Kompetisi Kredit di Segmen Korporasi Semakin Ketat, Simak Prospek Saham BBNI Berikut Ini
- Meskipun kinerja BBNI tergolong solid, terdapat sejumlah risiko yang mulai muncul, terutama terkait pertumbuhan kredit dan keberlanjutan margin bunga bersih (NIM).

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menghadapi tantangan terkait dengan kompetisi pembiayaan di segmen korporasi yang semakin ketat di tahun ini.
Untuk diketahui, BNI membukukan laba bersih sebesar Rp5,4 triliun pada kuartal I-2025, atau tumbuh 1,0% secara tahunan (year-on-year/yoy). Capaian ini setara dengan 23,2% dari target laba bersih sepanjang tahun 2025 dan dinilai sejalan dengan konsensus analis.
Hal ini disampaikan oleh Head of Proprietary Investment Mirae Asset Sekuritas, Handiman Soetoyo, dalam riset terbarunya. Ia menilai, meskipun kinerja BBNI tergolong solid, terdapat sejumlah risiko yang mulai muncul, terutama terkait pertumbuhan kredit dan keberlanjutan margin bunga bersih (NIM).
- Menimbang Kinerja dan Prospek GOTO Jelang Rilis Kinerja Kuartal I-2025
- Grup Pertamina hingga MRT Jakarta Harumkan Indonesia di Panggung K3 Dunia
- Dari Morowali hingga Bekasi: Rentetan Tragedi Kecelakaan Kerja Masih Terjadi
Pendapatan Bunga Bersih Tumbuh Moderat
Pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) BBNI tercatat tumbuh 4,7% yoy pada kuartal I-2025. Namun, Handiman mencatat bahwa pertumbuhan beban bunga (+6,1% yoy) tetap lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pendapatan bunga (+5,3% yoy).
"Tekanan pada yield pinjaman korporasi dan segmen menengah masih berlanjut akibat kompetisi yang ketat, ditambah lagi dengan penurunan suku bunga acuan seperti SOFR dan JIBOR," ujar Handiman dikutip dari hasil risetnya, Selasa, 29 April 2025.
Meski demikian, pertumbuhan pinjaman di segmen kecil non-KUR dan konsumer yang memiliki yield lebih tinggi, mampu sedikit menahan tekanan tersebut. Margin bunga bersih (NIM) BBNI relatif stabil di angka 3,9%, sedikit turun dibandingkan 4,0% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Pendapatan Non-Bunga Turun Tipis
Pada sisi pendapatan non-bunga, BBNI mencatatkan penurunan tipis sebesar 0,5% yoy. Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya pendapatan dari pemulihan kredit bermasalah (recovery income) sebesar 7,5% yoy. Sementara itu, pendapatan berbasis komisi (fee income) masih mencatatkan pertumbuhan moderat sebesar 2,6% yoy.
Baca Juga: Saham PTRO Diburu Asing Usai Laba Bersih Kuartal I-2025 Naik Ratusan Persen
Beban Provisi Terkendali, Kualitas Aset Stabil
Beban provisi BBNI tercatat naik 0,9% yoy pada kuartal pertama 2025. Rasio biaya kredit (Cost of Credit/CoC) menunjukkan perbaikan dari 1,0% menjadi 0,9%. Menurut Handiman, perbaikan ini ditopang oleh pembalikan provisi di segmen korporasi.
"Rasio NPL bruto tetap stabil di level 2,0% selama lima kuartal berturut-turut, sementara rasio kredit dalam perhatian khusus (LAR) turun dibandingkan tahun lalu, meski naik secara kuartalan menjadi 10,9%," tambah Handiman.
Rasio pencadangan NPL tetap kuat di angka 263,1%, menunjukkan bahwa risiko kenaikan provisi secara signifikan tetap terbatas selama kualitas aset stabil.
Pertumbuhan Kredit dan Dana Pihak Ketiga
Kredit BBNI tercatat tumbuh 10,1% yoy, namun mengalami kontraksi 1,3% secara kuartalan, sejalan dengan pola musiman awal tahun. Pertumbuhan kredit terutama didorong oleh segmen korporasi (+16,0% yoy) dan konsumer (+13,0% yoy).
Sementara itu, kredit pada segmen menengah justru mengalami kontraksi sebesar 3,3% yoy, mencerminkan sikap hati-hati BBNI terhadap peningkatan risiko. Kredit pada segmen kecil, khususnya Kredit Usaha Rakyat (KUR), juga turun signifikan sebesar 26,3% yoy. Namun, kredit kecil non-KUR masih tumbuh sebesar 6,1% yoy.
Untuk tahun ini, BBNI mempertahankan target pertumbuhan kredit di kisaran 8,0–10,0%.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) BBNI naik 5,0% yoy dan 1,7% qoq. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan dana murah (CASA), khususnya di tabungan, sementara deposito berjangka mengalami penurunan secara kuartalan. Rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) pun turun dari 96,1% menjadi 93,1%.
Prospek Jangka Pendek: Netral ke Negatif
Handiman Soetoyo menilai bahwa dalam jangka pendek, prospek BBNI cenderung netral hingga negatif. Ia mengingatkan bahwa intensitas persaingan di segmen pinjaman korporasi – yang menjadi fokus utama BBNI – berpotensi terus menekan yield pinjaman jika pertumbuhan kredit dikejar secara agresif.
"Kondisi likuiditas yang ketat juga dapat mendorong kenaikan biaya dana (Cost of Fund/CoF) lebih lanjut," ujar Handiman. Ia juga menambahkan bahwa rasio biaya kredit (CoC) kemungkinan akan sedikit naik dari 0,9% menuju target sekitar 1,0% seiring dengan menurunnya tren pembalikan provisi dan percepatan pertumbuhan kredit.
- Mengenal Konklaf, Tradisi Pemilihan Pemimpin Baru Gereja Katolik
- Dari Harapan Besar ke Ketidakpastian: Drama Investasi LG di Proyek Titan
- MIND ID Gaet Danantara Garap Proyek Hilirisasi Rp241,2 T
Valuasi dan Rekomendasi
Dari sisi valuasi, BBNI saat ini diperdagangkan pada valuasi 0,9 kali price to book value (PBV) untuk proyeksi 12 bulan ke depan, lebih rendah dari rata-rata lima tahunnya di 1,1 kali PBV (-0,8 standar deviasi).
Namun demikian, Handiman mencatat bahwa saham BBNI saat ini tidak lebih menarik dibandingkan bank-bank besar lainnya, seperti BBCA dan BBRI, yang justru diperdagangkan dengan diskon lebih dalam.
"Walaupun konsensus analis masih mempertahankan rekomendasi beli (Buy) dengan target harga 12 bulan ke depan di Rp5.517, atau memberikan potensi kenaikan sekitar 32,0%, kami menilai tidak ada katalis jangka pendek yang kuat untuk mendorong harga saham BBNI," pungkas Handiman.

Ananda Astridianka
Editor
