Tren Ekbis

Inflasi September 2025 Tembus 0,21 Persen

  • Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami inflasi bulanan (month to month/mtm) sebesar 0,21% pada September 2025, berlawanan dengan Agustus yang masih mengalami deflasi 0,08%.
Ilustrasi Cabai Bawang - Panji 1.jpg
Pedagang cabai bawang di sebuah pasar tradisional. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami inflasi bulanan (month to month/mtm) sebesar 0,21% pada September 2025, berlawanan dengan Agustus yang masih mengalami deflasi 0,08%.

inflasi tahunan pada September 2025 tercatat sebesar 2,65% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kontributor terbesar terhadap inflasi tahunan ini berasal dari kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, yang mencatat inflasi 5,01% dengan sumbangan inflasi sebesar 1,43%.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah mengatakan, kelompok pengeluaran penyumbang terbesar terhadap inflasi berasal dari makanan, minuman, dan tembakau, dengan inflasi 0,38% dan memberikan andil 0,11% terhadap inflasi umum.

Komoditas utama pendorong inflasi di kelompok ini adalah cabai merah dan daging ayam ras, yang masing-masing memberikan andil 0,13%. Selain itu, komoditas emas perhiasan turut menyumbang inflasi sebesar 0,08%.

Sejumlah komoditas lain yang juga menyumbang inflasi adalah sigaret kretek mesin (SKM), biaya pendidikan di akademi atau perguruan tinggi, cabai hijau, serta sigaret kretek tangan (SKT).

“Selain itu terdapat komoditas yang masih memberikan andil deflasi pada September 2025, di antaranya komoditas bawang merah dengan andil inflasi sebesar 0,12%,” jelasnya.

“Adapun, komoditas tomat dengan andil deflasi sebesar 0,03%, dan beberapa komoditas seperti bawang putih, cabai rawit, beras, timun, dan biaya sekolah menengah atas dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,09%,” ungkap dia.

Jika dilihat berdasarkan komponennya, seluruh komponen mengalami inflasi, dengan pendorong utama berasal dari komponen inti yang mencatat inflasi 0,18% dan andil 0,11%. Komoditas yang paling menyumbang inflasi pada komponen inti ini adalah emas perhiasan serta biaya kuliah akademi/perguruan tinggi.

Lalu, komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga mencatat inflasi sebesar 0,06% dengan kontribusi 0,01%. Adapun komoditas yang mendorong inflasi pada kelompok ini antara lain sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT).

Habibullah menambahkan, 24 provinsi mengalami inflasi, sementara 14 provinsi lainnya justru mencatatkan deflasi. Secara nasional, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Riau, sedangkan deflasi terdalam dialami Papua Selatan.

Riau mencatat inflasi 1,11%, diikuti Bengkulu 0,97%, Papua Barat 0,97%, dan Sumatera Barat 0,85%. Inflasi di provinsi tersebut terutama dipicu oleh meningkatnya harga pangan bergejolak.

Sedangkan, Papua Selatan mengalami deflasi terdalam yaitu minus 1,08%, disusul Papua Pegunungan minus 0,75%, Papua minus 0,43%, serta Maluku minus 0,29%.