Jakarta Masih Macet Padahal Armada Angkutan Umum Sudah Banyak, MTI Beberkan Solusinya
- MTI menyatakan target memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum di DKI Jakarta belum berhasil.

Debrinata Rizky
Author


JAKARTA - DKI Jakarta masih terus berkutat dengan masalah kemacetan yang tak terhindarkan. Target memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum juga belum berhasil.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyoroti, meski jumlah armada dan cakupan layanan Transjakarta semakin meningkat setiap tahunnya, nyatanya belum juga menurunkan angka kemacetan yang ada.
"Perbaikan layanan angkutan umum di Jakarta tidak diikuti oleh daerah penyangganya. Baru dua daerah yang memiliki angkutan umum, yakni Kota Bogor (Bus Trans Pakuan) dan Kota Tangerang (Bus Tayo) yang melakukannya," kata Djoko dalam keterangannya pada Selasa, 20 Juni 2023.
- 37 Negara Jadi Saksi Kegigihan Indonesia Saat Ladeni Argentina
- Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Terindikasi Meningkat pada Mei 2023
- Timnas Indonesia vs Argentina, Penonton Tetap Puas Meskipun Kalah
Menurut Djoko, Jakarta tidak akan bisa sendirian atasi kemacetannya, harus ada partner atau mitra pendukung untuk berani melakukan mendorong kebijakan yang lebih baik.
Untuk mengurai kemacetan yang disumbang dari wilayah penyangga (Bodetabek), Pemprov DKI Jakarta dapat berkoordinasi dengan wilayah penyangga melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Strategi Pengurai Kemacetan di Jakarta
Djoko menegaskan pola Transportasi Makro (PTM) adalah prakarsa strategis Pemprov DKI Jakarta yang menggabungkan semua jenis moda transportasi dalam satu perencanaan yang utuh dan berkelanjutan.
Hal ini merupakan jawaban dari kekakuan perundangan sektor perhubungan yang mengamanatkan perencanaan transportasi terbatas hanya berdasarkan masing masing moda. Adanya PTM menjadi dasar Pemprov DKI Jakarta membangun transportasi dalam bentuk sistem yang komprehensif.
Disamping itu, masyarakat yang beraktivitas di Jakarta tidak hanya warga Jakarta, namun warga Bodetabek sebagai daerah penyangga ibu kota. Pertumbuhuan penduduk yang pesat di Jakarta menjadi dua kali lipat dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun. Disamping itu, lebih dari 60% penduduk bergantung pada kendaraan pribadi.
Transjakarta Bisa jadi Opsi
Jakarta merupakan daerah yang dinilai paling representatif untuk digunakan sebagai contoh bagi kota-kota lain di Tanah Air, karena dengan adanya BRT Trans Jakarta yang telah terhubung Jaklingko sebagai angkutan pengumpan. Selain itu, dukungan kerja sama dari moda lain seperti KRL Jabodetabek, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta. Tidak lama lagi, akan beroperasi LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang terkoneksi atau terintegrasi.
Menurut data PT Trans Jakarta, hingga Mei 2023, Transjakarta memiliki 394,4 km panjang koridor dan 2.326,3 km non koridor. Transportasi ini dilayani oleh 19 operator dengan 4.265 armada dari regular hingga kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Sepanjang 2019 hingga 2022, cakupan layanan Transjakarta semakin naik. Pada 2019 di angka 79,5%, 2020 naik menjadi 82,4%, tahun 2021 di angka 82,1% dan tahun 2022 menginjak 88,2%, dan kemudahan akses dengan masyarakat semakin didapatkan.
Dilema Jalur Sepeda
Berdasarkan data MTI yang dihimpun pada Agustus 2022, panjang jalur sepeda di Jakarta telah mencapai 114,5 km. Adapun hingga penghujung 2022, Pemprov DKI membangun jalur sepeda baru sepanjang 195,6 km. Namun sayangnya, aktivitas parkir kendaraan bermotor di tepi jalan menjadi kendala mensterilkan jalur sepeda.
Jalur sepeda dibangun dengan harapan akan makin banyak warga di Jakarta menggunakan sepeda untuk transportasi jarak dekat, selain berjalan kaki. Serta adanya bisnis penyewaan sepeda tidak berhasil dan perlu dievaluasi. Banyak onggokan sepeda yang terlihat rusak di beberapa lokasi.

Laila Ramdhini
Editor
