Mengenal Taman Nasional Tanjung Puting, Benteng Terakhir Orangutan
- Meningkatnya perambahan dan tambang ilegal di sekitar TN Tanjung Puting menjadi ancaman serius bagi program konservasi orangutan.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) kembali menjadi sorotan setelah para pemerhati lingkungan menyampaikan kekhawatiran atas semakin terdesaknya habitat orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) akibat tekanan aktivitas manusia di sekitar kawasan konservasi tersebut.
TNTP selama ini dikenal sebagai habitat kritis dan salah satu “benteng terakhir” orangutan Kalimantan, dengan estimasi 30.000–40.000 individu hidup di dalam dan sekitar kawasan. Selain ditunjuk sebagai Cagar Biosfer UNESCO dan Situs Ramsar, taman nasional ini juga menjadi pusat rehabilitasi orangutan terbesar di Indonesia.
Di dalam kawasan taman, kondisi hutan dilaporkan masih relatif terjaga dengan tingkat regenerasi vegetasi yang baik. Namun, ancaman dari luar batas TNTP terus meningkat.
Berdasarkan laporan tanjungputingnp.org, dikutip Rabu, 3 Desember 2025, perambahan hutan untuk perkebunan sawit, pertambangan, serta aktivitas tambang emas ilegal di zona penyangga disebut sebagai faktor yang paling mengkhawatirkan. Pencemaran sungai akibat merkuri tambang emas serta konflik manusia–satwa meningkat seiring menyusutnya habitat alami.
Organisasi konservasi menilai bahwa alih fungsi hutan skala besar oleh perusahaan sawit dan tambang merupakan penyebab utama penurunan populasi orangutan di Kalimantan dalam beberapa dekade terakhir. Lemahnya penegakan hukum dan tumpang-tindih kebijakan memperparah situasi.

Pusat Rehabilitasi Dunia di Camp Leakey
Sejak 1971, Camp Leakey di TNTP menjadi pusat penelitian dan rehabilitasi orangutan ikonik yang didirikan oleh ahli primata Dr. Biruté Galdikas. Di sini, orangutan yatim piatu atau korban konflik dilatih kembali untuk hidup mandiri sebelum akhirnya dilepasliarkan ke alam.
Ekosistem unik TNTP, yang terdiri dari hutan gambut, dataran rendah, dan kerangas—menjadi area ideal bagi program reintroduksi ini. Pada 2024, TNTP mencatat 79.665 kunjungan wisatawan, angka tertinggi sepanjang sejarah.
Meski memberi pemasukan dan meningkatkan kesadaran publik, aktivitas wisata yang tidak dikelola ketat berisiko menimbulkan stres pada satwa serta membuka peluang penularan penyakit zoonosis.
Pemerintah bersama organisasi seperti Orangutan Foundation International (OFI) terus memperkuat patroli, melakukan rehabilitasi, dan mengembangkan kajian ekonomi jasa ekosistem sebagai dasar perencanaan konservasi jangka panjang.
Namun para ahli mengingatkan bahwa keberhasilan penyelamatan orangutan sangat bergantung pada konsistensi penegakan hukum, tata ruang yang jelas, serta dukungan pendanaan berkelanjutan.

Muhammad Imam Hatami
Editor
