Kejahatan Homo Sapiens di Masa Silam: Warisan Kelam yang Masih Terasa Hingga Kini
- Di balik keberhasilan ini tersembunyi kisah kelam tentang dominasi, penguasaan, dan bahkan pemusnahan terhadap spesies-spesies lain—baik yang sebangsa (seperti Neanderthal dan Denisovan) maupun yang tidak sebangsa (fauna dan flora endemik di berbagai benua). Kejahatan ini, meski telah terjadi ribuan hingga ratusan ribu tahun silam, masih menyisakan dampak ekologis dan evolusioner yang terasa hingga hari ini.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA - Dalam sejarah panjang evolusi, Homo sapiens—spesies manusia modern—diakui sebagai makhluk paling cerdas dan adaptif yang pernah hidup di muka bumi. Namun, kecerdasan ini tak selalu digunakan untuk kebaikan. Sejak kemunculannya sekitar 300.000 tahun yang lalu di Afrika, Homo sapiens telah menyebar ke berbagai belahan dunia dengan kecepatan dan agresivitas yang luar biasa.
Di balik keberhasilan ini tersembunyi kisah kelam tentang dominasi, penguasaan, dan bahkan pemusnahan terhadap spesies-spesies lain—baik yang sebangsa (seperti Neanderthal dan Denisovan) maupun yang tidak sebangsa (fauna dan flora endemik di berbagai benua). Kejahatan ini, meski telah terjadi ribuan hingga ratusan ribu tahun silam, masih menyisakan dampak ekologis dan evolusioner yang terasa hingga hari ini.
- Kontradiksi Angka Kemiskinan RI Versi Bank Dunia dan BPS
- HMSP Bukukan Pendapatan Rp28,79 Triliun di Kuartal I-2025, Ekspor Naik Tajam
- Dirut BRI Sebut Danantara Bisa Meningkatkan Daya Saing Bank Himbara di Tingkat Global
Homo Sapiens: Spesies yang Memusnahkan Spesies Lain
Salah satu kejahatan terbesar Homo sapiens terhadap spesies lain adalah pemusnahan sistematis terhadap kerabat evolusionernya sendiri, yakni Homo neanderthalensis (Neanderthal), Homo denisova (Denisovan), dan kemungkinan Homo floresiensis di Indonesia.
1. Kejatuhan Neanderthal: Hasil Perang atau Perebutan Sumber Daya?
Neanderthal menghuni wilayah Eropa dan Asia Barat selama ratusan ribu tahun sebelum kedatangan Homo sapiens sekitar 50.000 tahun lalu. Dalam kurun waktu relatif singkat, Neanderthal punah—dan banyak bukti arkeologis serta genetika yang menunjukkan bahwa Homo sapiens berperan dalam kepunahan itu, baik melalui kompetisi sumber daya, penyebaran penyakit, maupun konflik langsung.
Beberapa hipotesis menyatakan bahwa manusia modern mungkin melakukan genosida purba terhadap Neanderthal, memperlakukan mereka sebagai “lain” dan tidak layak hidup berdampingan. Memang terdapat jejak perkawinan antara dua spesies ini (sekitar 1–4% DNA Neanderthal ada dalam manusia non-Afrika), tetapi jumlahnya sangat kecil dibanding populasi Neanderthal yang sempat berjaya di masa sebelumnya.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Bukti Terkuat Tentang Kehidupan di Planet Jauh
2. Pembantaian Megafauna: Satu Jejak Pembunuhan Global
Penyebaran Homo sapiens ke berbagai wilayah selalu diikuti oleh kepunahan massal megafauna, atau hewan-hewan besar seperti mamut, mastodon, moa, gliptodon, dan lainnya. Contoh paling mencolok terjadi di:
- Amerika Utara dan Selatan (sekitar 13.000 tahun lalu): Homo sapiens menyeberang dari Asia melalui Selat Bering, dan dalam waktu beberapa ribu tahun, hampir semua spesies megafauna punah.
- Australia (sekitar 45.000 tahun lalu): Ditempati pertama kali oleh manusia, yang segera membantai hewan raksasa seperti diprotodon dan megalania.
- Madagaskar dan Selandia Baru: Pulau-pulau ini menyimpan ekosistem unik selama jutaan tahun sebelum Homo sapiens tiba. Dalam kurun waktu hanya ratusan tahun setelah kedatangan manusia, banyak spesies punah, termasuk burung gajah dan moa.
Para ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai “overkill hypothesis”—manusia membunuh hewan-hewan besar untuk pangan dan bahan, namun melebihi kapasitas reproduksi spesies tersebut.
Kejahatan Lingkungan Purba: Awal dari Krisis Ekologis Modern
Tak hanya membunuh langsung, Homo sapiens juga membawa perubahan ekosistem secara destruktif sejak masa awal:
1. Pembakaran Lahan dan Perusakan Habitat
Di Australia dan Afrika, catatan arkeologis menunjukkan bahwa Homo sapiens sejak ribuan tahun lalu menggunakan api secara sistematis untuk mengendalikan lanskap. Praktik ini—disebut fire-stick farming—merusak habitat asli dan memaksa spesies berpindah atau punah.
2. Introduksi Spesies Asing
Manusia juga membawa hewan-hewan pendamping seperti anjing, babi, dan tikus ke wilayah baru. Spesies ini sering memusnahkan spesies lokal—terutama di pulau-pulau kecil yang sebelumnya tidak memiliki predator mamalia. Misalnya, banyak burung di Pasifik punah setelah kedatangan manusia Polinesia dan hewan peliharaannya.
- Kalahkan Taylor Swift Sebagai Wanita Terkaya di 2025, Siapa Itu Lucy Guo?
- Kian Efisien Pasca-Lepas Consumer Banking, Citi Indonesia Cetak Laba Rp2,6 Triliun di 2024
- Efisiensi Berbuah Manis, UNVR Catat Laba Rp1,24 Triliun di Kuartal I-2025
Warisan Kejahatan yang Masih Terasa Kini
Meskipun banyak kejahatan Homo sapiens terhadap spesies lain terjadi di masa lampau, dampaknya tetap membentuk wajah Bumi hingga hari ini:
1. Kehilangan Keanekaragaman Hayati
Sebagian besar keanekaragaman hayati yang pernah ada di muka bumi telah punah karena manusia. Beberapa ilmuwan bahkan menyebut masa kini sebagai Kepunahan Massal Keenam, didorong oleh manusia—bukan oleh bencana alam seperti di masa lalu.
2. Ketidakseimbangan Ekologis
Dengan punahnya spesies predator atau herbivora besar, banyak ekosistem menjadi timpang. Contohnya, padang rumput luas yang dahulu dihuni mamut kini berubah menjadi tundra tak produktif.
3. Ketergantungan pada Spesies Domestik
Pemusnahan spesies liar dan seleksi buatan menciptakan ketergantungan besar terhadap spesies domestik (sapi, ayam, gandum, dll), yang pada gilirannya menyebabkan kerentanan pangan global, penyebaran penyakit, dan kerusakan lingkungan.
Merenungi Ulang Narasi “Kemenangan” Homo Sapiens
Sering kali keberhasilan Homo sapiens dipandang sebagai puncak evolusi—manusia menaklukkan alam, menjinakkan hewan, dan memimpin dunia. Namun jika kita tinjau dari sudut pandang spesies lain, Homo sapiens bukanlah penyelamat, melainkan perusak utama. Kita bukan sekadar puncak rantai makanan, tetapi aktor utama dalam drama kehancuran keanekaragaman kehidupan.
(Catatan: Informasi dalam artikel ini dikutip dari buku Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia karya Yuval Noah Harari dan sumber lainnya.)

Ananda Astridianka
Editor
