Tren Ekbis

Mengenal Etanol, BBM Kendaraan dari Tebu, Jagung, dan Singkong

  • Etanol, atau ethyl alcohol (C₂H₅OH), merupakan bahan bakar nabati (biofuel) yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari tanaman seperti tebu, jagung, atau singkong.
Pertamax Turun Harga - Panji 7.jpg
Nampak pelanggan tengah melakukan pengisian BBM jenis Pertamax di sebuah SPBU kawasan Rest Area Karang Tengah Tol Jakarta Tangerang. PT Pertamina hari ini 3 Januari 2023 pukul 14.00 menurunkan harga Pertamax,Pertamax Turbo dan Pertamina Dex. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pengembangan bahan bakar etanol di Indonesia mendapat momentum setelah pemerintah resmi menyetujui rencana penerapan E10 (bahan bakar dengan campuran 10% etanol) secara wajib dalam 2–3 tahun ke depan. Kebijakan ini menjadi langkah penting dalam strategi nasional untuk mengurangi impor bahan bakar fosil sekaligus menekan emisi karbon.

Etanol, atau ethyl alcohol (C₂H₅OH), merupakan bahan bakar nabati (biofuel) yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari tanaman seperti tebu, jagung, atau singkong. 

“Etanol umumnya digunakan sebagai campuran dengan bahan bakar fosil seperti bensin dan diesel pada beragam jenis mesin, dengan perbandingan yang bervariasi tergantung pada kebijakan dan spesifikasi kendaraan di setiap negara,” tulis laman resmi pertamina, dikutip Kamis, 9 Oktober 2025.

Ketika dicampurkan dengan bensin, etanol membentuk bahan bakar ramah lingkungan yang dikenal dengan istilah “gasohol”, misalnya E5 berarti 5% etanol dan 95% bensin. 

Beberapa keunggulan utama etanol antara lain kemampuannya menekan emisi karbon karena pembakaran etanol menghasilkan gas buang yang lebih bersih dibanding bensin murni. 

Selain itu, etanol memiliki angka oktan tinggi mencapai RON 128, yang dapat meningkatkan kualitas pembakaran serta mengurangi gejala engine knocking.

Baca juga : Fundamental Solid, BRI Raih Penghargaan Indeks Tempo-IDN Financials 52

Perkembangan Etanol di Indonesia

Dorongan pengembangan etanol menjadi bagian dari strategi transisi energi nasional, menyusul keberhasilan program biodiesel yang kini telah mencapai tahap B40 (40% campuran biodiesel). 

Pemerintah menilai etanol sebagai “babak berikutnya” menuju kemandirian energi yang lebih hijau. Saat ini, produk berbahan campuran etanol yang telah tersedia di pasar adalah Pertamax Green 95 (E5) yang bisa didapatkan di sejumlah SPBU pilihan. 

Ke depan, pemerintah menargetkan penerapan mandatori E10 pada tahun 2027–2028, dengan sebagian besar kendaraan di Indonesia yang dinilai sudah kompatibel hingga campuran E20, Tantangan utama dalam program ini adalah keterbatasan pasokan etanol dalam negeri, sebab pemerintah menolak opsi impor dan fokus membangun ekosistem produksi lokal.

“Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerjasama dengan tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), didukung United States Grains Council (USGC), telah menyusun roadmap strategis untuk mempercepat penerapan bioetanol di Indonesia,” tulis laman Pertamina melanjutkan.

Baca juga : Harga Emas Antam Kembali Merangkak, Tembus Rp2,3 Juta Segram

Tantangan dan Peta Jalan ke Depan

Salah satu alasan kuat di balik kebijakan ini adalah ketergantungan impor bahan bakar, di mana hingga kini sekitar 60% kebutuhan BBM Indonesia masih dipenuhi dari impor. 

Replikasi kesuksesan biodiesel dengan etanol diharapkan mampu mengurangi ketergantungan tersebut, terutama pada jenis bensin. Namun, pengembangan etanol menghadapi sejumlah tantangan besar. 

Dari sisi produksi, kapasitas nasional baru mencapai sekitar 63.000 kiloliter (KL) per tahun, jauh dari kebutuhan program E5 yang diperkirakan mencapai 2 juta KL per tahun. 

Untuk mengatasinya, pemerintah tengah membangun pabrik etanol baru berbasis singkong dan tebu, termasuk proyek besar di Merauke, Papua, dengan potensi produksi 150.000–300.000 KL per tahun pada 2027.

Selain itu, terdapat tantangan lain berupa persaingan penggunaan molases (hasil samping tebu) antara industri pangan dan energi, serta biaya produksi yang relatif lebih tinggi dibanding bensin. Untuk menjaga daya saing harga biofuel, pemerintah diperkirakan perlu menyiapkan insentif atau subsidi. 

Dalam peta jalan (roadmap) resmi, kapasitas produksi etanol nasional ditargetkan meningkat hingga 1,2 juta KL per tahun pada 2030.

Persetujuan kebijakan mandatori E10 menjadi sinyal kuat komitmen pemerintah terhadap pengembangan energi terbarukan dan kemandirian energi nasional. 

Bila ekosistem produksi domestik berhasil dibangun sesuai rencana, Indonesia akan memasuki era baru bahan bakar ramah lingkungan yang lebih berkelanjutan.