Tren Global

Hubungan Dagang Ekonomi Indonesia-Eropa Sedang Hangat, Ekspor Siap Melonjak

  • Indonesia resmi membuka babak baru perdagangan dengan Uni Eropa lewat IEU-CEPA. Sebanyak 80% produk Indonesia, termasuk sawit, tekstil, dan perikanan, kini bebas tarif di pasar Eropa. Potensi ekspor diprediksi naik 57% dalam tiga tahun, dengan tambahan PDB sebesar US$2,8 juta.
Kargo
Ilustrasi kargo di pelabuhan (https://unsplash.com/photos/twEtn2JZlX8)

JAKARTA - Setelah bertahun-tahun menghadapi hambatan tarif dan regulasi ketat dari Uni Eropa (UE), Indonesia kini melihat peluang emas melalui perjanjian kemitraan ekonomi menyeluruh atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). 

Perjanjian ini membawa angin segar bagi sektor ekspor nasional. Dalam lima tahun terakhir, performa ekspor Indonesia ke UE menunjukkan fluktuasi, namun potensi peningkatan nilai ekspor pasca ratifikasi IEU-CEPA dinilai sangat tinggi. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar Eropa yang besar dan menantang.

Komoditas utama yang mendominasi ekspor ke UE mencakup minyak kelapa sawit dan turunannya, produk perikanan seperti tuna kaleng, tekstil dan alas kaki, serta produk kayu, karet, dan logam seperti bijih tembaga dan baja. 

Komoditas sawit sendiri memiliki potensi besar, mengingat ekspor ke AS pada 2023 saja mencapai US$ 1,95 miliar. Dengan adanya kebijakan tarif 0% dari UE pasca-CEPA, ekspor sawit dan produk turunannya diperkirakan bisa meningkat hingga 50% dalam waktu dekat.

Tren Ekspor 2021–2024: Fluktuasi Tapi Menuju Pemulihan

Melihat tren lima tahun terakhir, ekspor Indonesia ke UE menunjukkan volatilitas yang dipengaruhi oleh kondisi global. Pada 2021, nilai ekspor tercatat sekitar US$ 15 juta dan meningkat signifikan pada 2022 menjadi US$ 21,53 juta, yang merupakan titik tertinggi. 

Namun, pada tahun 2023, ekspor mengalami penurunan drastis akibat perlambatan ekonomi global. Tahun 2024 menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan nilai ekspor mencapai US$ 17,35 juta, atau setara dengan 6,5% dari total ekspor Indonesia. 

Sementara itu, total nilai perdagangan Indonesia dan UE tahun ini mencapai US$ 30,1 juta, dengan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 4,5 juta.

IEU-CEPA diharapkan membawa dampak besar terhadap kinerja ekspor nasional. Sekitar 80% produk Indonesia akan mendapat fasilitas bebas tarif di pasar Eropa, termasuk minyak sawit, tekstil, dan produk ikan. 

Proyeksi ini menunjukkan peningkatan ekspor Indonesia hingga 57,76% dalam tiga tahun ke depan. Tak hanya itu, ekonomi domestik juga diprediksi terdorong dengan tambahan PDB sebesar 0,19%, setara dengan US$ 2,8 juta. 

Selain itu, integrasi dagang ini membuka peluang investasi dari negara-negara Uni Eropa ke sektor-sektor prioritas Indonesia, termasuk energi terbarukan, industri manufaktur, dan digital ekonomi.

Meski prospek cerah, sejumlah tantangan tetap membayangi. Indonesia harus bersaing ketat dengan Vietnam, yang lebih dulu menjalin FTA dengan Uni Eropa dan telah memanfaatkan keuntungan tarif secara optimal.

Di sisi lain, isu lingkungan seperti deforestasi akibat ekspansi sawit menjadi perhatian serius di Eropa. Regulasi lingkungan UE yang ketat bisa menghambat ekspor jika tidak direspons dengan kebijakan keberlanjutan dari dalam negeri. 

Oleh karena itu, strategi hilirisasi sangat penting, terutama dalam mendorong ekspor produk sawit olahan seperti oleokimia ketimbang crude palm oil (CPO). Selain itu, pelaku UMKM juga diimbau memanfaatkan kemudahan visa Schengen untuk promosi produk di pasar Eropa.