Judi Daring, Penerima Bansos dan “Konsorsium 303 Kaisar Sambo”
- Judi sudah menyusup ke level masyarakat penerima bansos. Toh polisi di Yogya lebih asyik membekuk pelaku pembobol situs judi ketimbang menggulung sang penyelenggara permainan haram. Adakah kasus ini terkait dengan “Konsorsium 303 Kaisar Sambo”?

Andi Reza Rohadian
Author

Kisah carut-marut penegakan hukum seolah tak ada habisnya di negeri ini. Belum habis cerita semrawutnya satu perkara sudah muncul kasus lain yang tak kalah hebohnya. Sesuai pengetahuan umum masyarakat judi adalah sebuah perbuatan haram yang melanggar kaidah sosial, kaidah hukum, kaidah agama dan kaidah kesusilaan.
Tak syak, judi tergolong sebagai tindak pidana. Singkat kata, siapa pun pelakunya diancam dengan kurungan badan. Tak peduli KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang lama maupun baru --berlaku tahun 2026, menetapkan judi sebagai kriminalitas.
Masalahnya, pemahaman aparat kepolisian di Yogyakarta terhadap judi rupanya “agak lain”. Dalam kasus pembobolan sebuah situs judi daring di kota gudeg, Polda DIY justru berpihak pada pengelola situs judi yang notabene berperan sebagai bandar judi. Direktorat Reskrim Kriminal Khusus Polda DIY bertindak sigap menangkap pelaku pembobolan.
Polisi menyatakan penangkapan tersebut dilakukan menyusul adanya pengaduan dari masyarakat. Siapa yang dimaksud dengan masyarakat itu, polisi tidak membuka identitasnya ke publik. Tak heran jika masyarakat curiga ada yang ditutupi oleh hamba wet. Logika sederhananya, yang dirugikan di sini adalah sang bandar judi.
Yang pasti, pada tanggal 10 Juli silam, pelaku pembobolan situs tersebut sudah ditangkap. Mereka berasal dari Bantul, Kebumen dan Magelang. Merujuk ke laporan masyarakat itu, terbongkarnya kasus pembobolan situs judi daring ini berawal dari adanya aktivitas mencurigakan di sebuah kontrakan di daerah Banguntapan.
Berdasarkan keterangan awal polisi, lima orang itu memanfaatkan sistem promosi situs judi online dengan cara membuat puluhan akun baru setiap hari. Mereka, tuduh polisi, memakai sederet akun itu untuk memanfaatkan bonus pengguna baru yang diberikan situs bandar judi online.
Akibat perbuatan itu, polisi bilang situs judi online mengalami kerugian besar. Namun polisi tak menyebut nominal kerugiannya. Polisi mengungkapkan keempat pelaku menggunakan empat komputer. Masing-masing dari mereka mengelola 10 akun. Dalam sehari, ungkap polisi, kawanan itu bisa membuat 40 akun.
Mereka lalu mencari situs judi yang sedang promosi. “Akun baru kemungkinan menangnya besar. Itu teknik bandar, kalau dia pemain baru dikasih menang. Sehari satu akun top up [isi ulang] Rp50.000," ujar AKBP Slamet Riyanto, seperti dikutip BBC News Indonesia.
Dari hasil penggerebekan di rumah kontrakan itu, polisi menyita sejumlah barang bukti, yaitu empat komputer, lima ponsel, sejumlah uang tunai, tangkapan layar situs judi online, dan ratusan SIM card.
Toh, aksi gerak cepat polisi tak mendapat apresiasi dari masyarakat. Sejumlah pakar hukum justru mempertanyakan mengapa bukan bandar judinya yang diusut. Sebab, Pasal 303 KUHP tentang perjudian sebetulnya secara khusus ditujukan untuk menjerat bandar judi. Langkah ke arah itu sesungguhnya tak sulit bagi polisi yang memiliki perangkat siber yang canggih.
Pasal judi dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatur tentang perjudian adalah Pasal 303 dan Pasal 303 bis. Pasal 303 mengatur tentang tindak pidana perjudian secara umum, sedangkan Pasal 303 bis mengatur tentang tindak pidana perjudian yang dilakukan secara ringan.
Pasal 303 mengatur tentang perjudian yang dilakukan secara sengaja dan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Pasal ini mencakup berbagai bentuk perjudian, seperti: menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi, menjadikan perjudian sebagai mata pencaharian dan turut serta dalam perusahaan perjudian. Ancaman hukuman dalam Pasal 303 adalah pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp25.000.000.
Baca juga:
- Kisah Tambang Nikel: dari Raja Ampat, Morowali dan Halmahera Tengah
- Peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Tengah Keprihatinan
Akan halnya Pasal 303 bis KUHP mengatur tentang perjudian yang dilakukan secara ringan atau tidak termasuk dalam kategori perjudian yang diatur dalam Pasal 303. Ancaman hukuman dalam Pasal 303 bis adalah pidana kurungan paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.
Selain diatur oleh KUHP, judi juga menjadi obyek yang ditetapkan sebagai kejahatan oleh UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, PP No. 9 Tahun 1981 dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bansos Dipakai Judi Daring
Sejauh ini sikap pemerintah terhadap judi pun cukup jelas. Paling tidak itu tampak nyata dari upaya Kementerian Sosial yang memastikan bantuan sosial (bansos) tidak disalahgunakan untuk bermain judi.
Guna memastikan penerimanya tepat sasaran, kementerian pimpinan Saifullah Yusuf meminta bantuan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) memverifikasi NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang pernah menerima bansos.
Dari penelusuran itu PPATK menemukan 571.410 nomor induk kependudukan (NIK) yang terdaftar sebagai penerima bansos, terlibat sebagai pemain judi online (judol) sepanjang 2024. Total deposit judi online dari 571.410 NIK penerima bansos selama 2024 itu mencapai Rp957 miliar dengan 7,5 juta kali transaksi.
Menteri Saifullah Yusuf mengungkapkan ada rekening yang transaksi judi online-nya mencapai Rp 3 miliar. Dia curiga, ada sejumlah NIK penerima bansos yang diperjualbelikan atau disalahgunakan oleh pihak lain.

Kendati begitu, terlibatnya masyarakat bawah dalam praktik judi daring tak bisa dilepaskan dari kelalaian negara. Dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI tidak menjalankan fungsinya untuk melindungi publik dari praktik judi online.
Sebagaimana diketahui, nama mantan Menteri Kominfo (kini Kementerian Komdigi), Budi Arie Setiadi, muncul dalam dakwaan kasus suap judi daring terhadap 13 kordinator judi daring dan mantan pegawai Kominfo yang sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dakwaan tersebut menyebutkan adanya pembagian uang dari praktik perlindungan situs judi daring. Budi Arie diduga menerima 50% dari hasil tersebut.
Budi Arie, pada Desember 2024 pernah diperiksa Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Mabes Polri sebagai saksi, membantah terlibat dan menerima dana tersebut. “Pokoknya kita hormati langkah aparat penegak hukum. Saya fokus urus koperasi dan rakyat," ujar mantan Ketua Umum Projo yang kini menjabat menteri koperasi , seperti dikutip Tempo.co.
Jadi Ingat “Konsorsium 303 Kaisar Sambo”
Ngomong-ngomong soal penanganan judi oleh polisi, publik tentu belum lupa dengan isu oknum korps Bhayangkara menjadi beking bandar judi. Sekadar mengingatkan, saat kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat menjadi buah bibir tiga tahun lampau, mendadak mencuat sebuah kasus yang melibatkan nama Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, sang penembak Yoshua.
Nama mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu tersiar di pelbagai media sosial dalam bentuk grafik bertajuk “Konsorsium 303 Kaisar Sambo”. Grafik ini menunjukkan nama-nama petinggi kepolisian, pengusaha hingga bandar-bandar judi yang saling terkait dalam jaringan usaha ilegal seperti perjudian, prostitusi, penyelundupan suku cadang palsu, solar subsidi, minuman keras dan tambang ilegal.
Menindaklanjuti isu tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji untuk mengusut tuntas isu “Konsorsium 303 Kaisar Sambo” yang beredar di masyarakat, termasuk dugaan keterlibatan anggota Polri di dalamnya. Polri yang menggandeng PPATK menyampaikan akan menggunakan pendekatan scientific crime investigation dalam proses pengungkapan, memastikan pembuktian yang cermat dan tidak hanya berdasarkan asumsi.
Bagaimana kelanjutan penanganan perkara itu, belum ada kabar lagi. Masih gelap. Jangan salahkan masyarakat jika mengaitkan kasus “pembelaan” bandar judi di Yogya dengan “Konsorsium 303 Kaisar Sambo”.

Andi Reza Rohadian
Editor