Tren Global

Intel Jadi Target Akuisisi Trump, Ini Alasan Strategisnya bagi Amerika

  • Intel saat ini menghadapi tekanan finansial besar dengan kerugian bersih mencapai US$2,9 miliar pada kuartal II 2025, disertai penurunan pendapatan tahunan dan anjloknya margin kotor hingga 9%.
trump.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pemerintahan Donald Trump tengah menggelar pembicaraan dengan Intel untuk kemungkinan mengambil porsi saham di raksasa semikonduktor tersebut. Laporan Bloomberg News, Jumat, 15 Agustus 2025, menyebut langkah ini menjadi intervensi terbaru Trump di sektor teknologi strategis setelah sebelumnya melakukan kesepakatan dengan Nvidia dan MP Materials. 

Meskipun pihak Intel menolak memberi komentar spesifik, perusahaan menyatakan dukungan penuh upaya pemerintah memperkuat teknologi dan manufaktur Amerika Serikat. 

Gedung Putih menegaskan, pembahasan ini masih bersifat spekulatif sampai ada pengumuman resmi. Kabar tersebut langsung memicu lonjakan harga saham Intel lebih dari 7% di perdagangan reguler dan tambahan 2,6% setelah bursa tutup.

Intel di Tengah Krisis

Intel saat ini menghadapi tekanan finansial besar dengan kerugian bersih mencapai US$2,9 miliar pada kuartal II 2025, disertai penurunan pendapatan tahunan dan anjloknya margin kotor hingga 9%. 

Perusahaan melakukan pemangkasan sekitar 15% karyawan global untuk menghemat biaya sebesar US$1,9 miliar. Sejumlah proyek di Jerman, Polandia, dan Kosta Rika dihentikan, sementara pembangunan pabrik baru di Ohio yang semula digadang sebagai fasilitas chip terbesar dunia, terhambat oleh minimnya pendanaan dan lemahnya permintaan pasar.

Rencana masuknya pemerintah ke kepemilikan saham Intel dipandang sebagai bagian dari agenda “America First” dalam persaingan teknologi melawan China. Langkah ini diharapkan memberi modal segar untuk mempercepat pembangunan pabrik Ohio, memperkuat kapasitas manufaktur domestik, dan membuka lapangan kerja baru. Analis memprediksi intervensi ini bisa dilengkapi dengan kebijakan tarif yang mendorong perusahaan seperti Nvidia memproduksi chip di dalam negeri.

Baca juga : Moderasi Konten Digital di Indonesia: Homeless Media Paling Rentan Terkena Dampak

“Saya pikir setiap kesepakatan yang melibatkan pemerintah AS dan investor pihak ketiga (private equity) kemungkinan harus disertai kebijakan tarif yang mendorong pelanggan seperti Nvidia, AMD, dan Apple untuk menggunakan Intel Foundry,” ungkap CEO firma riset pasar Creative Strategies, Ben Bajarin, dikutip Jumat, 15 Agustus 2025.

Sebagai satu-satunya Integrated Device Manufacturer (IDM) berskala global milik AS, Intel memiliki kemampuan penuh untuk mendesain sekaligus memproduksi chip canggih. 

Peran ini vital bagi keamanan pasokan semikonduktor domestik, yang menjadi tulang punggung data center, cloud computing, hingga infrastruktur pertahanan. Saat ini, chip Intel menggerakkan sekitar 80% server global, meski pangsa pasarnya di sektor server turun dari 90% menjadi sekitar 70% akibat kompetisi dengan AMD.

Ketertinggalan dengan Rival Asia

Intel tengah berupaya mengejar ketertinggalan dari Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) dan Samsung dalam teknologi proses manufaktur. Produksi massal chip 18A (2nm) baru dijadwalkan dimulai 2025, sementara TSMC telah memproduksi chip 3nm sejak 2023 dan beralih ke 2nm lebih cepat. Di pasar akselerator AI, Intel juga masih jauh tertinggal dari Nvidia yang menguasai sekitar 90% pangsa pasar.

Baca juga : Moderasi Konten Digital di Indonesia: Homeless Media Paling Rentan Terkena Dampak

Meski dinilai penting bagi keamanan nasional, kepemilikan pemerintah atas saham Intel membawa risiko. Perusahaan berpotensi menjadi instrumen kebijakan yang rentan intervensi politik, seperti tekanan untuk memutus hubungan dengan mitra di China. Selain itu, keterlibatan pemerintah dapat memicu distorsi pasar dan konflik kepentingan dalam distribusi dana CHIPS and Science Act.

Kasus Intel mencerminkan kegelisahan AS terhadap ketergantungan pada Taiwan dan ketertinggalan dalam persaingan semikonduktor global. Nasib perusahaan ini akan sangat bergantung pada keberhasilan transformasi model bisnis foundry, percepatan produksi 18A, serta kemampuan menjalin kolaborasi pemerintah-swasta secara transparan. Kegagalan dalam proses ini berpotensi menggeser dominasi teknologi AS dan mengubah peta kekuatan industri chip dunia secara permanen.