Hindari Herd Mentality, Ini Tips untuk Investor Ritel dari UOB
- Saat pasar mengalami volatilitas, kita harus tetap berpegang pada prinsip investasi yang solid. Salah satunya adalah memastikan dana pokok tetap terjaga sebelum mengambil langkah investasi yang lebih berisiko.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA - Dalam dunia investasi, terutama bagi investor ritel, sering kali muncul fenomena yang disebut herd mentality. Fenomena ini terjadi ketika investor mengikuti tren pasar tanpa memahami alasan di baliknya.
Akibatnya, banyak yang tergoda untuk masuk ke instrumen investasi hanya karena melihat orang lain melakukannya. Padahal, keputusan investasi yang tidak didasarkan pada pemahaman yang kuat dapat berisiko tinggi.
Enrico Tanuwidjaja, ASEAN Economist UOB, menekankan bahwa investor harus memiliki prinsip yang jelas dalam berinvestasi.
"Saat pasar mengalami volatilitas, kita harus tetap berpegang pada prinsip investasi yang solid. Salah satunya adalah memastikan dana pokok tetap terjaga sebelum mengambil langkah investasi yang lebih berisiko," ujar Enrico dalam acara UOB Media Literacy Circle bertajuk “Investasi via Digital: Strategi Kelas Menengah di Tengah Biaya Hidup Tinggi dan Gejolak Pasar“ di Jakarta, 11 Maret 2025.
- Perusahaan Milik Suami Puan Siapkan Rp73,4 M untuk Akuisisi PADI
- Pasukan Rusia Maju di Kursk dan Berlindung di Belakang Pasukan Ukraina
- Susul Morgan Stanley, Goldman Sachs Pangkas Rating Saham Indonesia: Sinyal Buruk?
Ia juga menambahkan bahwa memahami konsep dasar investasi sangatlah penting. "Ketika pasar tidak stabil, kita harus mencari instrumen investasi yang aman dan menjaga dana pokok tetap terlindungi. Jika prinsip ini sudah diterapkan, barulah kita bisa mempertimbangkan investasi dengan potensi keuntungan yang lebih tinggi," jelasnya.
Memilih Instrumen Investasi yang Sesuai
Salah satu cara untuk menghindari herd mentality adalah dengan memahami karakteristik setiap instrumen investasi. Enrico menyarankan agar investor mempertimbangkan konsep proteksi dalam memilih aset. "Investasi yang memiliki hasil tetap lebih baik dibandingkan instrumen yang bersifat spekulatif," katanya.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa baik investor institusi maupun individu sebaiknya menerapkan strategi diversifikasi. "Diversifikasi adalah kunci untuk mengelola risiko. Dengan menyebar investasi ke berbagai instrumen, potensi kerugian dapat diminimalkan," tambahnya.
Peran Media dalam Meningkatkan Literasi Investasi
Literasi investasi menjadi kunci bagi masyarakat agar dapat mengelola keuangan dengan baik dan terhindar dari investasi bodong.
Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia, Vera Margaret, menekankan pentingnya peran media dalam menyebarkan informasi investasi yang benar dan terpercaya.

Vera menyoroti maraknya informasi investasi yang beredar di dunia digital, yang sering kali sulit dibedakan antara yang benar dan yang salah.
"Masyarakat kadang bingung, informasi mana yang harus dipercaya. Apakah dari website A, akun Instagram B, atau dari seseorang yang memberikan informasi berbeda. Di sinilah peran media sangat penting untuk membantu memilah dan menyebarkan informasi yang akurat," ujar Vera dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, media dapat berperan sebagai jembatan antara regulator, perbankan, dan masyarakat dalam menyampaikan informasi investasi yang benar. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih memahami tempat dan cara berinvestasi yang tepat.
Pentingnya Sumber Informasi yang Kredibel
Vera juga menekankan pentingnya mencari informasi dari sumber yang kredibel. "Jika ingin mendapatkan informasi yang benar mengenai reksa dana, obligasi, atau mata uang digital, masyarakat harus mencari referensi dari sumber resmi seperti website regulator atau lembaga keuangan terpercaya," tambahnya.
Selain itu, ia mengingatkan agar masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang tersebar di media sosial tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Kesalahan dalam mendapatkan informasi bisa berakibat fatal, seperti berinvestasi di tempat yang salah hingga mengalami kerugian finansial.
Menghindari FOMO dalam Berinvestasi
Salah satu fenomena yang sering terjadi di dunia investasi adalah FOMO (Fear of Missing Out), di mana seseorang takut ketinggalan tren dan akhirnya ikut-ikutan berinvestasi tanpa pemahaman yang cukup.
"Masyarakat kita cenderung mengikuti tren. Jika semua orang membeli investasi A, maka mereka ikut membeli, tanpa memahami risikonya. Jika ini hanya bagian dari diversifikasi portofolio, mungkin masih bisa diterima. Tapi kalau karena FOMO, lalu lebih dari separuh aset yang seharusnya untuk masa depan malah diinvestasikan sembarangan, itu sangat berisiko," jelas Vera.
Ia menambahkan bahwa banyak masyarakat yang menggunakan dana penting, seperti tabungan pendidikan anak atau dana pensiun, untuk berinvestasi tanpa analisis yang matang. Akibatnya, ketika investasi tersebut mengalami kerugian, mereka mengalami kesulitan finansial.
- LQ45 Hari Ini Dibuka Naik, BBRI dan SMGR Top Gainers
- LokLok, LK21 dan IDLIX Ilegal, Berikut Situs Nonton Film Legal
- JP Morgan Naikkan Rating GOTO, Soroti Potensi THR bagi Pengemudi Ojol
Komitmen UOB dalam Edukasi Keuangan
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, UOB Indonesia berkomitmen untuk terus mengadakan acara literasi keuangan secara rutin, baik untuk nasabah maupun masyarakat umum. Tujuannya adalah memastikan setiap individu memiliki pemahaman yang cukup sebelum mengambil keputusan investasi.
"Di UOB, kami akan terus mengadakan acara edukasi seperti ini agar masyarakat benar-benar memahami investasi yang tepat. Mulai dari memilih produk yang sesuai dengan profil risiko hingga mengetahui cara mendapatkan informasi yang benar," pungkas Vera.

Amirudin Zuhri
Editor
