Tren Leisure

LMKN Gaspol Digitalisasi Royalti Musik, Janji Lebih Transparan

  • LMKN periode 2025–2028 fokus benahi sistem royalti musik lewat digitalisasi. Penarikan hingga distribusi dijanjikan lebih transparan dan adil bagi musisi Indonesia.
Ilustrasi orang berada di kerumunan sedang menonton konser musik.
Ilustrasi orang berada di kerumunan sedang menonton konser musik. (Freepik/aleksandarlittlewolf)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Musik bukan sekadar hiburan, tapi juga soal hak cipta yang harus dihargai. Karena itu, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025–2028 bertekad membenahi sistem penarikan dan distribusi royalti musik agar lebih transparan dan adil bagi para pelaku industri.

Sebagai lembaga non-APBN yang ditugaskan negara, LMKN memiliki peran penting mengurus penarikan, penghimpunan, dan pembagian royalti atas penggunaan lagu di ruang publik komersial. Artinya, setiap kali musik diputar di kafe, pusat perbelanjaan, hingga platform digital, ada hak yang wajib kembali kepada pencipta, produser, maupun performer.

Dengan dasar hukum UU Hak Cipta, PP Nomor 56 Tahun 2021, dan Permenkumham 27 Tahun 2025, LMKN kini memperoleh kewenangan yang lebih luas. Lembaga ini bisa melakukan penarikan royalti hingga ke ranah digital, membuka kantor perwakilan di daerah, sekaligus memperketat evaluasi lembaga manajemen kolektif yang selama ini menyalurkan royalti. Lebih jauh, biaya operasional LMKN juga dipangkas dari 20% menjadi hanya 8% agar porsi yang diterima para musisi semakin besar.

Saat ini LMKN bersama DPR RI tengah membahas revisi UU Hak Cipta. Sambil menunggu hasil final, distribusi royalti untuk sementara ditahan. Tujuannya bukan untuk menghambat, melainkan memastikan agar verifikasi lebih akurat dan distribusi berikutnya bisa berlangsung lebih adil. Sebagai bentuk komitmen transparansi, sekitar Rp10 miliar dana operasional dari periode sebelumnya juga telah dikembalikan ke LMKN.

Transformasi digital menjadi fokus utama kepengurusan LMKN baru. Sistem baru ini diharapkan mampu melacak penggunaan lagu secara lebih detail, menghimpun data valid pencipta dan performer, serta memastikan distribusi royalti berlangsung cepat dan akuntabel. Harapannya, ekosistem musik di Indonesia semakin sehat dan musisi tidak lagi waswas soal hak ekonominya.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk menjaga ekosistem musik tetap berkelanjutan. LMKN pun berjanji akan terus melakukan edukasi ke masyarakat bahwa membayar royalti bukan hanya soal mematuhi aturan, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap karya.

“Musik itu punya value, dan value itu harus balik ke penciptanya. Transparansi lewat digitalisasi jadi kunci,” tulis Ketua LMKN Andi Mulhanan Tombolotutu dalam keterangannya, Kamis 28 Agustus 2025.