IPB Pimpin 1 dari 3 Klaster Riset Kolaborasi Uni Eropa dan ASEAN
- Dipimpin oleh IPB University di Bogor, Indonesia, STABLE berfokus pada modernisasi pendidikan ilmu kelautan dan pengembangan ekonomi biru melalui kerja sama dengan lima institusi dari Jerman, Indonesia, Malaysia, dan Belanda.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA - Uni Eropa (UE) dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengambil langkah signifikan dalam mempererat kerja sama riset melalui SCOPE-HE Research Connectivity Workshop yang didanai oleh UE, dan digelar pada 14–15 Mei 2025 di Jakarta, Indonesia.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program EU-ASEAN Sustainable Connectivity Package – Higher Education Programme (SCOPE-HE), yang mempertemukan perwakilan universitas dari Eropa dan ASEAN, pembuat kebijakan, serta para ahli internasional. Workshop ini menjadi tonggak penting dalam membangun kemitraan akademik lintas kawasan serta mendorong inisiatif riset bersama di bidang-bidang yang menjadi prioritas global: transisi hijau, transformasi digital, dan ekonomi biru.
Komitmen terhadap Tantangan Global
Diluncurkan pada Juli 2024, SCOPE-HE merupakan program senilai €9,3 juta yang dijalankan oleh Nuffic (organisasi Belanda untuk internasionalisasi pendidikan) bersama DAAD (Layanan Pertukaran Akademik Jerman). Program ini bertujuan meningkatkan mobilitas pelajar dan akademisi, memperkuat jejaring antar universitas, serta meningkatkan kesiapan kerja lulusan melalui kolaborasi antara institusi pendidikan tinggi ASEAN dan Uni Eropa.
Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN, H.E. Sujiro Seam, menegaskan bahwa riset dan inovasi menjadi salah satu prioritas dalam ASEAN-EU Strategic Partnership 2023–2027. Ia mengucapkan selamat kepada tiga klaster universitas yang terpilih dari total 120 proposal yang masuk. Menurutnya, pembentukan jaringan universitas lintas kawasan yang lebih kuat adalah pendekatan efektif dan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan global secara bersama-sama. Ia juga menyoroti Horizon Europe, program unggulan UE di bidang riset dan inovasi dengan anggaran sebesar €95,5 miliar, serta mendorong para peneliti ASEAN untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.
Acara ini juga dihadiri oleh pejabat tinggi lainnya, antara lain H.E. San Lwin, Wakil Sekretaris Jenderal Komunitas Sosial Budaya ASEAN; Dr. Kai Sicks, Sekretaris Jenderal DAAD; dan Brianda Zoet, Pimpinan Tim dan Manajer Sementara Pilar Eropa di Nuffic. Dalam sambutannya, San Lwin berharap workshop ini dapat melahirkan jaringan dinamis antar perguruan tinggi lintas kawasan yang saling berbagi praktik terbaik dan membangun komunitas peneliti yang berdedikasi terhadap dampak nyata. Ia juga menekankan pentingnya diplomasi sains dan ekosistem riset yang terbuka dan kolaboratif.
Menguatkan Klaster Riset
Salah satu sorotan utama dalam workshop ini adalah pengumuman resmi tiga klaster riset yang terpilih untuk menerima SCOPE-HE Academic Connectivity Grant, yang akan memperkuat kolaborasi riset antara universitas di ASEAN dan Uni Eropa:
- GreenTrans-EDU – Dipimpin oleh Ilmenau University of Technology (Jerman), proyek ini melibatkan enam universitas dari Jerman, Prancis, Indonesia, dan Filipina untuk mendorong keberlanjutan melalui riset dan pendidikan.
- DIGIHAZ – Dipimpin oleh University of Alicante (Spanyol), DIGIHAZ memperkuat kapasitas riset dari enam institusi pendidikan tinggi di Spanyol, Yunani, Malaysia, dan Filipina untuk menghadapi meningkatnya risiko bencana alam.
- STABLE – Dipimpin oleh IPB University di Bogor, Indonesia, STABLE berfokus pada modernisasi pendidikan ilmu kelautan dan pengembangan ekonomi biru melalui kerja sama dengan lima institusi dari Jerman, Indonesia, Malaysia, dan Belanda.
Ketiga klaster ini mengintegrasikan kekuatan akademik dari Eropa dan Asia Tenggara untuk berkontribusi pada Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, sekaligus mempererat kolaborasi riset dan pendidikan tinggi antar kawasan.
Selama dua hari penyelenggaraan, program ini juga menghadirkan diskusi panel pakar dan sesi paralel yang membahas diplomasi sains, pentingnya manajemen keuangan dan administratif yang solid, serta strategi integrasi riset ke dalam pengajaran. Semua ini menjadi fondasi awal menuju ekosistem riset EU-ASEAN yang unggul, transparan, dan berbasis kemitraan setara.

Ananda Astridianka
Editor
