Hari Guru dan Jatuh Bangun Pengajar di Daerah Tertinggal
- Cerita pengabdian dua guru di Bengkulu dan Sigi menyoroti kerasnya tantangan di 3T, meski pemerintah sudah menjalankan berbagai program kesejahteraan dan perlindungan.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Peringatan Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November masih meninggalkan sederet PR besar terkait kesejahteraan pengajar, tak terkecuali tahun ini. Para guru yang mengabdi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) masih berjibaku dengan sejumlah tantangan lapangan hingga pendapatan.
Salah satu kisah mengemuka dari Zaharman, guru olahraga di SMA Negeri 7 Rejang Lebong, Bengkulu, yang telah mengajar selama 33 tahun di wilayah yang ia sebut sebagai daerah “ekstrem”.
Setiap hari ia menempuh perjalanan jauh menuju sekolah dengan fasilitas semakin terbatas dan jumlah guru yang terus menurun. Pada Agustus 2023, Zaharman mengalami kebutaan permanen pada mata kanan akibat serangan menggunakan ketapel oleh orang tua siswa yang tidak terima anaknya ditegur karena merokok.
Meski mengalami trauma dan tekanan, ia memilih untuk tetap mengajar dan bahkan menerima penghargaan "Guru Menginspirasi" pada peringatan Hari Disabilitas Internasional 2024.
Kisah lain datang dari Kuswanto, guru penggerak di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dijuluki “Manusia Pohon”, ia telah mengajar selama 31 tahun dengan metode kreatif memanfaatkan lingkungan sekitar, termasuk mengajak murid-muridnya belajar langsung di alam dan mengenal pohon.
Meski akses internet di daerahnya sangat terbatas, ia tetap berkomitmen menerapkan pembelajaran kontekstual demi menjaga semangat murid-muridnya. Di balik berbagai program pemerintah, laporan terbaru menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan guru, khususnya di daerah 3T masih dalam tahap proses panjang.
Kesenjangan distribusi tenaga pendidik masih menjadi persoalan mendasar. Data BPS 2023 mencatat rasio guru dan murid yang sangat timpang, di mana Papua memiliki rasio 1:45, jauh berbeda dibandingkan DKI Jakarta yang hanya 1:15. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan tenaga guru masih jauh dari ideal.
Tantangan lain mencakup persoalan fasilitas minim, keterbatasan dukungan orang tua, serta risiko sosial yang kadang mengancam keselamatan profesi guru, seperti yang dialami Zaharman.
Organisasi masyarakat sipil pun turut memberikan catatan. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan skor 7,5 untuk evaluasi pendidikan dalam setahun terakhir, namun menyoroti bahwa pemerintah belum memasukkan penetapan upah minimum guru, padahal hal tersebut telah diamanatkan dalam regulasi.
Dorong Peningkatan Kesejahteraan
Di sisi lain, pemerintah terus meluncurkan berbagai kebijakan yang bertujuan memperbaiki kondisi kerja, memperluas akses pendidikan, serta memperkuat perlindungan bagi para pendidik. Beragam program telah berjalan sepanjang 2024–2025, dan sejumlah rencana strategis juga disiapkan untuk tahun-tahun mendatang.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bila upaya perbaikan ini masih membutuhkan waktu untuk menjangkau seluruh pelosok, sementara tantangan para guru di daerah pinggiran tetap kompleks dan multidimensi.
Pemerintah telah mengimplementasikan beberapa program penting dalam dua tahun terakhir. Di sisi bantuan finansial, guru non-ASN menerima tunjangan sertifikasi sebesar Rp2 juta per bulan.
Sementara insentif bagi guru honorer sebesar Rp300.000 per bulan telah mulai diberikan. Ke depan, mulai 2026, pemerintah berencana menaikkan insentif guru honorer menjadi Rp400.000 per bulan.
Untuk dukungan pendidikan, pemerintah telah menyalurkan beasiswa sebesar Rp3 juta per semester bagi 12.500 guru yang belum menyelesaikan pendidikan S1 atau D4. Mulai 2026, target beasiswa diperluas secara signifikan menjadi 150.000 guru melalui skema Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), dengan tujuan mempercepat peningkatan kualifikasi tenaga pendidik nasional.
Baca juga : Gunung Berapi di Ethiopia Meletus Setelah Tidur 12.000 Tahun, Ilmuwan Bingung
Di sisi beban kerja dan perlindungan profesi, pemerintah telah mengurangi tugas administratif guru dan memperkuat perlindungan hukum melalui nota kesepahaman dengan Polri berbasis pendekatan restorative justice.
Ke depan, pemerintah juga berencana menerapkan konsep “satu hari belajar guru” setiap pekan untuk memberikan waktu khusus bagi pengembangan kompetensi. Untuk mendukung lingkungan belajar, pemerintah menjalankan program revitalisasi 16.140 satuan pendidikan, serta mempercepat digitalisasi pembelajaran dengan mengirimkan puluhan ribu perangkat ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Sejumlah program lain, termasuk inisiatif Sekolah Rakyat, ikut diperkenalkan untuk memperluas akses pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau dan memperbaiki kondisi kerja guru di daerah 3T.
Pemerintah juga berkomitmen mempercepat perbaikan melalui peningkatan anggaran dan perluasan sasaran program. Termasuk di dalamnya beasiswa untuk 150.000 guru, peningkatan insentif honorer, serta kebijakan pengembangan kompetensi secara sistematis mulai 2026.

Chrisna Chanis Cara
Editor
