Tren Global

Langgar Semua Aturan Perang, Israel Hancurkan 1.000 Truk Bantuan

  • Penghancuran truk bantuan oleh Israel dinilai sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional. Protokol Tambahan I terhadap Konvensi Jenewa 1949, khususnya Pasal 54, secara tegas melarang penghancuran objek-objek vital yang diperlukan untuk kelangsungan hidup
gaza.jpeg

GAZA - Krisis kemanusiaan di Gaza sudah menyentuh batas kengerian, militer Israel dilaporkan menghancurkan lebih dari 1.000 truk bantuan kemanusiaan yang memuat makanan dan obat-obatan. Bantuan tersebut sebelumnya ditujukan bagi lebih dari 2,3 juta warga sipil Gaza yang terjebak dalam blokade ketat selama lebih dari 21 bulan. 

Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Badan Penyiaran Israel (KAN), yang menyebut bahwa truk-truk bantuan dibiarkan tertahan di bawah panas matahari hingga isinya rusak, sebelum akhirnya dimusnahkan oleh otoritas militer.

"Ada ribuan paket yang tertinggal di bawah terik matahari, dan jika tidak segera diangkut ke Gaza, kami terpaksa menghancurkannya,"  tulis laman KAN yang mewawancarai militer Israel, dikutip Selasa, 28 Juli 2025.

Tindakan penghancuran bantuan ini memicu gelombang kecaman internasional dan memperkuat tuduhan bahwa Israel tengah melakukan genosida secara sistematis terhadap penduduk sipil Palestina. 

Michael Fakhri, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak atas Pangan, menyatakan penghancuran bantuan kemanusiaan merupakan bentuk hukuman kolektif yang sangat serius. 

Baca juga : 'Zona Pembunuhan', Upaya Mengerikan Warga Gaza untuk Menerima Bantuan

Ia menegaskan bahwa kelaparan yang terjadi di Gaza adalah akibat dari strategi militer yang disengaja, dan dunia internasional harus segera bertindak lebih tegas, termasuk melalui pemberian sanksi. Dalam berbagai wawancara, Fakhri menilai tindakan Israel bisa dikategorikan sebagai bagian dari kejahatan genosida.

Di lapangan, situasi warga Gaza sangat memprihatinkan. Warga terpaksa bertahan hidup dengan mengonsumsi rumput, pakan ternak, hingga kulit jagung kering. Rumah sakit melaporkan lonjakan kematian akibat malnutrisi, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan pasien dengan penyakit kronis. 

Data dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa hingga saat ini setidaknya 122 orang telah meninggal akibat kelaparan, mayoritas adalah anak-anak. Angka malnutrisi akut berat mencapai 11,5 persen, sebuah tingkat yang menurut standar internasional sudah tergolong sangat parah.

Pelanggaran Serius terhadap Hukum Humaniter Internasional

Penghancuran truk bantuan oleh Israel dinilai sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional. Protokol Tambahan I terhadap Konvensi Jenewa 1949, khususnya Pasal 54, secara tegas melarang penghancuran objek-objek vital yang diperlukan untuk kelangsungan hidup penduduk sipil, termasuk makanan dan air.

Selain itu, Konvensi Jenewa IV tahun 1949 juga mewajibkan negara-negara yang terlibat konflik untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan, bukan menghambat atau menghancurkannya. 

Dalam kerangka hukum yang lebih modern, Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyebut bahwa secara sengaja membuat warga sipil kelaparan merupakan kejahatan perang. Tindakan semacam itu juga melanggar prinsip-prinsip utama hukum perang seperti prinsip distingsi antara kombatan dan warga sipil, serta prinsip proporsionalitas.

Penghancuran 1.000 truk bantuan ini tidak berdiri sendiri. Sejak Oktober 2023, Israel telah memperketat blokade di Jalur Gaza dengan sistematis. Laporan dari lembaga kemanusiaan dan badan PBB menyebutkan bahwa ribuan ton bantuan telah tertahan berminggu-minggu di titik penyeberangan tanpa penjelasan yang memadai.

Akibatnya, banyak bantuan akhirnya rusak atau kedaluwarsa sebelum sempat disalurkan. Beberapa pengamat dan organisasi HAM menyatakan bahwa upaya sistematis menghalangi masuknya bantuan ke Gaza merupakan bentuk penghancuran populasi sipil secara perlahan dan disengaja, yang memperkuat narasi bahwa ini bukan sekadar pelanggaran biasa, melainkan bagian dari strategi genosida.

Situasi ini menempatkan komunitas internasional dalam posisi genting. Berbagai pihak kini menuntut langkah nyata dari PBB dan negara-negara anggota, termasuk penerapan sanksi dan tekanan diplomatik untuk membuka blokade serta memastikan masuknya bantuan ke Gaza secara aman. 

Tindakan Israel yang terus menghambat dan menghancurkan bantuan kemanusiaan memperkuat keyakinan banyak pihak bahwa ini bukan semata operasi militer, melainkan bentuk penghukuman massal yang melanggar segala norma kemanusiaan.