalam Sejarah
Badai dimulai pada Jumat, 10 Oktober 2025. Ancaman tarif 100% dari Trump sontak memicu kepanikan massal di pasar. Dampaknya di pasar kripto jauh lebih brutal daripada di pasar saham. Dalam sekejap, harga BTC ambruk dari sekitar US$102.000.
Menurut data Coinglass, peristiwa ini memicu likuidasi sebesar US$19,36 miliar hanya dalam 24 jam, menjadikannya yang terbesar dalam sejarah kripto. Para trader yang memasang posisi long habis dilikuidasi, dan koin-koin alternatif (altcoin) bahkan anjlok lebih dari 20%.
2. Jurus Penyelamat: Cuitan Trump yang Membalikkan Pasar
Namun, setelah memicu kepanikan di pasar pada akhir pekan, Trump tiba-tiba tampil sebagai juru selamat. Melalui akun Truth Social miliknya, ia menulis pesan yang bernada jauh lebih lunak, seolah ingin meredakan ketegangan yang ia ciptakan sendiri.
“Jangan khawatir tentang China, semuanya akan baik-baik saja! ... AS ingin membantu China, bukan menyakitinya,” ujar Trump. Pernyataan ini langsung direspons pasar sebagai sinyal de-eskalasi.
Harga Bitcoin pun langsung rebound kuat, kembali ke atas US$115.000, sementara Ethereum (ETH) juga pulih ke atas US$$4.100. Manuver sederhana dari Trump ini terbukti mampu membalikkan arah pasar dalam sekejap.
3. Di Balik Layar Kekacauan: Masalah Teknis & Konspirasi
Namun, tidak semua pihak percaya bahwa Trump adalah satu-satunya penyebab. Pendiri Moonrock Capital, Simon Dedic, berpendapat bahwa kehancuran ini juga dipicu oleh masalah teknis masif di bursa kripto, bukan sekadar isu fundamental.
Kecurigaan ini mengarah pada Binance, di mana banyak pengguna melaporkan tidak bisa melakukan transaksi saat pasar sedang anjlok. Di sisi lain, para detektif on-chain juga menemukan adanya pergerakan dari para whale (investor besar) yang diduga memperparah kejatuhan harga.
Lebih jauh lagi, beredar spekulasi dan tuduhan perdagangan orang dalam (insider trading) di media sosial. Meskipun tidak berdasar, tuduhan ini muncul karena kedekatan Trump dengan sektor kripto dan kebetulan yang aneh antara manuvernya dengan rumor pasar lainnya.
4. Peluang di Tengah Kepanikan: Jurus Serok Bawah
Meskipun menyakitkan, peristiwa Jumat Berdarah ini justru dilihat oleh sebagian analis sebagai peluang emas. Sejarah menunjukkan bahwa waktu terbaik untuk membeli Bitcoin adalah saat pasar sedang berada dalam tekanan atau saat ada kepanikan ekstrem.
Riset dari Bitwise mengungkap, secara historis, setelah pasar saham anjlok lebih dari 2%, Bitcoin justru berhasil rebound hingga 189% dalam satu tahun berikutnya. Angka ini jauh melampaui rebound pasar saham itu sendiri.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, fenomena ini adalah pelajaran penting bahwa pasar kripto masih sangat rentan terhadap sentimen makroekonomi dan manuver figur politik sekelas Donald Trump. Volatilitas ekstrem masih menjadi risiko yang nyata.
Namun, di balik risiko ini, ada peluang bagi mereka yang berani berpikir kontrarian. Jurus buy the dip atau serok bawah di tengah kepanikan terbukti menjadi strategi yang sangat menguntungkan secara historis, meskipun tentu saja membutuhkan keberanian dan manajemen risiko yang ketat.

Alvin Bagaskara
Editor
